INTERNASIONAL - Manuver Houthi di Laut Merah dengan drone unmanned aerial vehicle (UAV) terbukti manjur meski beberapa kali digagalkan oleh pasukan Blok Barat.
Keberhasilan Houthi dalam bermanuver di Laut Merah rupanya ingin ditiru oleh China yang hendak bermaksud menguasai Laut Natuna Utara.
China bahkan rela berlatih agar bisa meniru cara Houthi bermanuver di Laut Merah demi ambisinya menguasai Laut Natuna Utara yang mendapat pertentangan dari banyak negara ASEAN.
Dilansir ZONAJAKARTA.com dari laman Eurasian Times pada Sabtu, 13 Januari 2024, China baru-baru ini melakukan latihan menembak sasaran udara dengan kriteria "rendah, lambat, dan kecil".
Latihan tersebut digelar sepanjang waktu untuk mematangkan sejumlah skill pertempuran seperti penembakan dengan peluru tajam, manuver formasi, dan pengisian ulang maritim dengan menggunakan beberapa pencapaian penelitian ilmiah terbaru.
Untuk menunjang pelatihan, sebuah detasemen kapal perusak yang terhubung dengan Komando Teater Selatan PLA mengumpulkan sejumlah kapal perang antara lain Tipe 055 hingga kapal perusak Tipe 052D.
Dengan sebuah sistem radar canggih, kapal perusak berat Tipe 055 Yan'an mampu mendeteksi beberapa gelombang target yang terbang rendah dan bergerak lambat untuk segera mendekat setelah mencapai area misi yang ditugaskan.
Latihan tersebut bersifat konfrontatif dan tidak memiliki jadwal atau skenario yang telah ditentukan.
Akan tetapi untuk ke depannya, China akan meningkatkan kerja sama dengan peneliti sekaligus menguji kemampuan operasional gabungan kapal perang yang dilatih secara lebih lanjut demi terbentuknya skenario pertempuran yang realistis.
Global Times juga melaporkan bahwa pelatihan yang dilakukan China tidak memiliki tujuan spesifik untuk menghadapi konflik yang mereka hadapi.
Sebab, potensi serangan dalam konflik geopolitik bisa saja terjadi tanpa diprediksi sebelumnya.
Sementara Negeri Tirai Bambu juga mengamati tren penyerangan musuh dalam peperangan dengan bantuan drone UAV.
China meyakini bahwa drone UAV jauh lebih mematikan karena sulitnya dideteksi oleh radar konvensional.
Bahkan saking sulitnya untuk dideteksi, seorang pengamat militer di negara tersebut meyakini bahwa proses identifikasi oleh radar konvensional juga mengalami kesulitan yang sama.
Keberhasilan Houthi menggunakan drone tipe UAV yang berasal dari Iran menjadi motivasi China untuk mematahkan dominasi Barat di dunia.
Cara inilah yang digunakan Hamas dalam serangan pada 7 Oktober 2023 lalu dan sulit untuk dideteksi oleh tentara Zionis Israel.
Hal ini memaksa negara-negara Barat untuk melancarkan balasan bahkan hingga harus menguras anggaran.
Dalam konteks eskalasi di Laut Natuna Utara, China Taipei tampak semakin berani untuk membuktikan bahwa pihaknya berhak untuk merdeka sepenuhnya dari China.
Apalagi, pecahan dari Republik Rakyat Tiongkok itu mendapat dukungan kuat dari NATO yang dikomandoi oleh Amerika Serikat.
Beberapa negara ASEAN khususnya Filipina juga menunjukkan keberaniannya untuk menghadang manuver China di kawasan perairan strategis tersebut.
Begitupun Malaysia yang juga harus menjaga aset strategis mereka, khususnya terkait pengelolaan sumber daya alam.
Sementara sebaliknya, China bertekad untuk memberangus segala bentuk tindakan separatis dari China Taipei.
Untuk mewujudkan hal ini, pemerintahan Presiden Xi Jinping bahkan rela "cawe-cawe" dalam Pemilu China Taipei yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Lai Ching Te selaku Wakil Presiden China Taipei sekaligus kandidat presiden dari Partai Progresif Demokratik (DPP) juga menyoroti upaya China yang menggunakan ancaman militer, pemaksaan ekonomi, perang kognitif, dan penyebaran informasi "palsu".
Apakah latihan yang dilaksanakan China melalui PLAAF berhasil? Bisakah meniru jejak Houthi dalam menggunakan drone UAV? Wait and see.
Sumber: Global Times, Eurasian Times
Tags : Laut Merah, Houthi, Laut Natuna Utara, China, drone,