BNPB RI mengerahkan tim fasilitator untuk menekan kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) sapi.
PEKANBARU - Satuan Tugas (Satgas) Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Pusat Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) RI akan menurunkan 100 orang tim fasilitator untuk memberi penyuluhan kepada peternak terkait penanganan PMK.
"Fasilitator diturunkan ke daerah untuk tekan kasus PMK sapi."
"Tim fasilitator penanganan PMK ini nanti akan turun ke lapangan memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait penanganan PMK," kata Asisten II Setdaprov Riau, M Job Kurniawan usia membuka bimbingan teknis kepada 100 fasilitator penanganan PMK Riau tahun 2022 di Hotel Pangeran, Pekanbaru pada media, Selasa (27/9).
Kasus PMK hewan ternak di Provinsi Riau semakin meluas, sedikitnya 9 daerah telah terpapar PMK.
Tim fasilitator diturunkan ke 12 kabupaten/kota se-Riau, 100 fasilitator yang terdiri dari TNI/Polri dan tenaga kesehatan hewan tersebut diberikan bimbingan terlebih dahulu.
Untuk rovinsi Riau terdapat 9 daerah dari 12 kabupaten kota yang dinyatakan zona merah kasus PMK. Kemudian 2 daerah yakni Kota Pekanbaru dan Kabupaten Rokan Hilir zona kuning. Sedangkan 1 zona hijau PMK adalah Kabupaten Kepulauan Meranti.
"Jadi 9 daerah sudah zona terjangkit PMK. Sampai saat ini sudah 4.110 ekor hewan ternak terdampak, dan 3.297 ekor dinyatakan sembuh, 21 ekor mati dan 28 ekor dipotong paksa. Dengan begitu masih ada 764 ekor yang masih sakit," terang Job Kurniawan.
Job Kurniawan menjelaskan, jika ternak yang terpapar PMK masih bisa disembuhkan. Namun kondisi di lapangan, banyak masyarakat yang takut sehingga menjual hewan ternak dengan harga murah.
"Jadi nanti tugas fasilitator ini untuk memberi penyuluhan kepada peternak jangan panik karena hewan ternak yang terpapar PMK masih bisa sembuh," kata Job Kurniawan.
"Karena kalau dijual murah peternak yang kasihan. Makanya kita berharap kehadiran fasilitator tersebut dapat membantu pemerintah menekan kasus PMK di Riau," sambungnya.
Sementara itu, Analisis Kebijakan BNPB, Iis Yulianti mengatakan, jika 100 orang fasilitator ini akan melakukan intervensi kepada 10 peternak setiap harinya selama 30 hari.
"Kita ingin mereka mengedukasi masyarakat bahwa PMK ini bisa diobati dan tidak menular ke manusia. Jadi tidak perlu panik menjual hewan ternaknya dengan harga murah," katanya.
"Ini juga sebagai upaya kita mencegah PMK lebih masif lagi, dan mempertahankan zona hijau, dan yang zona kuning bisa zona hijau, kemudian daerah zona merah menjadi kuning," jelasnya.
Hadir dalam kesempatan itu, Kasrem 031 Wirabima Kolonel Inf Habzen Sianturi SIP MM, Wadir Binmas AKPB Dermawan Marpaung, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Riau Herman dan Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Riau, Jim Ghafur.
Sementara Satgas Pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Provinsi Riau telah melakukan sosialisasi di Kabupaten Kepulauan Meranti di Gedung Hijau Kantor Bupati, Selasa 27 September 2022.
Sosialisasi tersebut dibuka Gubernur Riau yang di wakili Kalaksa BPBD Provinsi Riau M.Edy Afrizal, dihadiri narasumber dari
Dinas Peternakan dan kesehatan Hewan Provinsi Riau, Drh Dewi Angraini, Sekretaris Daerah Kepulauan Meranti Bambang Suprianto, SE, MM dan pejabat lainnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 513/KPTS/PK.300/M/07/2022. Saat ini ada 9 kabupaten/kota tertular PMK di Provinsi Riau, dan hanya ada 3 daerah yang masih bebas, yaitu Kabupaten Kepulauan Meranti, Kota Pekanbaru dan Kabupaten Rokan Hilir.
Kalaksa BPBD Provinsi Riau M. Edy Afrizal mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti yang telah menyambut baik sosialisasi tersebut.
"Semoga koordinasi tetap terjaga dan kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik, semoga Kepulauan Meranti tetap zero dari penyakit mulut dan kuku terhadap hewan," kata Edy.
Sementara itu Sekretaris Daerah Kepulauan Meranti Bambang Suprianto mengatakan PMK memiliki tingkat penularan yang tinggi ke ternak lainnya hingga mencapai 100% dan kematian 5-10%.
Dampak dari mewabahnya PMK ini pun tidak hanya menginfeksi hewan, namun juga berdampak pada perekonomian negara dan penghidupan secara ekonomi serta kebutuhan pangan masyarakat.
"Adapun strategi nasional percepatan pengendalian PMK adalah: biosecurity, pengobatan, vaksinasi, pemotongan bersyarat dan pengujian (testing)," ungkap Bambang.
Salah satu upaya pencegahan penyebaran PMK adalah kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat melalui bimtek, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pencegahan PMK dan terselenggaranya surveilans melalui pengerahan dan pengelolaan penanganan PMK.
Satgas telah terbentuk Melalui Keputusan Bupati Kepulauan Meranti Nomor 264/HK/KPTS/VII/2022 Tentang Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada Ternak.
"Sampai dengan saat ini, PMK belum ada terkonfirmasi di Kabupaten Kepulauan Meranti," terang Sekda.
Tentunya kondisi zero case ini menjadi tantangan untuk mencegah masuk dan berkembangnya penyakit ini di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti.
Mewakili Pemerintah Daerah, Bambang mengharapkan dukungan dan kerjasama Satgas PMK Kabupaten Kepulauan Meranti dengan stakeholder lainnya untuk bahu membahu menjaga agar penyakit ini tidak masuk dan menyebar di Kabupaten Kepulauan Meranti.
"Semoga sosialisasi yang kita laksanakan pada hari ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan masukan bagi kita dalam mencegah dan menanggulangi PMK," sebut Bambang. (*)
Tags : BNPB RI, Tim Fasilitator, Penyakit Mulut dan Kuku Sapi, Kasus PMK Sapi, News,