PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Para simpatisan dan relawan Partai Golkar di Riau mengaku sedih karena pasangan calon yang diusung pada pemilihan gubernur (Pilgub) Riau, Syamsuar-Mawardi kalah dari pasangan Abdul Wahid-SF Hariyanto berdasarkan hasil hitung cepat lembaga survei indonesia (LSI).
"Para calon gubernur inkumben banyak yang kalah di Pilkada 2024 pada versi hitung cepat."
"Kami sebenarnya juga sedih kalah di Riau, tetapi rakyat sudah memilih," kata salah satu timses dari partai Golkar yang tak mau disebutkan namanya, Senin (2/12).
Para relawan itu juga menyebut, meski sedih, Partai Golkar tetap menghormati pilihan rakyat Riau. "Ini merupakan realita politik dalam pilkada hari ini," katanya.
Tetapi lain lagi disebutkan Relawan Gabungan Rakyat Prabowo Gibran (GARAPAN), bahwa masyarakat Indonesia, terutama bagi para pemilik suara telah menunjukkan kedaulatan yang sesungguhnya.
Faktor uang dan sembako sudah tidak ada jaminan lagi, tetapi pada prinsipnya tetap sama, yakni sesiapa yang kinerjanya baik, maka akan terpilih dalam pemilihan berikutnya.
Berdasarkan hasil hitung cepat yang dilakukan Lembaga Suvei Indonesia (LSI), pasangan Abdul Wahid-SF Hariyanto unggul 43 persen. Sedangkan Nasir-Wardhan 33 persen dan Syamsuar-Mawardi yang diketahui adalah kandidat gubernur Riau nomor urut 03 diusung oleh Partai Golkar dan PKS ditetapkan LSI 25 persen.
Banyak kalangan menilai hasil hitung cepat ini menandakan berakhirnya kekuasaan Partai Golkar di wilayah Riau.
Kekalahan para calon gubernur inkumben pada Pilkada 2024 pada versi hitung cepat kali ini tidak hanya dialami Riau, tetapi rumor citizen beredar justru yang menang bakal berakhir lebih menyakitkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Calon Gubernur Inkumben yang Kalah di Pilkada 2024 versi Hitung Cepat yang dirangkum dalam daftar beberapa nama di Pilkada 2024 tercatat beberapa nama petahana mulai dari inkumben Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, hingga petahana di Bengkulu dan Riau.
Seperti petahana Edy Rahmayadi, yang berpasangan dengan Hasan Basri Sagala kalah perolehan suara dari pesaingnya, Bobby Nasution dan Surya di Pilgub Sumatera Utara. Berdasarkan hasil hitung cepat Indikator Politik Indonesia, paslon yang diusung PDIP ini mendapat 37,29 persen.
Sedangkan, Bobby Nasution-Surya yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju mendapat 62,71 persen suara. Bobby merupakan menantu dari Presiden ke-7, Joko Widodo atau Jokowi.
Petahana Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah kalah suara berdasarkan hasil hitung cepat di Pilgub Bengkulu. Rohidin yang berpasangan dengan Meriani ini tertinggal dari pesaingnya, Helmi Hasan dan Mian.
Berdasarkan hasil hitung cepat Citra Publik Lingkaran Survei Indonesia Denny JA, Rohidin-Meriani hanya memperoleh 43,82 persen. Tertinggal dari paslon non petahana, Helmi-Mian yang mendapat 56,18 persen.
Rohidin Mersyah merupakan calon gubernur petahana Bengkulu yang terjerat kasus korupsi. Beberapa hari menjelang pencoblosan, Rohidin terkena operasi tangkap tangan oleh KPK. Kini cagub petahana itu menjadi tersangka korupsi oleh lembaga antirasuah.
Arinal Djunaidi, calon gubernur petahana di provinsi paling ujung Pulau Sumatera juga kalah dari lawannya. Dia berpasangan dengan Sutono di Pilgub Lampung 2024.
Berdasarkan hasil hitung cepat Indikator Politik Indonesia, pasangan petahana ini kalah perolehan suara secara telak dari paslon Rahmat Mirzani Djausal-Jihan Nurlela. Arinal-Sutono mendapat 17,46 persen suara, sementara Mirzani-Jihan memperoleh 82,54 persen suara.
Calon gubernur petahana di Maluku ini kalah perolehan suara versi hitung cepat lembaga survei. Berdasarkan hasil quick count LSI Denny JA, Murad Ismail yang berpasangan dengan Michael Wattimena hanya memperoleh 26,78 persen.
Murad Ismail kalah dari paslon pesaingnya, Hendrik Lewerissa-Abdullah Vanath yang memperoleh 49,23 persen. Sedangkan posisi terendah di Pilgub Maluku ditempati oleh paslon Jeffry Apoly Rahawarin-Abdul Mukti Keliobas dengan 24,00 persen.
Calon gubernur petahana ini kalah perolehan suara dari pesaingnya, Rudy Mas'ud-Seno Aji di Pilgub Kalimantan Timur. Di pemilihan kepala daerah ini, Isran Noor berpasangan dengan Hadi Mulyadi.
Berdasarkan hasil hitung cepat Indikator Politik Indonesia, Isran Noor-Hadi hanya memperoleh 43,61 persen. Sementara itu, Rudy-Seno unggul perolehan versi quick count dengan 56,39 persen.
Calon gubernur petahana ini mengaku kalah tipis dalam perolehan suara Pilgub Bangka Belitung 2024. Erzaldi berpasangan dengan anak dari Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, Yuri Kemal Fadlullah.
Dia mengatakan berdasarkan hasil hitung cepat internal timnya, paslon pesaingnya Hidayat Arsani-Hellyana unggul sekitar 0,5 persen dari perolehan suaranya. Erzaldi menyebut akan menindaklanjuti hasil penghitungan cepat dan temuan di lapangan.
Berdasarkan hasil hitung cepat lembaga survei KediaKOPI, calon gubernur petahana ini kalah perolehan suara dari pesaingnya di Pilgub Nusa Tenggara Barat. Zulkieflimansyah yang berpasangan dengan Suhaili hanya memperoleh 29,94 persen suara.
Tak hanya Zulkieflimansyah, Sitti Rohmi yang berstatus sebagai petahana wakil gubernur maju menjadi calon gubernur NTB berpasangan dengan Musyafirin. Petahana ini juga kalah dan berada di posisi buncit dengan 27,48 persen suara.
Paslon yang unggul perolehan suara di Pilgub NTB justru yang berasal dari non petahana, yakni Lalu Muhammad Iqbal-Indah Dhamayanti yang mendapat suara terbanyak dengan 42,22 persen.
Calon gubernur petahana ini kalah unggul dari paslon lainnya di Pilgub Sulawesi Barat 2024. Berdasarkan hitung cepat versi Charta Politika, Ali Baal Masdar yang berpasangan dengan Arwan Aras berada di posisi ketiga suara terbanyak dengan 18,56 persen.
Petahana ini hanya mampu menyalip perolehan suara paslon nomor urut 4, Husain Syam-Eny Anggraini Anwar. Mereka mendapat 15,62 persen suara.
Paslon dengan suara terbanyak kedua yakni Andi Ibrahim-Asnuddin Sokkong yang memperoleh 19,71 persen. Sementara paslon yang mampu unggul dari tiga lawannya di Pilgub Sulawesi Barat yaitu Suhardi Duka-Salim, dengan 46,11 persen suara.
Calon gubernur berstatus petahana ini kalah perolehan suara dari dua paslon lainnya. Berdasarkan hasil hitung cepat Poltracking Indonesia, Rusdy Mastura yang berpasangan dengan Sulaiman Agusto mendapat suara paling sedikit yaitu 16,85 persen.
Paslon yang unggul perolehan suara di Pilgub Sulawesi Tengah ini yaitu Anwar Hafid-Reny Lamadjido dengan 45,40 persen suara. Disusul oleh Ahmad Ali-Abdul Karim Aljufri yang mendapat 37,75 persen suara.
Kembali disebutkan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gabungan Rakyat Prabowo Gibran (GARAPAN), Larshen Yunus, yang menilai faktor yang menyebabkan kekalahan bagi incumbent diseluruh Indonesia adalah terkait dengan kinerja.
"Masyarakat Indonesia saat ini sudah cerdas, kendati tidak disemua daerah, namun saat ini dominasi para pemilih cerdas sudah mulai kelihatan. Incumbent tidak bisa diharapkan lagi, apalagi terkait dengan potensi dalam memenangkan pemilihan umum berikutnya," kata Larshen Yunus, Senin (2/12).
Dia menyinggung soal Pilkada di Provinsi Riau tahun 2024 juga tak lepas dari fenomena menarik.
Banyak petahana (incumbent) yang gagal mempertahankan posisinya, termasuk dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau 2024 ini. Berdasarkan hasil quick count dari lembaga survei, incumbent gubernur tertinggal jauh dari pesaingnya.
Larshen menyebut fenomena tumbangnya incumbent ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Menurutnya, kinerja yang tidak memenuhi ekspektasi masyarakat menjadi alasan utama kekalahan.
“Lambatnya pembangunan, kurang optimalnya pelayanan publik, atau kegagalan menyelesaikan isu-isu lokal sering memicu ketidakpuasan. Selain itu, calon baru yang menawarkan program atau visi yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat dapat dengan mudah mengalihkan dukungan pemilih. Kandidat yang dianggap lebih segar dan inovatif sering kali menjadi daya tarik utama bagi pemilih,” katanya.
Larshen juga menyoroti pentingnya strategi kampanye yang efektif. Komunikasi yang lemah dengan masyarakat, minimnya pemanfaatan media sosial terutama karena pemilih Gen Z dan milenial cukup signifikan, serta lemahnya koordinasi tim sukses bisa menjadi faktor kekalahan.
Di sisi lain, ia mencatat adanya fenomena anti-incumbent di beberapa daerah, di mana masyarakat memiliki kecenderungan untuk mencari pemimpin baru sebagai bentuk protes terhadap situasi saat ini, meskipun tidak sepenuhnya disebabkan oleh kinerja incumbent.
Ia juga menambahkan bahwa perpecahan internal partai pengusung turut berkontribusi besar terhadap tumbangnya incumbent.
"Ketika partai tidak solid dalam mendukung calon, hanya sekadar formalitas tanpa diikuti struktur yang utuh, hasilnya tentu mengecewakan," dalam amatannya.
Larshen menilai bahwa kekalahan dengan selisih suara yang signifikan menunjukkan tingkat ketidakpuasan masyarakat yang sangat tinggi terhadap kepemimpinan incumbent. Jika incumbent kalah dengan persentase yang jomplang, hal ini mencerminkan betapa masyarakat menginginkan perubahan besar itu. (*)
Tags : pilkada-2024, inkumben, calon gubernur inkumben, pilkada 2024, para cagub kalah versi hitung cepat,