News   28-06-2025 12:35 WIB

Brigjen Dody Triwinto Kunjungi TNTN untuk Dialog Langsung dengan Masyarakat, DPRD Riau: Satgas PKH Transparan Ungkap Soal Penguasa Lahan Ilegal

Brigjen Dody Triwinto Kunjungi TNTN untuk Dialog Langsung dengan Masyarakat, DPRD Riau: Satgas PKH Transparan Ungkap Soal Penguasa Lahan Ilegal
Tim PKH yang dipimpin Brigjen Dody Triwinto melakukan kunjungan ke TNTN Pelalawan. 

PEKANBARU — Tim Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dipimpin Brigjen Dody Triwinto melakukan kunjungan ke Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan.

"Satgas PKH diminta dapat transparan untuk mengungkap soal data penguasa lahan ilegal." 

"Rakyat berhak tahu apa yang sedang dikerjakan negara dalam menertibkan kawasan hutan yang selama ini dikuasai secara ilegal," kata Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri, memberikan apresiasi atas langkah awal Satuan Tugas Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang mulai melakukan penanganan di kawasan TNTN, Jumat (27/6).

Sebelumnya, Tim Pengarah Satuan Tugas PKH mengunjungi Kawasan TNTN di Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, pada Rabu 11 Juni 2025.

Kunjungan ini bertujuan untuk melakukan dialog langsung dengan masyarakat yang bermukim di area tersebut, didampingi oleh unsur Pemprov Riau dan Pemkab Pelalawan, termasuk Bupati Zukri Misran dan Kapolres Pelalawan AKBP Afrizal Asri.

Kegiatan diawali dengan pemasangan plang simbolis dan paparan oleh Wadansat PKH Wilayah Sumatra, Brigjen TNI Dody Triwinto.

Dalam kesempatan dialog, Bupati Zukri Misran menyampaikan komitmen Pemda untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat dan mencarikan solusi penyelesaian permasalahan lahan.

Perwakilan masyarakat kemudian berdialog langsung dengan Brigjen TNI Dody Triwinto, menyampaikan tuntutan mereka terkait solusi yang dapat menyejahterakan masyarakat dan meminta pertanggungjawaban pemerintah terkait permasalahan lahan.

Brigjen TNI Dody Triwinto menanggapi tuntutan tersebut dengan mempersilakan perwakilan warga untuk datang ke Posko PKH di Kejaksaan Tinggi Riau guna mencari solusi bersama.

Masyarakat menyampaikan empat tuntutan utama, yaitu meminta solusi yang bisa mensejahterakan masyarakat, meminta pertanggungjawaban dari pemerintah terkait permasalahan lahan, meminta hak-hak masyarakat untuk tetap memanen kelapa sawit yang sudah ditanam, dan meminta pemerintah untuk menghargai masyarakat.

Kegiatan ini berlangsung dalam keadaan kondusif, menunjukkan harapan adanya kelanjutan dialog dan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat untuk mencari solusi terbaik.

Perwakilan masyarakat akan datang ke Kantor Kejaksaan Pelalawan untuk membuat janji bertemu dengan Tim PKH di Posko PKH Kejati Riau.

Dengan demikian, diharapkan tercipta solusi yang adil dan bijaksana bagi masyarakat dan lingkungan, sekaligus mempersiapkan langkah reboisasi di kawasan yang dirambah.

Tetapi Edi Basri, memberikan apresiasi atas langkah awal Satgas PKH yang mulai melakukan penanganan di kawasan TNTN.

Ia menilai masih ada aspek penting yang belum dijalankan secara maksimal, yakni transparansi dan akuntabilitas data penguasaan lahan ilegal di kawasan tersebut.

Menurutnya, Satgas PKH harus membuka data seluas-luasnya kepada publik.

Dari total puluhan ribu hektare lahan yang diduga dikuasai tanpa izin, harus disampaikan secara rinci siapa saja yang terlibat.

“Sebutkan jumlah lahan, lokasi persisnya, siapa pengelolanya, nama perusahaan, siapa pemilik dan pemodalnya, bahkan siapa yang bekerja di lapangan. Masyarakat harus tahu,” ujarnya.

Edi menilai keterbukaan data sangat penting agar masyarakat bisa turut mengawasi dan menilai keseriusan penegakan hukum. Ia menyayangkan bahwa selama ini publik hanya diberi informasi umum tanpa data konkret yang dapat diakses secara terbuka.

“Kalau transparan, kita bisa tahu mana yang serius ditertibkan dan mana yang sekadar pencitraan. Publik butuh kejelasan, bukan narasi kosong,” imbuhnya.

Politisi Partai Gerindra ini juga menyoroti praktik pembiaran bertahun-tahun terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi secara ilegal di kawasan hutan, seperti yang terjadi pada PT Duta Palma.

Menurutnya, perusahaan semacam ini tidak akan bertahan lama tanpa ada beking kuat di belakangnya.

"Kalau tidak ada pembiaran, tidak mungkin mereka bisa beroperasi selama ini. Siapa yang melindungi, siapa yang bermain, ini yang harus dibongkar sampai ke akar-akarnya," tegasnya.

Edi bahkan menyebut bahwa dugaan keterlibatan kekuasaan dan aliran uang dalam pembiaran ini patut dicurigai sebagai bagian dari mafia kehutanan.

Ia menegaskan bahwa penyelesaian konflik penguasaan lahan di kawasan hutan tidak cukup diselesaikan dengan pendekatan administratif saja, melainkan harus melalui jalur hukum yang tegas.

“Jangan ragu menindak siapa pun yang terbukti terlibat, baik itu pengusaha, pejabat, maupun aparat yang bermain di belakang layar,” ujar Edi.

Menutup pernyataannya, Edi menekankan pentingnya momentum ini untuk membersihkan Riau dari praktik mafia tanah dan hutan.

“Kalau Satgas PKH tidak transparan dan tidak akuntabel, lebih baik dibubarkan saja. Rakyat ingin keadilan, bukan sekadar laporan tahunan,” tutupnya. (*)

Tags : taman nasional tesso nilo, tntn, kawasan tntn di pelalawan, penertiban tntn, penguasaan lahan ilegal di kawasan tntn, News,