PEKANBARU - Panitia Khusus (Pansus) defisit APBD Riau 2024 tak kunjung dibentuk, buat mahasiswa Cipayung Plus terus menuntut dibahasnya Rp1,8 triliun ini.
Mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus Riau kembali mendatangi gedung DPRD Provinsi Riau, Selasa sore (23/9/2025).
Mereka mendatangi satu per satu fraksi untuk menyerahkan surat permintaan hearing terkait persoalan defisit pada APBD Riau 2024.
Cipayung Plus adalah gabungan organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan seperti HMI, GMNI, PMII, IMM, dan organisasi lainnya.
Koordinator aksi, Muhammad Irvan Husaidi dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), menjelaskan bahwa kedatangan mereka merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya dengan Ketua DPRD Riau.
"Kami sudah pernah bertemu dengan Ketua DPRD mengenai rencana pembentukan pansus defisit APBD 2024. Hari ini kami kembali, sekaligus mengingatkan semua fraksi agar isu ini tidak diabaikan," kata Irvan.
Cipayung Plus mendesak agar DPRD segera menjadwalkan hearing bersama Cipayung Plus dalam waktu dekat. Menurut mereka, pembentukan Panitia Khusus (Pansus) defisit APBD langkah penting untuk transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah daerah.
"Kami menilai anggaran tahun 2024 tidak dikelola dengan baik dan jauh dari transparansi. Pansus ini harus dibentuk agar permasalahan jelas dan terang benderang," tegas Irvan.
Cipayung Plus berharap seluruh fraksi DPRD Riau memberikan ruang diskusi terbuka, sehingga persoalan defisit anggaran dapat diselesaikan secara tuntas untuk kepentingan publik.
Koalisi organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus Riau terus mendesak DPRD Riau segera merealisasikan janji membentuk Pansus untuk mengusut defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau sebesar Rp 1,76 triliun.
Desakan ini muncul lantaran Ketua DPRD Riau, Kaderismanto, sebelumnya berjanji akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan mahasiswa pada awal Agustus 2025. Namun, hingga kini, janji tersebut belum juga terealisasi.
“Kemarin Pak Kaderismanto menjanjikan akan digelar RDP dengan mahasiswa di minggu pertama Agustus, atau setelah Kongres PDIP. Tapi sampai hari ini, kami belum mendapat kabar apa pun,” ungkap Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Wilayah Riau, Febriansyah, Senin (11/8) lalu.
Senada, Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Riau, Teguh Azmi, menegaskan bahwa defisit APBD Riau bukan sekadar angka di atas kertas.
Kondisi ini, kata dia, sudah memukul pembangunan daerah, menghambat pelayanan publik, dan berpotensi menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.
“Semakin lama ditunda, semakin besar risiko yang harus ditanggung masyarakat. DPRD jangan menunggu situasi ini memburuk, karena rakyatlah yang akhirnya menanggung beban,” tegas Teguh.
Teguh memastikan, Cipayung Plus Riau akan terus mengawal proses pembentukan Pansus hingga benar-benar terbentuk dan bekerja.
Bahkan, pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk menggelar aksi unjuk rasa jika DPRD tetap mengabaikan tuntutan ini.
“Kami ingin masalah defisit ini dibongkar secara transparan. Betul-betul transparan dan melibatkan berbagai elemen. Siapa pun yang lalai harus bertanggung jawab atas penggunaan anggaran yang ugal-ugalan ini,” pungkasnya.
Cipayung Plus Riau menilai kepemimpinan SF saat menjadi Penjabat (Pj) Gubernur Riau tahun 2024 silam, menjadi faktor utama penyebab kekacauan tata kelola keuangan daerah hingga berujung defisit APBD sebesar Rp1,8 triliun.
“Pendapatan diduga dibesar-besarkan, dan belanja juga dilakukan besar-besaran yang sarat kepentingan politik. Akibatnya, utang daerah menumpuk hingga Rp1,8 triliun. Ini bukti tata kelola keuangan yang gagal total,” tegas Ketua Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (Himapersis) Riau, Zul Ikhsan Maarif atau akrab disapa ZIM, Sabtu (7/9).
Zul Ikhsan Maarif menuturkan, defisit yang membengkak tersebut tidak terlepas dari dugaan manipulasi pendapatan dan belanja daerah.
Selain itu, Zul Ikhsan Maarif juga menyoroti dugaan penempatan dana Participating Interest (PI) ke bank non-daerah, padahal Riau memiliki BUMD perbankan, yakni Bank Riau Kepri (BRK) Syariah.
“Mengapa dana PI itu tidak ditempatkan di bank daerah? Apakah ada yang ditakutkan oleh Pemprov Riau di bawah kepemimpinan SF Hariyanto? Ini pertanyaan serius yang harus dijawab,” ujarnya.
Lebih jauh, ZIM juga menyinggung soal penerimaan insentif oleh SF Hariyanto yang sempat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Baca juga: Wagub Sambut Pangdam XIX/Tuanku Tambusai, Perkuat Ketahanan NKRI di Riau-Kepri
Ia menyebut, hal ini janggal mengingat SF Hariyanto sudah menerima tunjangan tambahan penghasilan pegawai (TPP) sebesar Rp90 juta per bulan sebagai Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau.
“Seorang Sekdaprov dengan tunjangan sebesar itu masih menerima insentif hingga menjadi catatan BPK. Ini tidak hanya janggal, tetapi juga melanggar etika dan aturan,” kata ZIM.
Atas sederet persoalan tersebut, Cipayung Plus Riau menuntut DPRD Riau tidak tinggal diam. Mereka mendesak agar segera dibentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut tuntas masalah keuangan di era kepemimpinan SF Hariyanto.
“DPRD jangan main-main. Kalau tidak segera bergerak, ini sama saja membiarkan uang rakyat digelapkan tanpa ada pertanggungjawaban. Rakyat berhak tahu siapa yang harus bertanggung jawab,” pungkasnya. (*)
Tags : defisit anggaran, riau, cipayung plus riau, tuntut soal realisasi pembentukan pansus, cipayung plus riau tuntut penyelesaian defisit, defisit apbd 2024 rp1, 8 triliun, News,