Pekanbaru   03-07-2025 12:12 WIB

Kota Pekanbaru dan Sekitarnya Berkabut, Apakah Anomali Cuaca Atau Polusi Udara?

Kota Pekanbaru dan Sekitarnya Berkabut, Apakah Anomali Cuaca Atau Polusi Udara?

PEKANBARU – Kabut yang mulai terlihat menyelimuti Kota Pekanbaru dalam beberapa hari terakhir terus terjadi. 

Kabut yang terjadi belum diketahui pasti yang terjadi apakah akibat ditimbulkan dari asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) atau polusi udara.

Jika kabut yang timbul akibat dari pencemaran udara, berarti kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.

Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara.

Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.

Pencemaran udara di dalam ruangan dapat mempengaruhi kesehatan manusia sama buruknya dengan pencemaran udara di ruang terbuka.

Pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu, pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara.

Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran.

Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer.

Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.

Pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru memastikan bahwa kabut tersebut bukan disebabkan oleh asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Kota Pekanbaru dalam beberapa hari terakhir tampak diselimuti kabut." 

 "Belum ada indikasi kabut asap di kawasan sekitar bandara. Pemantauan kami menunjukkan bahwa visibilitas udara masih dalam kondisi normal," kata Kepala BMKG Pekanbaru, Irwansyah Nasution.

Menurutnya, hingga Selasa 1 Juli 2025, wilayah di sekitar Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim (SSK) II belum menunjukkan tanda-tanda adanya kabut asap.

Sementara itu, pantauan satelit pada Rabu pagi (2/7/2025) juga belum menunjukkan keberadaan titik panas (hotspot) di wilayah Riau.

"Hingga pembaruan terakhir pagi tadi, belum ada hotspot yang terdeteksi oleh satelit. Ini berarti aktivitas kebakaran belum melampaui ambang batas yang dapat dikenali oleh sistem pemantauan satelit," jelasnya.

Meski demikian, Irwansyah mengakui bahwa terdapat laporan kebakaran terbatas di beberapa wilayah Kabupaten Kampar yang menyebabkan munculnya asap lokal. Namun, kejadian tersebut masih berskala kecil dan belum cukup untuk terdeteksi oleh satelit.

"Memang ada laporan kebakaran di sebagian wilayah Kampar yang menimbulkan asap, namun skalanya kecil dan belum masuk kategori signifikan dalam sistem deteksi kami," tambahnya.

Terkait kondisi udara, ia memastikan jarak pandang di Pekanbaru masih tergolong baik dan tidak mengganggu aktivitas penerbangan. Namun, mengingat saat ini memasuki puncak musim kemarau, masyarakat diimbau untuk lebih waspada terhadap suhu tinggi.

"Bulan Juli dan Agustus merupakan puncak musim kemarau. Kami sarankan masyarakat menggunakan pelindung saat beraktivitas di luar ruangan dan memperbanyak konsumsi air putih agar terhindar dari dehidrasi," ujar Irwansyah.

Lebih lanjut, ia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak sembarangan membakar lahan guna mencegah potensi kebakaran yang lebih luas.

"Jangan melakukan pembakaran lahan, karena sangat mudah menyebar apinya, apalagi saat angin bertiup kencang secara tiba-tiba," pungkasnya.

Tetapi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran Riau, M Edy Afrizal, menyatakan kabut terjadi diduga kuat disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang masih aktif di beberapa daerah di Provinsi Riau.

KArhutla terjadi khususnya di Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar.

Lokasi Karhutla di Tapung yang berdekatan dengan Pekanbaru menjadi penyebab utama asap tersebut.

"Karhutla masih terjadi di Tapung, mungkin asapnya itu yang sampai ke Pekanbaru. Karena lokasinya berdekatan dengan Kota Pekanbaru," katanya.

Edy menjelaskan bahwa Karhutla di Tapung telah berlangsung selama tiga hari terakhir. Lokasinya yang berada di lahan gambut memperlama proses pemadaman.

"Lokasi Karhutla di Tapung itu lahan gambut, jadi cukup lama dipadamkan. Sudah tiga hari ini," sebutnya.

Untuk menangani Karhutla tersebut, pihaknya telah mengirimkan helikopter water bombing. 

Namun, karena saat ini Riau baru memiliki satu helikopter water bombing, pemadaman melalui udara belum dapat dilaksanakan secara maksimal.

"Kami juga sudah kirim helikopter water bombing ke Tapung. Kami saat ini juga sedang mengusulkan tambahan helikopter lagi," ujarnya.

Edy menambahkan, saat ini di Riau hanya terdapat dua unit helikopter yakni satu untuk patroli dan satu untuk water bombing. 

Pihaknya sudah mengusulkan bantuan helikopter water bombing sejak awal, namun proses pengirimannya membutuhkan waktu yang lama karena helikopter tersebut didatangkan dari Australia.

"Helikopter water bombing yang ada di Riau saat ini dikirim dari Australia. Jadi memang prosesnya cukup lama," sebutnya.

Saat ini, Karhutla sudah terjadi di seluruh daerah di Riau. Pemerintah 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau juga telah menetapkan status Siaga Darurat Karhutla. 

Langkah ini diambil untuk memperkuat kesiapsiagaan serta mempercepat respons dalam penanganan apabila terjadi kebakaran lahan di wilayah tersebut.

"Saat ini 12 kabupaten/kota di Riau sudah menetapkan status siaga darurat Karhutla," pungkas. (*)

Tags : kabut, cauca berkabut, pekanbaru, polusi udara, asap karhutla,