"Perusahaan perkebunan sawit dan pabrik kelapa sawit [PKS] tidak taat aturan masih ada yang mengabaikan serta merusak lingkungan"
ungkin benar kegelisahan Bupati Indragiri Hulu [Inhu], Riau Rezita Meylani bukannya tidak beralasan, bahkan berbagai 'ketimpangan' yang terjadi selama ini di wilayah kerjanya sudah harus diselesaikan perlahan tapi pasti.
Ia lantas minta seluruh perusahaan perkebunan sawit maupun pabrik kelapa sawit yang beroperasi di Inhu bisa ikut peduli lingkungan pada saat dalam acara di Ruang Rapat Yopi Arianto Perkantoran Bupati Indragiri Hulu yang mengundang puluhan perusahaan perkebunan sawit beroperasi di Inhu suatu pagi, Selasa (2/11) kemarin.
"Saya melihat perusahaan sawit maupun pabrik yang beroperasi di Inhu ini belum semua memberikan kontribusi bagi daerah ini. Selain itu kepedulian lingkungan juga masih diabaikan," kata Bupati Indragiri Hulu, Riau Rezita Meylani.
Rezita lantas menyinggung program Corporate Sosial Responsibility (CSR), yang kontribusinya mulai tidak tampak.
"Misalnya itu CSR kan bisa dioptimalisasikan, membuka peluang kerja bagi masyarakat dan memperhatikan lingkungan termasuk maksimal pola kemitraan perkebunan," ujarnya.
"Kalau begitu kan bisa ada saling menguntungkan, tujuannya agar masyarakat lebih sejahtera," katanya.
Bupati Rezita Meylani pun kembali menegaskan dan mensosialisasikan Peraturan Gubernur Riau Nomor 77 Tahun 2020 Tentang tata cara penetapan harga pembelian Tandan Buah Sawit (TBS).
Bupati Inhu Rezita Meylani Rapat di Perkantoran Bupati Indragiri Hulu.
Pagi itu terlihat dalam absensi perusahaan perkebunan yang hadir mencapai 90 persen. Bahkan, selain itu acara juga dihadiri oleh Instansi terkait baik dari Provinsi Riau maupun Kabupaten Inhu.
Selain melontarkan ketimpangan yang terjadi belakangan terakhir ini, Bupati Rezita Meylani mengapresiasi atas terselenggaranya kegiatan yang bernilai positif bagi semua pihak terutama dalam mendongkrak ekonomi masyarakat dan niat baik perusahaan berinvestasi di Inhu.
"Untuk pencapaian target instansi terkait diminta dapat mengaplikasikan Pergub tersebut secara cepat, optimal."
"Ini semua bertujuan agar berjalan dengan baik sebagai salah satu langkah menuju Indragiri Hulu sejahtera," ujar Bupati Rezita Meylani.
Dalam kesempatan pertemuan itu, Bupati Rezita juga mengingatkan semua perusahan kelapa sawit dan pabrik yang ada di daerah itu agar taat dengan aturan.
"Semua perusahaan kelapa sawit agar menunaikan kewajibannya pada masyarakat sekitarnya," sebutnya menekankan.
Menurutnya perusahaan sawit dan pabrik harus menjelaskan kewajibannya ke masyarakat sekitarnya. Seperti program Corporate Social Responsibility (CSR).
"Perusahaan sawit maupun pabrik harus taat aturan. Kalau memang dalam aturannya ada, kewajiban perusahaan kepada masyarakat wajib hukumnya disalurkan," tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar jangan coba-coba bermain mengelabui masyarakat di sekitar perusahaan itu berdiri. Rezita berjanji bakal membahas bersama-sama dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah.
"Hak masyarakat harus diberikan. Jelaskan ke masyarakat apa kewajiban perusahaan."
"Kalau memang ada sesuai aturan maka tunaikan. Jika memang tidak ada jelaskan ke masyarakat," tuturnya.
"Tentu hak dan kewajiban perusahaan pun ada. Jangan hanya hak nya saja yang diambil, kewajiban juga harus dilaksanakan. Saya akan pelajari dan melihatnya sendiri nanti," sambungnya.
Ia juga menyebutkan jika memang nantinya ada kewajiban yang belum diberikan, harus segera ditunaikan menurut aturan. Namun masyarakat pun harus memahami jika menurut aturan tidak bisa.
"Masyarakat pun harus memahami pula kalau memang menurut aturan tidak bisa maka harus juga paham, sebab kita harus berpedoman pada aturan yang ada," sebutnya.
Disamping itu ia berharap perusahaan kelapa sawit dan pabrik yang ada dapat berperan lebih kepada masyarakat, baik pembangunan maupun kegiatan sosial lainnya terutama kepada masyarakat sekitar perusahaan itu berdiri.
"Saat ini ada puluhan perusahaan kelapa sawit di Inhu yang telah berdiri puluhan tahun. Untuk itu kita akan meninjau sejauh mana perusahaan-perusahaan ini menjalankan kewajiban ke masyarakat sekitarnya," disampaikan Bupati Rezita Meylani yang dilantik bersama Wakil Bupati Junaidi Rachmat hasil Pilkada 2020 oleh Gubernur Riau Syamsuar pada Senin 5 Juli 2021 di Balai Pelangi Gedung Daerah Riau Kota Pekanbaru kemarin itu.
'Perusahaan tidak taat aturan'
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Indragiri Hulu Suwardi Ritonga menanggapi itu mengaku begitu banyaknya ditemui badan jalan di Indragiri Hulu (Inhu) yang rusak. Akibatnya sering timbul kemacetan bahkan kecelakaan lalu lintas yang selama ini kerap terjadi.
"Kondisi tersebut diakibatkan dari banyaknya kendaraan yang melebihi tonase jalan, terutama kendaraan operasional perusahaan," kata Suwardi Ritonga menyikapi berbagai ketimpangan terjadi di Inhu.
"Saya minta perusahaan untuk mengambil solusi mempersiapkan jalan operasional sendiri. Perusahaan juga diharapkan dapat menjaga lingkungan," ucap politisi dari fraksi Gerindra ini dikontak ponselnya, Selasa (16/3) kemarin.
Pabrik sawit
"Dengan memiliki jalan operasional sendiri sebagai jalan alternatif sehingga tidak merusak badan jalan kabupaten maupun nasional."
Suwardi Ritonga melihat kemacetan atau lakalantas kerap terjadi akibat rusaknya badan jalan. Banyak kendaraan operasional perusahaan dengan kelebihan muatan hingga mengakibatkan badan jalan rusak, dan mengganggu akivitas masyarakat.
"Misalnya, tabrakan, mobil terbalik dan bahkan kebisingan. Harus ada solusinya, termasuk dari perusahaan," kata Suwardi.
Tindakan yang dilakukan oleh instansi terkait, misalnya menggelar razia, membuat imbauan dan menyurati sejumlah perusahaan yang ada di sejumlah kecamatan di Indragiri Hulu.
Dia berharap perusahaan yang membandel maka diberikan sanksi tegas, tanpa pandang bulu.
"Saya kira jika ditegakkan aturan, pemilik perusahaan akan taat aturan dan berusaha membuat jalan alternatif sendiri," katanya.
Suwardi juga menyebutkan, hal itu tidak terlalu sulit untuk mengecek dan mengontrol semua kendaraan operasional perusahaan, namun perlu dilakukan secara berkelanjutan agar tidak ada ruang bagi perusahaan yang membandel.
"Jika semua perusahaan memiliki jalan sendiri, justru menguntungkan banyak pihak, baik perusahaan itu maupun daerah dan masyarakat," sebutnya.
Menurutnya, Dinas Perhubungan Inhu juga harus bekerja maksimal, tegas dan menggelar razia. Tanpa itu semua, pihak perusahaan tetap saja membandel, mesti diberikan sanksi tegas. "Kalau perusahaan memiliki jalur tersendiri, jusrtru lebih menguntungkan," ujarnya.
"Selama melakukan reses dan turun ke sejumlah tempat, banyak dijumpai kendaraan yang bertonase tinggi melalui jalan kabupaten bahkan keruskaan lingkungan disekitar pabrik."
"Kritik dan aspirasi dari masyarakat selalu datang, meminta ada solusi agar tidak ada lagi kebisingan, kerusakan badan dan bahu jalan, begitu juga soal menjaga lingkungan pencemaran udara bahkan alam yang terusik," katanya.
Dia berjanji dalam waktu dekat tim panitia khusus [pansus] ketenagakerjaan akan kembali mengunjungi perusahaan-perusahaan sawit yang beroperasi di Inhu.
Jangan coba-coba kelabui masyarakat
Sebelum pansus ketenagakerjaan di disahkan, dia bersama anggota pansus akan kembali 'bergerilya' ke perusahaan untuk mensosialisasikan aturan yang sedang digodok itu.
Suwardi Ritonga menilai, masalah perkebunan masih memiliki permasalahan yang kompleks, begitu juga pabrik sawit yang beroperasi di Inhu. Dia menilai, demo buruh perkebunan sawit yang kerap terjadi, akar masalah terdapat pada perusahaan dan buruh itu sendiri.
Padahal, kata dia, aturan yang mengatur tentang ketenagakerjaan di Indonesia ini sudah sangat jelas, bagaimana mekanismenya. Begitu juga pendirian pabrik sawit juga aturannya sudah jelas, "tapi toh masih banyak ketimpangan disini kan," tanya dia kembali.
“Mulai perekrutan hingga pemberian gaji dan jaminan sosial bagi tenaga kerja, termasuk buruh. Aturannya sudah sangat jelas dan tegas,” kata Suwardi Ritonga lagi.
Perusahaan yang merekrut tenaga kerja wajib memberikan upah sesuai standar minimum pengupahan yang sudah ditentukan pemerintah daerah. Belum lagi, perusahaan juga harus memberikan jaminan sosial, untuk kesehatan dan ketenagakerjaan.
“Hanya saja banyak perusahaan yang nakal. Buruh mereka hanya berstatus tenaga kerja lepas dan tidak terikat kontrak resmi. Menjadi celah bagi perusahaan untuk lepas tanggung jawab,” katanya.
Tak hanya persoalan perusahaan, pihak buruh juga terkadang tidak mau mengikuti aturan resmi dalam penerimaan tenaga kerja, sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjan.
“Kebanyakan buruh sawit di daerah kita ini adalah pendatang dari luar daerah. Mereka ada juga belum memiliki KTP elektronik sebagai penduduk Inhu. Adapula yang memang tidak mau mengurus KTP elektronik Inhu,” imbuhnya.
Padahal, sebut Suwardi Ritonga, jika ingin memiliki jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan, modal awal mereka adalah terdata sebagai penduduk sah Inhum. Jadi wajib punya KTP elektronik Inhu.
Kerusakan jalan terus terjadi karena disebabkan kenderaan kelebihan muatan.
“Akibatnya, mereka tidak punya BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Ketika ada yang sakit dan tidak ditangani perusahaan atau ketika dipecat secara sepihak, baru demo. Jadi sama-sama tidak mau taat aturan,” kata Suwardi.
Suwardi Ritonga menambahkan, DPRD Inhu akan terus menggenjot Raperda Ketenagakerjaan agar pihak perusahaan dan buruh saling bersinergi.
“Kami ingin perusahaan maupun buruh terakomodir dengan baik, sama-sama saling menguntungkan,” tutupnya. (rp.sdp/*)
Tags : Bupati Inhu Rezita Meylani, Sorotan, Perusahaan Kebun dan Pabrik Sawit Tidak Taat Aturan, Perusahaan Kebun Sawit dan Pabrik Kelapa Sawit Diperiksa Ulang,