SENI BUDAYA - Menelusuri sejarah situs cagar budaya di tepian Sungai Siak di Kota Pekanbaru, seiring langkah kakiku membawa perjalanan waktu kaya akan kisah kenangan apa yang terjadi ada masa lalu di Bumi Bertuah ini tepatnya di Kota Pekanbaru.
Sebuah bangunan penuh cerita pada masa lalu yang menyimpan cerita tentang sejarah saksi bisu berbagai peristiwa yang terjadi di masa lampau.
Bangunan yang penuh sejarah itu terdapat tepat dibawah jembatan Siak 3, sekitar 20 meter dari tepian Sungai Siak, rumah yang mempunyai arsitektur perpaduan melayu Eropa berbentuk klasik yang terbuat dari kayu, sedangkan tangganya terbuat dari bata berspesi.
Bangunan itu berbentuk panggung yang dibangun pada tahun sekitar tahun 1928.
Melihat bangunan ini terbayang oleh pengunjung bagaimana perjalanan sejarah pada masa lampau di Bumi Lancang Kuning Riau, sebab setiap sudut ruangan memiliki sejarah.
Tiang, dinding dan sudut tergambar kehidupan sosial budaya, pergerakan serta perjuangan masyarakat di masa lampau.
Sebagian komponen bangunan masih ada yang asli, sebagian telah diganti namun bangunan itu tetap memperlihatkan keasliannya.
Bentuk bangunan yang persegi panjang utara selatan 17,52, panjang bagunan barat-timur 8,67 m.
Bagian selatan dan utara terdapat bagian menjorok sehingga terlihat dari atas denah bangunan yang terdiri dari tiga bagian berbentuk persegi panjang, dari dua buah persegi panjang kecil mengepti sebuah persegi panjang besar.
Bangunan ini hampir sama dengan bangunan Rumah Adat Melayu Riau, terbagi tiga bagian kaki, tubuh dan atap.
Pondasi bangunan Rumah Adat Melayu yang mempunyai tonggak-tonggak yang terbuat dari beton yang berjumlah 22 buah, terdiri dari 18 buah tonggak profil dan hiasan perbingkaian pada permukaan, sedangkan 4 lagi berada di tengah-tengah yang merupakan tonggak polos tidak memiliki profil dan motif hias pada permukaan nya.
Bangunan ini memiliki tanggal untuk naik ke beranda bangunan, yang terbuat dari susunan bata berplester, pada pipi tanggal tertera tanggal bulan serta angka tahun pembuatannya yaitu pada tanggal 23 bulan 7 tahun 1928.
Dari tanggal ini maka dapat dipastikan bahwa pembuatan bangunan ini bersamaan dengan tonggak penopang bangunan.
Bangunan rumah Tuan Kadi terbuat dari bata yang dilapisi plester, tangga bangunan ini dibangun pada tahun 1895, dapat diperkirakan tangga bangunan terbuat dari kayu.
Tangga berbentuk pipih yang dihiasi motif hias berbentuk geometris, kedua pipi tangga mempunya tiga buah tiang-tiang semu yang diberi motif hias berbentuk trapesium yang saling berhimpit pada sudut lengkungan bagian bawah terdapat motif hias kelopak bunga, sedangkan pada bagian pagar terdapat motif hias bintang dengan empat buah sinar.
Kaki bangunan masih terlihat asli walaupun beberapa kali mengalami perubahan pada tahun 1928, sesuai dengan perkembangan zaman, pemugaran bangunan cagar budaya keasliannya mulai dari bentuk, bahan masa itu.
Saat terjadi pemugaran bangunan cagar budaya keasliannya tetap akan dipertahankan hal ini merupakan prinsip yang utama. Guna untuk mengembalikan keasliannya pada bentuk dasar banungan.
Bagian tubuh bangunan ini terdiri dari jendela, pintu, dinding serta lubang ventilasi. Selain itu bangunan ini memiliki ruang-ruang yang memiliki fungsi tertentu masa itu, hal ini setiap ruangan memiliki privasi dan proteksi sehingga tampak berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini terlihat pada teralis jendela khususnya teralis yang menutupi penutup dari rongga jendela.
Adapun fungsi dinding bagian pembatas antar ruangan yang ada di dalam bangunan dengan lingkungan diluar bangunan.
Terlihat bagian dinding bangunan Rumah Adat Melayu Riau yang terbuat dari kayu dalam bentuk papan, dimana jenis kayunya digunakan saat ini adalah kayu meranti.
Dinding papan yang terbuat dari kayu, hanya selapis bagian luar sehingga rangka dinding terlihat pada bagian dalam rumah, sedangkan rangka dinding bagian dalam terbuat halus dan diberi profil guna memberikan kesan indah pada bagian dalam rumah.
Lokasi rumah singgah Tuan Kadi terletak di Kampung Bandar Senapelan, yang sangat erat hubunganya dengan asal mula Kota Pekanbaru bersama kerajaan Siak Sri Indrapura pada masa itu disebut Rumah Singgah Sultan.
Rumah Tuan Kadi saksi bisu perjalanan sejarah panjang dalam perjalanan perkembangan kerajaan Siak Sri Indrapura yang saat itu Rumah Tuan Kadi dimiliki oleh H. Zakaria.
Terlihat dari peninggalan arsitektur berharga di masa lampau kejayaan Kerajaan Siak yang pernah berdiri megah di wilayah Riau.
Rumah Tuan kadi sangat berhubungan erat dengan sejarah Senapelan yang kini dikenal sebagai Kota Pekanbaru, sekitar tahun 1775 pada masa Sultan Jalil Alamuddin Syah saat itu ibu kota Kerajaan Siak Sri Indrapura adalah Senapelan, pemindahan ibu kota ini berdasarkan pertimbangan ekonomi dan politik yang berkembang pesat itu di wilayah Riau.
Pemindahan Ibu Kota Kerajaan Sri Indrapura ini oleh Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah karena letak strategis tepian Sungai Siak yang sangat menjanjikan aktivitas perdagangan ekonomi yang terus meningkat, serta didukung perdagangan internasional melalui pelabuhan alami Sungai Siak, inilah alasan menjadikan Senapelan sebagai pusat Ibu Kota kerajaan Sri Indrapura.
Selain aktivitas ekonomi,juga melihat kondisi politik saat itu sangat mendukung pengembangan Senapelan sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan di Riau.
Zakaria saat itu mempunyai peran penting dalam dan sangat berpengaruh terhadap Kerajaan Siak dalam berbagai aspek kehidupan sosial politik, salah satunya Rumah Tuan Kadi menjadi tempat dimana bermusyawarah saat itu dalam mengambil berbagai keputusan kebijakan kerajaan saat itu.
Kemegahan rumah Tuan Kadi terlihat dari arsitektur perpaduan eropa tradisi Melayu mencerminkan kemegahan bangunan itu pada masa lalu dengan kejayaan, bagaimana tidak setiap sudut bangunan ini bercerita tentang kejayaan masa lalu yang merupakan salah satu kerajaan di Nusantara.
Rumah Tuan Kadi kaya akan sejarah masa lalu yang merupakan simbol identitas kebanggaan masyarakat Riau. rumah itu dilindungi menjadi cagar budaya yang menjadi warisan sejarah, saat berada di Rumah Tuan kadi terasa dalam buku sejarah.
Rumah Tuan Kadi Kerajaan Siak kini menjadi cagar budaya yang mengingatkan kita akan kejayaan masa lalu, menginspirasi generasi mendatang untuk menjaga warisan sejarah ini
Walikota Pekanbaru, Agung Nugroho dan Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan belum lama ini berkunjung ke Rumah Singgah Tuan Kadi Rabu malam 16 April 2025.
Acara malam budaya yang memukau digelar di lokasi bangunan bersejarah di jantung Kecamatan Senapelan yang dulunya menjadi tempat persinggahan Sultan Siak.
Rumah Tuan Kadi Kerajaan Siak kembali menggeliat dengan semarak seni dan budaya Melayu.
Suasana hangat dan penuh keakraban menyelimuti acara yang menampilkan beragam kesenian khas Melayu. Alunan syahdu lagu "Gadis Melayu" menyambut kedatangan para tamu kehormatan, diikuti dengan penampilan stand-up comedy berbahasa lokal yang berhasil mengundang gelak tawa sekaligus membangkitkan memori kolektif masyarakat Pekanbaru.
Hadir dalam pergelaran budaya ini Kapolda Riau beserta jajaran, Walikota Pekanbaru Agung Nugroho didampingi istri Sulastri, Pj Sekdako Zulhelmi Arifin, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Riau Kombes Pol Anom, Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Jeki Rahmat Mustika, serta tokoh masyarakat Riau, Bunda Azlaini Agus.
Momen ini tidak hanya menjadi ajang nostalgia, tetapi juga simbol kebangkitan budaya di tengah dinamika pembangunan kota.
Walikota Agung Nugroho menyampaikan kekagumannya atas inisiatif Kapolda Riau dalam menghidupkan kembali Rumah Tuan Kadi.
"Jujur, acara ini tak akan terjadi tanpa Pak Kapolda. Kemarin sore saya ditelepon langsung, Gung, besok saya mau hadir lihat pertunjukan di Rumah Tuan Kadi, dampingi saya. Saya kira sudah ada yang bikin acara, ternyata belum. Langsung saya gerakkan seluruh OPD. Luar biasa Pak Kapolda," ujar Agung, yang disambut riuh tepuk tangan para hadirin.
Melihat antusiasme masyarakat yang tinggi dan potensi budaya Melayu yang luar biasa, Wali Kota Agung memastikan bahwa acara serupa akan dijadikan agenda rutin Kota Pekanbaru.
"Minimal setiap malam Minggu. Biar budaya tetap hidup, dan ekonomi masyarakat sekitar bergerak," tegasnya.
Tokoh perempuan Riau, Azlaini Agus, menyampaikan harapannya agar Rumah Tuan Kadi menjadi pusat budaya yang aktif dan dihargai.
"Jangan undang artis Jakarta mahal, tapi seniman lokal kita dibayar murah. Itu tidak adil," ujarnya lantang.
Ia juga mengusulkan tagline baru untuk kawasan Senapelan, yaitu "Di Sini Semua Bermula," mengingat kawasan ini merupakan titik awal sejarah Kota Pekanbaru.
Sementara itu, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menekankan pentingnya edukasi budaya bagi generasi muda.
"Budaya adalah marwah. Ini warisan kita, jangan sampai hilang. Rumah Tuan Kadi harus menjadi tempat belajar, bukan hanya untuk wisata tapi untuk memperkuat jati diri," ucap Kapolda.
Dalam acara tersebut, para tamu juga diajak untuk menelusuri sejarah Rumah Tuan Kadi melalui tur singkat, mengenang masa lalu bangunan tersebut sebagai saksi bisu aktivitas para Sultan Siak saat berkunjung ke Pekanbaru.
Kini, Rumah Tuan Kadi diharapkan tidak hanya menjadi destinasi wisata sejarah, tetapi juga pusat identitas budaya Melayu yang bersemi kembali di jantung kota.
f.Rumah Singgah Tuan Kadi kembali hidup dengan semarak budaya Melayu berkat sinergi Kapolda Riau dan Walikota Pekanbaru.
Tags : H. Zakaria, Kerajaan Siak Sri Indrapura, Kota Pekanbaru, riau, rumah, Senapelan, singgah Sultan Jalil Alamuddin Syah, Sungai Siak, Tuan Kadi,