Indragiri Hulu   2021/04/09 13:33 WIB

Cerita Petani Kebun Sawit Pola Kemiteraan, Lahannya Tak Kunjung 'Dikonversi' PT TSM

Cerita Petani Kebun Sawit Pola Kemiteraan, Lahannya Tak Kunjung 'Dikonversi' PT TSM
Asun alias Mastur, Direktur PT Tani Subur Makmur (TSM).

Masyarakat Desa Sei Guntung Hilir Indragiri Hulu (Inhu), Riau telah menyerahkan lahan mereka untuk pembangunan kebun kelapa sawit dengan pola kemitraan, tapi tak kunjung dikonversi [perubahan pemilikan atas suatu benda, tanah, dan sebagainya] oleh PT Tani Subur Makmur (TSM). 

RIAUPAGI.COM, INDRAGIRI HULU - Sarkawi (48) salah seorang warga Desa Sei Guntung Hilir, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) merupakan satu dari ratusan warga lainnya yang ada di daerah itu bersama petani sawit lainnya semula menyepakati untuk bermitra dengan PT TSM dan menjadi anggota Koperasi Albarokah mengelola lahannya menjadi kebun sawit.

"Sejak 16 tahun yang lalu masyarakat disini telah menyerahkan lahan seluas 4.000 hektar kepada PT TSM untuk dijadikan kebun sawit dengan komposisi 60:40. Tapi ya begini-begini saja," katanya yang terlihat sedikit mengeluhkan tentang lahan kebun sawit yang dikelola tak maksimal.  

Kemitraan bersama PT TSM tidak berjalan sesuai dengan kesepakatan, warga pun pernah mengadukan nasibnya ke Pemerintah Kabupaten Inhu.

Akhir tahun lalu [2020] sawit-sawit milik Sarkawi dan petani lain menghadapi panen. Hamparan sawit yang digadang bakal menjadi pondasi ekonomi keluarga dan bekal pendidikan anak-anaknya tak juga menunjukkan hasil yang memuaskan. Pada awal tahun 2005, tanaman sawit warga 4000 hektare yang tergabung dalam Koperasi Albarokah, tak pernah dilakukan peremajaan membuat peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani semakin suram.

"Pembangunan kebun kelapa sawit dengan pola kemitraan ini sudah dilakukan, tapi luput peremajaan, jaminan atas proses tanam ulang tanpa bakar, jaminan sumber bibit yang bersertifikat, jaminan pembiayaan dan pemeliharaan, serta jaminan atas produksi juga tak pernah dilakukan PT TSM sebagai pengayom para petani," ungkapnya.

"Dengan adanya kemitraan bersama PT TSM, kami sangat dirugikan. Sebab kami tak dibimbing dari awal sampai panen. Kami juga dirugikan dengan harga yang tak kompetitif serta tak dilakukannya penerapan budidaya sawit lestari," kata Sarkawi dalam bincang-bincangnya belum lama ini.

Empat tahun menunggu masa tanam hingga panen tiba [sejak dibuka tahun 2005] silam bukan waktu singkat. Selama masa tanam, persoalan yang jamak dihadapi petani adalah hilangnya pendapatan. Bagi sebagian petani yang lahannya lebih luas dan masih memiliki areal produktif, barangkali bukan sebuah masalah. Namun tidak bagi Sarkawi dan ratusan petani lainnya di Desa Sei Guntung Hilir.

Diakuinya, para petani di desa itu akan terancam kehilangan pendapatan selama masa tanam. "Sampai kini pun perusahaan itu tetap 'lepas tangan' seakan membiarkan para petani dalam proses penanaman ulang, pemeliharaan, pemupukan, hingga masa panen," ujar Sarkawi yang diamini para petani lainnya yang saat itu duduk bersama di areal lahan sawit warga yang terlihat tak terurus.

"Dengan begini kami tak bisa menopang kebutuhan sehari-hari selama menunggu masa panen. Kami para petani juga tak fokus merawat sawit-sawit kami," katanya.

Heriadi, anggota Koperasi Barokah lainnya pun tampak mengamini. Dia mengatakan 'keteteran' memenuhi kebutuhan keluarganya, sejak menghadapi masa panen perdana sejak dibuka kebun sawit tahun 2005 lalu.

Masa Kepala Desa Sungai Guntung Hilir dijabat Samsuri pernah menanggapi soal kemiteraan lahan kebun sawit warga dengan PT TSM ini menjelaskan persoalan itu ibarat dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Diakuinya, Desa Sungai Guntung Hilir berkembang pesat menjadi desa yang mandiri secara ekonomi karena keberadaan perusahaan PT TSM. Awalnya keberadaan perusahaan mendapat sambutan positif dengan menerima kemiteraan sawit masyarakat untuk memenuhi dan meningkatkan taraf ekonomi warga.

"Petani kami telah bermitra dengan PT TSM selama ini. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan baik hingga akhirnya petani kami sepakat melanjutkan kemitraan," katanya.

Lahan warga tak kunjung dikonversi

Lahan kebun sawit warga Desa Sei Guntung Hilir dengan pola kemiteraan tak kunjung dikonversi, warga terlanjur serahkan 4000 hektar [Ha].

Namun enam belas tahun sudah berjalan, kemitraan bersama PT TSM, tidak berjalan sesuai dengan kesepakatan, dan akhirnya warga Desa Sei Guntung Hilir, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) ini mengadukan nasibnya ke Pemerintah Daerah Inhu namun tetap tak membuahkan hasil.

Selain kebun tak kunjung dikonversikan, warga menilai sistem pengelolaan di Koperasi Albarokah tidak transparan dan berpihak kepada PT TSM. Akibatnya amarah dan emosi warga pun memuncak dengan mengadukan nasibnya ke pemerintah tepatnya Senin 9 Oktober2017 lalu, ratusan warga Desa Seiguntung Hilir pun memilih berunjukrasa ke Kantor Bupati Inhu di Pematang Reba Rengat Barat.

Warga menilai pengelolaan pola mitra yang tidak terbuka, pihak PT TSM selain bapak angkat tampak enggan melakukan konversi. Hendrizal masa menjabat sebagai Kepala Dinas Perkebunan Inhu didampingi Stakeholder terkait mengatakan akan memperintahkan tim audit independen ke koperasi Albarokah. 

"Pola tata kelola Koperasi Albarokah tidak pernah transparan. Selain sudah bermitra belasan tahun, tapi yang diterima hasi kebun sawit baru sekali [tahun 2015]. Itupun hanya Rp 35 ribu per keluarga,” sesal Koordinator lapangan, Joni Indriwadi  yang diaminkan ratusan warga.

Terpisah, Pengelola Koperasi Albarokah, Maljus dan Direktur Utama PT TSM, Asun alias Mastur pernah berjanji lahan kebun sawit warga akan dikonversi hingga akhir tahun 2017. Namun sampai kini Asun alias Mastur belum menjelaskan soal proses peremajaan sawit, mulai penebangan sawit tua, pembersihan lahan, penanaman bibit, pemeliharaan, hingga proses panen kebun sawit yang sudah dibuat kemiteraan itu. 

"Agaknya sistem manajemen tunggal untuk mengakselerasi program PT TSM untuk Sawit Rakyat ini pun tak berjalan maksimal."

"Dalam program perusahaan Untuk Sawit Rakyat seharusnya ada program padat karya. Langsung petani sebagai pekerja di kebunnya sendiri yang diharap bisa mendapatkan penghasilan di masa-masa sebelum panen dan ada transparansi dan transfer pengetahuan, ini juga ternyata tak berjalan sepenuhnya."

Rata-rata warga mengaku pendapatan mereka tak terdongkrak dengan produktivitas Tandan Buah Segar (TBS) walaupun harga sawit saat mengalami yang tinggi. Warga memprediksikan kerugian dan merosotnya ekonomi serta hasil panen terus terjadi hingga tahun-tahun mendatang. (*)

Tags : PT Tani Subur Makmur, Inhu, Kebun Sawit Pola Kemiteraan, Lahan Kebun Sawit Pola Kemiteraan Tak Kunjung Dikonversi,