Artikel   05-06-2025 21:56 WIB

Cara Mengolah Daging Kambing Agar Tidak 'Bau Prengus', 'Tetapi Awas ada Ancaman Tersembunyi dalam Hidangannya'

Cara Mengolah Daging Kambing Agar Tidak 'Bau Prengus', 'Tetapi Awas ada Ancaman Tersembunyi dalam Hidangannya'
Peternak kambing

AROMA KAMBING dan domba sangat khas yang diistilahkan sebagai 'prengus' itu ternyata bagian dari proses ketika hendak mencari pasangan.

Berdasarkan riset dari University of Tokyo yang diterbitkan jurnal Current Biology pada 2014 lalu, kambing jantan melepaskan senyawa kimia yang disebut 4-etioloktanal untuk 'mencuri perhatian' kambing betina.

Senyawa tersebut ada di sekitar kepala kambing jantan.

Ketika senyawa itu terpapar udara dan terbawa angin, aroma 'prengus' dapat tercium jelas oleh hewan dan manusia di sekitarnya.

Saat kambing betina mencium aroma itu, hormon yang diproduksi di hipotalamus atau GnRH (Gonadotropin-Releasing Hormone) langsung aktif.

Hormon ini berperan penting dalam fungsi reproduksi kambing betina.

Mengapa daging kambing dan domba masih beraroma 'prengus'?

Lalu mengapa ada kambing atau domba yang telah disembelih tapi masih berbau 'prengus'?

Menurut Ragil Imam Wibowo, atau Chef Ragil, aroma prengus itu berasal dari cara memotong atau menyembelih daging yang tidak tepat.

"Orang yang memotong tidak tahu bagian otot mana yang harus dipotong terlebih dahulu, sehngga darah tidak bisa keluar dari daging secara optimum," jelas Chef Ragil.

Menurutnya, darah yang tertinggal di dalam daging kambing atau domba dapat menyebabkan aroma yang dia sebut "tidak nyaman".

"Maka biasanya kalau ada restoran yang menyajikan masakan daging kambing dan domba, biasanya sudah punya langganan tukang daging terpercaya, karena si tukang daging tahu betul cara memotong daging dengan benar," ungkap Chef Ragil.

Menurut pakar kuliner Indonesia, William Wongso, banyak pengusaha kuliner yang menggunakan daging kambing atau domba muda untuk meminimalisir aroma 'prengus'.

"Khusus kambing atau domba kurban biasanya usianya lebih tua karena bobotnya lebih berat," kata William Wongso.

Namun, untuk daging kurban, masyarakat yang menerima daging-daging itu tentu tidak bisa memilih daging yang relatif tidak terlalu beraroma 'prengus'.

Jika keadaannya demikian, maka aroma 'prengus' dalam daging kambing dan domba kurban tidak dapat dihindari.

Karena itu, penting untuk tahu cara mengolah daging-daging itu.

Bagaimana menyamarkan aroma 'prengus' dalam daging kambing dan domba?

Chef Ragil menyebut hidangan yang paling tepat untuk kambing dan domba kurban adalah sup.

Pertama, daging harus direbus terlebih dahulu sekitar 20 menit.

"Setelah itu air rebusan pertama harus dibuang, itu berguna untuk menghilangkan bau," kata Chef Ragil.

Kemudian, lanjutnya, siapkan bumbu dan rempah yang kuat aromanya, seperti jahe, cengkeh, pala dan kayu manis.

Daging dapat direbus kembali menggunakan air rebusan yang baru beserta bumbu dan rempah.

Cara ini disebut Chef Ragil ampuh untuk menyamarkan bau 'prengus'.

"Cara lainnya untuk membuat baunya tidak begitu kuat adalah dengan merebus bersama daun pepaya, atau bisa juga nanas," kata Chef Ragil.

Dua bahan itu, menurutnya, lazim digunakan banyak juru masak agar daging yang direbus juga punya tekstur lebih lunak.

Selain sup, daging kurban biasanya disate. Namun para juru masak tidak terlalu menganjurkan cara itu jika ingin menyamarkan bau 'prengus'.

"Aroma 'prengus' itu tetap ada dan kuat. Kalau disate berarti daging yang dibakar itu mulai dari mentah," kata William Wongso.

Daging kurban bisa juga disate, tetapi tidak menutup kemungkinan aroma 'prengus' itu tetap lekat di dalam daging.

Tips yang sering digunakan juru masak hingga dapur rumah rumahan mengutip Antara adalah sebagai berikut:

  • Lemak pada daging kambing atau domba merupakan salah satu sumber aroma 'prengus'. Maka disarankan untuk mengiris lemak-lemak itu sebelum memasak daging. Namun jangan semuanya dihilangkan, karena lemak berperan untuk memberi rasa gurih pada masakan.
  • Hindari mencuci daging sebelum dimasak, ikuti cara Chef Ragil dengan merebus daging kambing terlebih dahulu.
  • Bahan-bahan di dapur seperti jeruk nipis dan garam bisa digunakan jika daging sudah telanjur dicuci. Perasan jeruk nipis dapat mengurangi aroma 'tak nyaman' di dalam daging. Lalu diamkan selama 30 menit. Menabur garam di atas permukaan daging selama satu jam juga dapat menyamarkan bau 'prengus' kambing.
  • Selain nanas dan daun pepaya, timun juga bisa digunakan untuk menghilangkan bau kambing. Campurkan parutan timun dengan daging, lalu diamkan selama 30 menit. Getah mentimun dinilai efektif mengurangi bau.
  • Merendam daging dengan larutan asam jawa juga bisa mengurangi aroma 'prengus'.
  • Jika suka pedas, olah daging kambing atau domba dengan cabai dan lada. Rasa pedas dapat menyeimbangkan aroma khas kambing.

Warga negara mana yang justru menyukai aroma 'prengus' daging kambing dan domba?

Di Indonesia, aroma 'prengus' daging kambing dan domba dihindari kebanyakan orang.

"Sejak kecil makan daging kambing yang agak tua, jadi baunya prengus, persepsi itu dibawa sampai dewasa," jelas William Wongso.

Padahal, menurutnya, kuat atau tidaknya bau 'prengus' itu juga tergantung jenis dan umur kambing ketika disembelih.

"Saya suka kambing disate atau digulai, saya suka rasanya aroma 'prengus' itu tidak menjadi masalah, kalau Anda tidak suka aromanya, belajarlah untuk suka. Kalau tetap tidak bisa, ya sudah jangan dimakan," tambah William.

William Wongso sudah mencicipi banyak jenis masakan daging kambing dan domba di dunia. Menurutnya, masyarakat Azerbaijan justru mencintai aroma 'prengus' itu.

William Wongso bilang, domba ekor gemuk khas Azerbaijan menyimpan lemak di bagian bokongnya.

"Pasar daging di Azerbaijan lazim menjual dan menggantung lemak-lemak itu, orang membelinya dalam bentuk potongan kecil," ucapnya.

"Ketika sampai rumah, potongan lemak itu dimasukkan ke wajan dengan minyak panas untuk ditumis, tujuannya agar aroma 'prengus' itu hadir dalam masakan."

William menyebut, aroma 'prengus' kambing dan domba justru dicari di Azerbaijan.

'Ancaman tersembunyi di dalam daging kambing'

Domba Garut berponi di tempat penjualan hewan kurban di Jakarta Barat.

Banyak orang, terutama pengidap darah tinggi, waspada ketika menghadapi hidangan daging kambing yang marak setelah Idul Adha. Namun ancaman sebenarnya datang dari 'musuh' yang lebih halus.

Makmur menyalakan sebatang rokok usai menyantap seporsi sup kambing dan sate kambing di salah satu restoran hidangan kambing terkenal di Jakarta Selatan.

Ia merupakan salah satu pelanggan tetap, datang tiga sampai empat kali sebulan. 

Di usia 50 tahun, Makmur mengaku merasa sedikit khawatir dengan kegemarannya menyantap daging kambing, yang menurutnya memicu tekanan darah. Namun ia mengatakan punya cara mengatasinya.

"Khawatir sih ada, cuma dibarengin sama olahraga aja ... Tadi pagi (sebelum makan daging kambing) saya olahraga, besok juga," katanya.

Hal senada dikatakan Ratih, 49 tahun, dan Iyah, 52 tahun. Dua sahabat yang bertetangga ini mengatakan mereka menyantap sup kambing satu-dua kali setiap bulan; meski Ratih, yang mengaku mengidap darah tinggi, mulai membatasi kebiasaannya itu jadi hanya sekali sebulan. 

Berbeda dengan Makmur, ia berusaha mengatasi efek hidangan itu dengan banyak minum air putih dan makan buah dan sayuran, misalnya nanas dan ketimun.

Bagaimanapun caranya, para perempuan paruh baya ini tidak membiarkan rasa cemas menghalangi kegemaran mereka.

"Kadang sih iya suka ada ya (rasa cemas), cuman gimana? Emang kita doyan ye," celetuk Iyah.

Di masyarakat, daging kambing punya reputasi buruk sebagai sumber lemak dan kolesterol yang berbahaya bagi tubuh.

Banyak orang juga berpikiran bahwa ia memicu tekanan darah, dan karena itu perlu diwaspadai pengidap hipertensi.

Namun anggapan ini tidak didukung oleh bukti ilmiah.

Sebenarnya, daging kambing merupakan daging yang dianggap paling sehat di antara daging merah lainnya.

Berdasarkan data dari Departemen Pertanian AS, daging kambing (per 100g) menghasilkan kalori paling sedikit dibandingkan daging ayam, sapi, dan domba.

Kandungan lemak dan kolesterol pada daging kambing pun paling rendah, namun kandungan proteinnya setara dengan daging merah lainnya.

Bahkan, daging Capra aegagrus hircus memiliki kandungan lemak jenuh yang lebih rendah dari ayam.

Adapun soal dugaan efeknya terhadap tekanan darah, sebuah laporan ilmiah pada tahun 2014 menunjukkan bahwa daging kambing ternyata bukanlah pemicu hipertensi.

Dalam penelitian yang diterbitkan di Asian-Australasian Journal of Animal Sciences, Sunagawa, dkk memberi makan mencit berusia 15 minggu dengan pakan yang mengandung 20% daging kambing dan 0,3% garam dan mengukur tekanan darahnya secara rutin.

Selama masa eksperimen 14 minggu, tensi darah kelompok mencit yang diberi makan daging kambing hampir sama dengan kelompok kontrol, yang diberi pakan dengan kandungan 20% daging ayam dan 0,3% garam.

Lalu kenapa anggapan bahwa daging kambing menyebabkan darah tinggi meluas?

Adapun soal dugaan efeknya terhadap tekanan darah, sebuah laporan ilmiah pada tahun 2014 menunjukkan bahwa daging kambing ternyata bukanlah pemicu hipertensi.

Dalam penelitian yang diterbitkan di Asian-Australasian Journal of Animal Sciences, Sunagawa, dkk memberi makan mencit berusia 15 minggu dengan pakan yang mengandung 20% daging kambing dan 0,3% garam dan mengukur tekanan darahnya secara rutin.

Selama masa eksperimen 14 minggu, tensi darah kelompok mencit yang diberi makan daging kambing hampir sama dengan kelompok kontrol, yang diberi pakan dengan kandungan 20% daging ayam dan 0,3% garam.

Lalu kenapa anggapan bahwa daging kambing menyebabkan darah tinggi meluas?

Berdasarkan pengamatan di sejumlah warung hidangan kambing di Jakarta, satu mangkuk sup kambing rata-rata diberi satu sendok teh garam, ditambah satu sendok teh mecin.

Satu sendok teh berarti sekitar 5-6 gram, tepat di batas konsumsi harian yang disarankan Kementerian Kesehatan.

Garam juga dapat berasal dari kecap yang menjadi salah satu bumbu utama atau penyedap hidangan daging kambing.

Samuel menjelaskan, unsur Natrium atau Sodium (Na) dalam garam (NaCl) ialah elektrolit yang berfungsi mengatur air di dalam tubuh.

Natrium dalam jumlah besar berarti semakin banyak air yang disimpan dalam pembuluh darah, inilah yang menyebabkan tekanan darah meningkat.

Dalam satu sendok teh (5 gram) garam, terkandung Natrium sebanyak 2 gram. "Belum lagi, (dalam sup kambing) dia tambahin lagi MSG, Monosodium Glutamat. Jadi berapa banyak natrium yang Anda makan?"

"Makan sup kambing enggak apa-apa, selama garamnya jangan berlebihan, dalam bentuk garam dapur maupun MSG. Terus pilihan dagingnya jangan yang berlemak, jangan jeroan," kata Samuel.

Bisakah efeknya diringankan?

Penelitian Sunagawa, dkk juga menunjukkan bahwa tanaman mugwort atau baru cina (Artemisia vulgaris) yang ditambahkan pada hidangan daging kambing dapat meringankan efeknya terhadap tekanan darah.

Semangkuk sup kambing rata-rata diberi satu sendok teh garam, tepat di batas konsumsi harian yang disarankan Kementerian Kesehatan.

Baru cina biasa dijadikan sebagai penyedap rasa dalam hidangan sup kambing tradisional di Pulau Okinawa, Jepang.

Tanaman tersebut memang jarang digunakan sebagai bumbu pada makanan Indonesia, namun ada tanaman lain yang biasa dimakan dengan maksud mengurangi 'efek berbahaya' dari makanan, antara lain ketimun, acar, dan lalapan.

Dokter spesialis gizi Samuel Oetoro menerangkan bahwa ketimun dan lalapan mengandung serat, yang dapat menyerap sebagian makanan yang kita makan.

Tapi seharusnya sayuran atau buah yang berserat dimakan sebelum, atau bersamaan dengan hidangan utama, bukan setelahnya seperti yang biasa dilakukan orang Indonesia.

"Sebelum memakan makanan yang tinggi lemak, tinggi garam, makanlah buah dan sayur," ia menyarankan.

Lalu bagaimana dengan olahraga setelah makan sop kambing? Kendati gaya hidup sangat berpengaruh pada kebugaran, Samuel tidak menyarankan olahraga sebagai cara untuk meringankan efek negatif dari makanan yang tidak sehat.

"Enggak bisa Anda makan sup kambing hari ini, terus besok Anda olahraga dua jam. Enggak boleh, malah itu bahaya ... Olahraganya harus rutin, makannya harus diatur," ujarnya.

Daripada cara itu, lanjut Samuel, kita sebaiknya menganut pola pikir hidup sehat dan bugar, yang ia ringkas sebagai "5S".

"Apa itu 5S? Makan sehat, berpikir sehat, istirahat sehat, aktivitas sehat, olahraga dan lingkungan sehat, serta tidak merokok. Lakukan 5S, Anda dapat tubuh sehat dan bugar," pungkasnya. (*)

Tags : daging kambing, cara mengolah daging kambing, mengolag daging kambing agar tidak bau prengus, ancaman tersembunyi dalam daging kambing, hewan-hewan,