DRS. H. SYAMSUAR MSI, namanya kini kian populer dari hari ke hari, di seluruh penjuru bumi Lancang Kuning.
Pemimpin Negeri Istana Matahari Timur, Syamsuar yang lahir di Jumrah, Bangko, Rokan Hilir, Riau, 1 Juni 1954 ini sudah mantap untuk mengikuti pemilihan kepala daerah (Pilkada) Riau 27 November 2024 mendatang.
Dua partai yakni Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera [PKS] menjadi perahunya untuk berlayar dalam memperebutkan Riau 1 periode 2024 - 2029.
Harapan masyarakat untuk membangun Riau lebih baik itu seperti telah terkonsep di pikiran putra kedua dari H. Wahi Abdullah [alm] dan Rahimah [alm].
Pak Syam sapaan akrabnya, seorang pamong senior dan pemimpin bertangan dingin. Selama kepemimpinannya sebagai Bupati Siak, Kabupaten itu maju pesat dan terus berkembang.
Dalam 6 tahun terakhir laporan keuangan Kabupaten Siak memperoleh opini WTP [Wajar Tanpa Pengecualian] dari BPK RI.
Kabupaten Siak mendapat penghargaan yang luar biasa banyaknya selama dipimpin Pak Syam. Dimana dalam tahun 2017 saja sebanyak 24 penghargaan berhasi beliau raih.
Begitupun saat menjabat gubernur riau [2019-2023] banyak ditoreh keberhasilan membangun riau.
Dalam pelayanan publik kepada masyarakat sangat mudah, murah, tidak berbelit belit. Hal ini sangat membantu masyarakat dan membuat investasi banyak masuk ke Riau.
Dua periode kepemimpinan Pak Syam dan Alfedri, Siak mampu memberi model kepemimpian ideal yang saling support dan tidak ada sedikpun terdegar konflik dimana hubungan Bupati dan Wakil Bupati sangat solid dan berjalan dengan baik.
Pria yang masa kecilnya senang bermain di parit-parit kecil hingga tak ingat waktu ini mengaku tak pernah menyangka nasibnya semujur saat ini.
Sejak kecil, sang Abah [ayah] sangat disiplin dan keras mendidiknya. Bukan karena kiler, tapi Abah akan dihadiahi rotan bila Syamsuar lalai akan tugas dan kewajibannya sebagai anak.
"Kalau pulang sekolah itu, kami sering main bola kaki, bola kasti, galah panjang dan sejumlah permainan rakyat lainnya. Kadang kalau terlalu asik jadi lupa waktu, Abah sudah datang menjemput sambil membawa rotan. Bukan karena orang tua tak sayang namun hal ini dilakukan agar Syamsuar kecil jera dan tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama," cerita Syamsuar.
Sosok pemimpin yang religius ini sejak kecilnya juga sudah nampak. Selain menimba ilmu agama di sekolah madrasah, Syamsuar juga rajin ke Masjid untuk salat Magrib berjamaah bersama dengan teman-temannya.
Setelah itu, Syamsuar belajar membaca Al-quran kepada seorang guru ngaji, Kholifah Adam.
"Masa kecil kami itu sangat indah. Kalau pulang mengaji malam itu bersama teman - teman, untuk penerang di perjalanan kami gunakan obor dari buluh, bambu, bersumbukan sabuk kelapa, berjalan berjejer," kata Bupati yang pandai bercocok tanam sejak kecil ini.
Semasa kecil dulu, Bupati Siak ini sudah diajarkan kedua orang tuanya untuk pergi ke ladang menuai padi dan memotong karet.
Bila musim panen tiba dia sering diajak untuk menumbuk padi. Selain itu, juga diajar mengirik, memisahkan padi yang berisi dengan yang kosong atau mengangin, karena saat itu memang tidak ada penggilingan padi.
Sumber pendapatan keluarga Syamsuar kala itu memang dari bercocok tanam padi. Sedangkan kebun karet lebih banyak dikerjakan orang lain dan hasilnya dibagi dua.
Untuk lauk sehari-hari, Abah Syamsuar juga rajin menjala ikan di sungai dan berburu rusa.
Sebagai anak tertua, setelah abangnya meninggal, Syamsuar menjadi anak sulung dengan 4 orang adik. Kedua orangtuanya berpesan, jadilah anak yang berguna bagi orang lain, rajin belajar dan jadilah anak yang sholeh.
Bagi sang ayah ketika itu, demi pendidikan anak dan masa depannya apapun dilakukan, biar dia tak makan asalkan anaknya tetap bersekolah.
"Alhamdulillah, kelas 6 SD itu, di semester awal saya sudah ikut ujian dan dinyatakan lulus tepatnya tahun 1966. Untuk melanjutkan ke SMP saya harus ke Bagan Siapi-api karena di kampung saya itu tidak ada SMP. Dan tidak mudah juga perjalanan kami untuk sampai ke Bagan Siapi-api, berhari-hari mendayung sampan menelusuri Sungai Rokan bersama ibu dan abah," kata Syamsuar mengingat masa kecilnya.
Sesampainya di Bagan Siapi-api, Syamsuar dititipkan kepada Ibu Busu [kakak Abah Syamsuar].
Sang Abah berpesan, pandai-pandailah menjaga diri dan membawa diri. Selain itu, prinsip hidup yang diajarkan Sang Abah juga menjadi bekal Syamsuar. Yakni, dimanapun berada hidup ini harus jujur, menjaga budi pekerti, disiplin dan jangan menyakiti hati orang lain, juga jangan lupakan Salat serta membaca Al-quran.
Ketika diantar orangtua bersekolah SMP di Bagan Siapi-api, Syamsuar merasakan betul bahwa dirinya dibekali kasih sayang, dibekali prinsip hidup dengan didikan yang keras dan disiplin, dan jikapun masa kecil selalu dipukuli orang tua bukanlah untuk menyakiti anaknya tapi untuk mendidik anak agar berada di jalan yang benar hingga pada akhirnya untuk masa depan anaknya juga.
Selama di kampung orang itu, Syamsuar dibekali bantal dan tikar oleh orangtuanya. Diusia yang masih muda itu, memang berat jika jauh dari orang tua.
Rindu membara dan berkecambuk, segala perasaan tak sedap, maka tak heran ketika orangtua sudah pulang kampung pada malam harinya Syamsuar tak kuat menahan sedih.
Alih-alih rindu mengebu-gebu sehingga menjawab rasa itu semuanya Syamsuar menangis sejati-jadinya.
"Tapi itu tak berlangsung lama, karena saya berfikir kalau ingin maju, berguna bagi keluarga serta orang lain, maka hidup harus berpisah dari orangtua, mandiri. Apalagi mengingat kondisi yang ada, tidak semua secara ekonomi orangtua bisa memenuhi kebutuhan kita," kata Bupati yang sudah 6 kali berturut-turut menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian [WTP] atas laporan keuangan.
"Saya ingat pesan Abah, pandai - pandai membawa hidup. Jadi tinggal di rumah Makcik, saya juga melakukan berbagai pekerjaan rumah saya lakukan, mulai mencuci piring, menyapu halaman, saya lakoni seusai pulang sekolah. Jadi Pak Cik saya itu sayang dan sesekali dikasih uang jajan," kata mantan ajudan Bupati Bengkalis, Johan Syarifudin.
Setelah menamatkan jenjang pendidikan SMP Thai Chong di Bagan Siapi-api pada tahun 1969, Syamsuar melanjutkan pendidikan SMA Negeri di Bengkalis.
Lagi-lagi dia harus tinggal bersama keluarga dekat orang tuanya, jika sebelumnya tinggal dengan Mak Cik, kali ini dia dititipkan di rumah abang Abahnya yang bernama Datuk Haji Muhammad Saleh.
Di rumah itu Syamsuar lebih harus pandai menjaga nama orangtua terlebih lagi Pak Ciknya ini pernah menjabat sebagai Patih atau Wakil Bupati. Artinya, Datuk Haji Muhammad Saleh adalah orang terpandang, tokoh masyarakat setempat dan bergelar adat dari Sultan Siak sebagai Datuk.
"Alhamdulillah, rejeki Abah kala itu sangat baik. Abah jadi penghulu di Jumrah. Abang sepupu saya Ahmad Masrul Ketua Pengadilan Bengkalis kala itu sangat membantu saya, khususnya biaya pendidikan. Dan selalu dikasih uang belanja sekolah," cerita Syamsuar yang juga pernah jadi Mantan Kabag Perlengkapan Kabupaten Bengkalis ini.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA tahun 1972, Syamsuar mencoba ikuti tes APDN. Sayangnya dia tidak lulus dan menganggur setahun.
Kemudian Syamsuar merantau ke Sawahlunto, Sumatera Barat, ikut abang sepupunya yang pindah tugas sebagai Ketua Pengadilan.
Syamsuar pun sempat diajak oleh pamannya tersebut untuk bekerja di Pengadilan Salawalunto namun dia menolak. Alasannya, jika Ahmad Masrul pindah dia akan pindah lagi.
Namun tak nyaman dengan tidak bekerja, Syamsuar memanfaatkan ajakan temannya untuk bekerja di CV Batu Bara.
Bekerja di sana, Syamsuar bukanlah memegang suatu jabatan.
Dia hanya buruh kasar untuk pekerjaan memasang power plant, membantu memasang mesin dan kerja kasar lainnya.
Setiap bulan, gaji yang diperoleh ketika itu Rp5000. Upah yang diterima sebesar itu tak bisalah Syamsuar mengirim untuk membantu kedua orang tua dan adik-adiknya, sebab untuk makan sendiri saja pas-pasan.
"Karena gaji kecil, saya tak mungkin beli makanan di luar. Jadi saya masak sendiri, segan pula kalau bekal saya disiapkan oleh istri abang. Pagi-pagi buta saya harus sudah bangun karena angkutan ke lokasi kerja itu hanya sekali lewat," katanya lagi.
Tiga tahun berkerja di CV Batubara, Syamsuar mendapat telepon dari Mak Ciknya Hj Rogayah, istri Datuk Haji Muhammad Saleh.
Syamsuar diminta balik ke Kota Terubuk, Bengkalis, karena ada lowongan penerimaan tenaga honor di Dinas Pendapatan Daerah Bengkalis.
Setelah berpikir panjang dan ingin dekat dengan orang tua, akhirnya Syamsuar menerima tawaran itu.
Retak tangan Syamsuar tak ada yang bisa membacanya, setelah setahun lebih menjadi pegawai honor tepatnya pada tanggal 1 Agustus 1977, dia diterima sebagai calon pegawai negeri sipil.
Waktu itu tak ada penerimaan pengawai negeri, cuma setelah setahun lebih sayo jadi pegawai honor ado yang pensiun. Jadi sayo menggantikan orang pensiun, cerita Syamsuar.
Gaji sebagai PNS ketika itu, kata Syamsuar, juga belum bisa disisihkan untuk membantu orang tuanya. Untuk konsumsi sendiri saja tidak cukup, sebulan hanya bergaji Rp16.999.
Karenanya Syamsuar kembali berupaya mengubah jalan hidupnya, ikut lagi APDN pada tahun 1977, namun dia harus menelan kecewa lantaran belum beruntung alias tidak lulus.
Masa depan Syamsuar mulai nampak cerah. Dia yang tak pernah menyerah dan selalu berlajar dari kegagalan terus berusaha untuk menggapai sebuah harapan.
Selain itu, berdoa kepada Allah serta menerima apa yang diberikan seperti diajarkan kedua orang tua, menjadi benteng yang kokoh bagi Syamsuar untuk berbuat dan mencoba lagi.
Pada tahun 1983, Syamsuar kembali ikut tes APDN. Hasilnnya, anak Jumrah ini diterima di APDN dan setelah empat tahun menuntut ilmu, tahun 1987, dia pun kembali mengabdi di Riau.
Penugasan pertama selama enan bulan di kantor Gubernur Riau, selanjutnya balik ke Bengkalis sebagai pegawai biasa di bagian umum.
Karena hidup sudah mapan, Syamsuar menabat hati wanita pilihannya yang sudah disenanginya sejak masih duduk dibangku SMA.
Wanita itu adalah Misnarni yang merupakan tetangga Pak Ciknya Jalan Kartini, Bengkalis.
Misnarni yang dulunya masih SD kini sudah tumbuh besar. Syamsuar pun berhasil menambat hati wanita yang pendiam dan pemalu ini namun segudang prestasi olahraga.
Kata sepakat kedua orang tua pun diminta, cukup bulan dan setelah disusun harinya, merekapun menikah.
Syamsuar tidak sendiri lagi, Misnarni selalu menemaninya, bahkan ketika Syamsuar mendalami ilmu untuk mengambil S-1 di Fisipol Universitas Sumatra Utara [USU] selama 4 tahun, Misnarni setia menanti. Dan setamat S-1, Syamsuar kembali lagi bertugas di Bengkalis.
Tak lama kemudian, suami Misnarni ini ditugaskan sebagai Sekretaris Kecamatan Siak. Sebelumnya menjadi Sekcam, Syamsuar sudah meminta agar bapaknya yang menjabat sebagai Penghulu dua priode di Jumrah -ketika itu masih dalam adaministrasi Bengkalis - untuk mundur dari jabatan.
Bahkan, permintaan Syamsuar ini sudah diutarakannya ketika dia baru saja selesai mengikuti pendidikan di APDN. Namun, begitu menjadi Sekcam Siak, barulah bapaknya mundur dengan sendirinya.
Alasan Syamsuar ketika itu meminta Abahnya mundur jadi Penghulu, cerita Syamsuar, dia sudah berpikir bisa saja suatu saat nanti dia menjadi camat dan rasanya tak mungkin memerintah Abahnya lantaran jabatan.
''Abah berhenti sajo jadi Penghulu, beliau sado jugo payah nanti kalau anaknyo jadi camat sementaro dio Penghulu. Sayo pun tak mungkin rasonya memerintah Penghulu, sementaro dio Abah sayo. Abah sayopun tak sedap hati,'' kata Syamsuar dengan logat melayunya.
Setelah kurang tiga tahun menjadi Sekcam di Siak, Syamsuar kembali ditarik ke Bengkalis menjadi Kepala Bagian Pelengkapan. Seperti setrika, Syamsuar bolak-balik ditugaskan ke Siak dan Bengkalis.
Namun kali ini dia dipercaya menjabat sebagai Camat Siak, dan tiga tahun kemudian dipercaya sebagai Camat Tanjungpinang Barat, ketika itu masih bergabung dengan Provinsi Riau.
Tapi, baru setahun jadi Camat Tanjungpinang Barat, akhirnya seiring semangat otonomi daerah Provinsi Kepri pisah dengan Riau dan Syamsuar kembali bertugas di Siak sebagai Asisten I Sekda Siak pada tahun 1999.
Setelah menjadi Asisten I, tak lama kemudian Syamsuar dipercaya menjadi Kadispenda Siak dan pada tahun 2001 dia mendampingi Arwin AS dalam Pilkada Siak dan sukses menjadi wakil bupati.
Lima tahun kemudian, tahun 2006 Syamsuar mencalonkan diri sebagai Bupati Siak berhadapan dengan Arwin namun gagal.
Karena saat itu peraturan membolehkan PNS maju dalam Pilkada sehingga tak lepas status Syamsuar sebagai PNS dan dia bertugas di Kantor Gubernur Riau.
Syamsuar sama sekali tak pernah bermimpi menjadi seorang bupati, menjadi seorang camatpun tidak. Namun retak tanganlah yang menyeret dirinya sehingga menjadi kepala daerah di Siak bersama Alfedri, bertarung dalam Pilkada Siak pada tahun 2011 untuk priode pertama.
Dulu, cerita Syamsuar, ketika dia masih duduk di bangku SMP dia malah ingin masuk sekolah hakim jaksa.
Niat itu semakin menjadi-jadi ketika duduk di bangku SMA Negeri di Bangkalis. Soalnya, abang sepupu Ahmad Masrul adalah seorang ketua pengadilan Bengkalis sehingga pada hari-hari tertentu mengenakan seragam, membuat hati Syamsuar muda jadi tertarik.
''Seragam dan pangkatnya itu yang membuat sayo tertarik ingin menjadi Jaksa. Memang nasiblah, sekolah hakim dan jaksa pada zaman itu tutup pulo, makonya sayo ikut tes APDN namun yang pertamo tak lulus,'' kata Syamsuar sambil ketawa kecil.
Gagal menjadi Jaksa, Syamsuar menjabat sebagai pegawai negeri. Dengan segudang pengalaman serta tau betul persoalan di Siak, dia pun bersama Alfedri dengan mengucapkan bismilah menyatakan maju.
Saat maju sebagai calon bupati Siak, Syamsuar hanya punya satu tujuan, ingin berkhitmad kerena paham betul dengan Siak, tahu betul dengan situasi Siak.
Selain itu yang mendorong Syamsuar untuk maju, dia sadar betul bahwa ibadahnya masih kurang dan dia ingin jika menjadi pemimpin kerja yang dilakukan nantinya bernilai amal ibadah.
Nawaitu yang cukup mulia inilah yang memotivasi Syamsuar untuk bersemangat maju. Sehingga dia memasang tekad dengan visi dan misi, membangun Siak lebih maju dan msyarakatnya lebih sejahtera dengan mewujudkan pembangunan di segala bidang.
Antara lain, sekolah gratis dan berobat gratis dengan Jamkesda, pembangunan jalan dan listrik desa, membantu warga miskin, melestarikan budaya Melayu, menciptakan masyarakat yang agamis dan mewujudkan pelayanan terbaik di Provinsi Riau dan lain-lain.
Karena niat yang baik, hasilnya juga baik. Semua apa yang diazamkan Syamsuar ketika menjadi bupati priode pertama terwujudkan. Sehingga rasa simpati dari masyarakatpun menjadi-jadi, dan ketika dia mencalonkan diri lagi untuk kedua kalinya sebagai bupati, tahun 2015 masih berpasangan dengan Alfedri Syamsuar tinggal melenggang kangkung.
Apa lagi visi dan misi yang dia tawarkan sangat mengena hati masyarakat. Yakni, terwujudnya masyarakat Kabupaten Siak yang sehat dan cerdas serta sejahtera dalam lingkungan masyarakat agamis dan budaya Melayu serta mewujudkan pelayanan terbaik di Provinsi Riau 2016.
Keberhasilan dalam menjalankan kepemimpinan menjadi kepuasan batin tersendiri, semuanya harus diawali dengan sesuatu niat yang baik dan InsyaAllah hasilnya juga akan baik, ungkap Syamsuar.
Kini, lanjut Syamsuar perhelatan demokrasi sudah didepan mata, sebagai anak jati Riau yang cinta kepada Riau dirinya turut menghimbau mari gunakan hak pilih dan jangan mau diadu domba oleh kepentingan politik sesaat.
Provinsi Riau membutuhkan Pemimpin visioner, berpengalaman, memiliki jaringan luas, sederhana dan merakyat tapi juga bisa tegas sebab Riau daerah terbuka yang terus tumbuh dimana setiap suku agama, ras dan bangsa bisa hidup berdampingan dan bersinergi membangun negeri dengan tetap menghormati nilai, adat, resam dan budaya Melayu Riau.
"InsyaAllah, saya dan pak Edy Nasution akan menjawab harapan masyarakat Riau untuk melakukan perubahan Riau lebih baik lagi. Berpasangan dengan Pak Edy Nasution yang sudah berpengalaman militer yang mumpuni dalam memimpin. Ketegasan militernya akan mampu membangun harapan baru Riau maju dan terbilang," sebut Syamsuar lagi.
Bagi Syamsuar, menjadi pemimpin bukanlah pekerjaan gampang dan seorang pemimpin mempunyai tugas utama, bagaimana mensejahterakan masyarakatnya.
Baik itu dibidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan pembangunan infrastruktur. Pemimpin juga harus menjadi warna dalam kehidupan masyarakatnya karena pemimpin yang mengambil kebijakan, tentunya kebijakan itu sesuai dengan keinginan masyarakat.
Sulitnya menjadi seorang pemimpin, kata Syamsuar, barangkali karena beragamnya masyarakat sehingga berbeda pula pola pikirnya. Karena keragaman itu, kebijakan yang dibuat pemimpin mendapat berbagai tanggapan, ada yang menyetujuinya namun sebaliknya ada pula yang menolaknya.
Terkait masalah kebijakan, Syamsuar masih bisa mencari solusi yang lebih baik namun yang berat itu bagaimana meningkatkan keimanan dan ketaqwaan masyarakatnya.
Tugas seorang pemimpin juga ada tugas menjalankan syiar agama, dan saya rasa tugas paling berat itu bagaimana meningkatkan keimanan dan ketaqwaan masyarakat dalam menjalankan syariah.
Meskipun di Siak ada beberapa program keagamaan namun saya belum puas karena dirasakan belum maksimal. Sebabnya, apabila rakyat menjalankan agamanya dengan baik, tak kan ada perbuatan masyarakat yang melanggar hukum agama dan hukum negara, kata Syamsuar yang bergelar Datuk Sri Setia Amanah.
Sementara dalam berbagai pelayanan, di bawah kepempimpinan Syamsuar, Kabupaten Siak tergolong paling sukses di antara daerah kabupaten/kota yang ada di Riau ini. Karena Syamsuar berupaya bagaimana memudahkan masyarakat dalam memberi pelayanan.
Cara yang paling mantap yang dilakukan Syamsuar, dia membuat kebijakan memangkas atau mengapus pengurusan yang dulunya dikeluarkan bupati sekarang sebagian sudah didelegasi, diserahkan kepada camat.
Saat ini, di Siak soal izin bupati tidak ada lagi menekennya cukup di kecamatan saja. Jika ada kewenangan yang lebih besar juga tak sampai ke bupati, cukup ke dinas terkait. Sejak dipangkasnya kewenangan dalam pelayanan ini, tidak ada yang berani macam-macam dan masyarakat sangat terbantu.
Pria yang saat ini menjabat Bupati kabupaten Siak, Syamsuar ternyata memiliki kisah yang mengharukan sebelum menjadi orang nomor 1 di Siak.
Kisahnya ini juga sering dialami masyarakat awam.
Kisah ini terungkap saat Syamsuar bersilaturahmi di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Ramadan 2017.
Syamsuar merasa kaget dan sama sekali tak menyangka, ternyata vespa putih buatan Itali tahun 1981 miliknya saat remaja dahulu masih tersimpan dengan baik oleh sahabatnya sesama alumni APDN, Muktar T.
Syamsuar mengisahkan, bahwa vespa Jadul itu didapatnya dengan mencicil sewaktu bergaji masih Rp75 ribu.
Dengan vespa inilah Dirinya bertemu dengan caloin istrinya. Namun sayangnya, vespa tersebut terpaksa dijual kepada sahabatnya Mukhtar T seharga Rp600 ribu, untuk modal nikah.
Saya terharu bisa bertemu lagi dengan Vespa ini, setelah hampir 30 tahun. Tak menyangka bentuknya masih bagus. Ada terniat ingin membelinya lagi, karena nilai sejarahnya, ungkap Syamsuar.
Dan mengagumkan lagi, Vespa antik itu dihadiahkan kembali kepada Syamsuar belum lama ini. Bahagia luar biasa menerima vespa penuh kenangan itu.
Bak pasangan muda yang lagi kasmaran, Ia bahkan mengajak Misnarni [istri] berkeliling Kota Siak menggunakan vespa tersebut.
Meski kini telah menjadi orang yang berguna baik bagi diri dia sendiri maupun orang lain, Syamsuar tetap tak dapat menahan air matanya jatuh.
Ia rindu kedua orangtuanya, khususnya ibu yang melahirkannya tak melihat anaknya berseragam menjadi seorang kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Tak hanya itu, sang ibu juga tak sempat melihat anak sulungnya ini duduk di atas pelaminan. Padahal, Abah dan Emak sudah bersiap-siap mau hadir pada acara pernikahan.
Syamsuar tampak bersedih ketika bercerita tentang Emaknya, usai berolahraga di lapangan Siak Bermadah. Ia bahkan sempat menangis saat menyanyikan lagu 'Ayah' dari Rinto Harahap.
Diceritakannya lagi, saat dia baru saja tamat dari APDN dan tengah mempersiapkan untuk pernikahannya dengan Misnarni, dia sempat minta doa restu kepada Emak dan Abahnya.
Ketika itu sang Emak sempat berpesan, kelak kalau menjadi orang besar tolong jaga dan perhatikan adik-adik.
Ternyata, pesan emak itu adalah pesan terakhirnya kepada saya. Semua pesannya itu saya tunaikan, makanya sampai sekarang saya terus terngiang dengan pesan itu.
Apalagi ketika saya sudah seperti sekarang ini Emak tak bisa melihatnya. Bagi orangtua melihat anaknya sukses suatu kebanggaan tersendiri.
Begitu juga bagi kita sebagai anak, ingin membanggakan orangtua dengan apa yang kita raih, sedih Syamsuar.
Meskipun Emak tak bisa melihat anaknya sukses, namun sang Abah sempat melihat Syamsuar mengenakan pakaian Wakil Bupati Siak waktu itu bupatinya Arwin AS.
Bahkan, Syamsuar juga sempat berupaya berbakti kepada Abah dan mertuanya dengan menaikkan haji kedua orang yang dia hormati dan cintai itu.
Memang, apa yang dilakukan ini rasanya belum sebanding dengan perjuangan orangtua kepada anaknya, tapi paling tidak ada kepuasan batin seorang anak bisa menenuhi keinginan orang tua untuk naik haji bersama anaknya.
Bagi seorang anak, orang tua akan selalu ada pada diri kita. Mungkin wujudnya sudah tidak ada lagi, tapi pesan dan didikannya terus mengalir dalam hidup kita.
Pesan orang tua harus terus kita ingat, kalau orang tua saya selalu berpesan jika jadi pemimpin maka jadilah pemimpin yang berguna bagi orang lain, jujur, amanah, baik dan adil, dan ibadah kepada Allah SWT jangan lalai, kata Syamsuar.
Sebagai orangtua, Syamsuar juga tidak pernah memaksa anaknya untuk berbuat sesuai dengan keinginannya. Misalnya, mengajak anaknya ikut dalam dunia politik.
Permintaan Syamsuar cukup sederhana, sesederhana hidupnnya, agar anaknya berguna bagi kedua orangtua, agama dan negeri ini.
Buah Cinta pasangan Syamsuar dengan Misnarni melahirkan tiga anak laki-laki dan seorang cucu perempuan.
"Harapan saya kepada anak sederhana, bisa berbuat lebih apa yang telah dilakukan orangtua, atau paling tidak bisa mencontoh apa yang telah dilakukan orangtuanya," kata Syamsuar.
"Yang jelas, saya selalu mengharapkan anak-anak berbuat yang terbaik untuk agama, masyarakat, dan bangsa ini," sebutnya.
Syamsuar sendiri merasakan, bahwa anak-anaknya termasuk anak-anak yang baik karena mereka semua, adik-beradik kompak dan sejauh ini selalu mengikuti nasehat orangtua.
Karena didikan yang dicurahkan bahwa hidup sederhana, Syamsuar merasakan betul bahwa ketiga anaknya itu tidak pernah neko-neko dan tidak pernah meminta yang macam-macam lantaran status sosial bapaknya sebagai bupati.
Anak-anak saya, Alhamdulillah. Hidup sederhana yang saya ajarkan bisa mereka sesuaikan. Tentunya hal ini menjadi suatu kebanggaan bagi diri saya sendiri dan istri saya.
Anak bisa demikian karena saya sebagai orangtua tidak pernah memaksa kehendak, harus begini dan begitu, jika ada keinginan anak kami yang menuntunnya, ungkap Syamsuar.
Dalam menapak masa depan anaknya, Syamsuar juga tidak pernah memaksa kehendak atau mengaturnya.
Semuanya terserah pada anak dan dia hanya mengikuti selera sang anak. Anak pertama bernama M Andri, kata Syamsuar, punya hobby balap sepeda motor.
Sebagai orangtua, memang ada rasa khawatir dengan hobby anak sulung ini, namun bagaimana lagi, anak sekarang jika dilarang akan semakin menjadi-jadi.
Jadi, tinggal bagaimana orangtua mengarahkan anak sehingga dia tau mana yang baik dan mana yang buruk.
Setelah anak pertamanya ini tamat SMA, M Andri ingin masuk AKPOL dan Syamsuar merestuinya. Sedikitpun tak terlintas di hati Syamsuar untuk melarang anaknya. Namun, nasib belum berpihak kepada anak sulungnya itu sehingga tidak lulus masuk AKPOL.
Begitu juga ketika anak tertua saya itu ingin ikut test Fakultas Teknik di UI, saya mendukungnya dan Alhamdulillah dia lulus, ucap Syamsuar.
Sedangkan anak kedua Syamsuar bernama M Rizki Saputra agak berbeda dengan anak pertama. M Rizki Saputra hobbynya menulis kaligrafi.
Karena hobbynya ini Syamsuar menyalurkan bakatnya dengan memasukan ke Posantren Gontor, Ponorogo. Setelah itu, anak keduanya ini hijrah menuntut ilmu ke Posantren Babusalam, Pekanbaru.
"Anak kedua ini bercita-cita ingin menjadi Pamong Praga seperti ayahnya, karenanya dia sekolah di IPDN," kata Syamsuar.
Sementara anak ketiga bernama M Zikri Bintani, lahir di Tanjungpinang yang sekarang sedang menuntut ilmu di Universitas Telkom Bandung.
"Hobby anak ketiga ini main bola kaki dan futsal, sempat juara 1 main futsal ketika masih duduk di bangku SMP di Siak. Anak ketiga saya ini agak pendiam," cerita Syamsuar.
Bagi Syamsuar, dalam mendidik anak yang paling penting itu adalah pendidikan agama dan tanamkan nilai-nilai agama sejak kecil.
Sehingga ketiga anaknya selain menuntut ilmu secara formal di Sekolah Dasar [SD], juga menuntut ilmu pendidikan di Madrasah Diniyah Awaliyah [MDA]. Selain itu, ajarilah anak hidup sederhana.
"Sebab, dengan sederhana juga tidak mengubah orang menjadi rendah martabatnya, juga tidak pula merugi. Hidup ini hanya sementara, jabatan dan harta hanya dititipkan sementara oleh Allah SWT. Apa yang mau dilagakkan di atas dunia ini, syukuri apa yang ada sekarang dan jangan mau berpikir ajimumpung," ungkap Syamsuar. (*)
Tags : mantan gubernur riau syamsuar, kandidat bertangan dingin, syamsuar siap bangun riau, kandidat syamsuar maju di pilgub riau, pilkada 2024, Karir,