JAKARTA - Jumlah warga miskin di Indonesia meningkat lebih dari 2,7 juta jiwa akibat pandemi Covid-19, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Peneliti mengatakan meningkatnya angka kemiskinan karena kebijakan pandemi yang tak tegas di awal dan upaya untuk memulihkan kondisi ini memerlukan waktu yang cukup lama.
BPS mencatat kenaikan angka kemiskinan pertama dalam tiga tahun terakhir akibat virus corona. Mereka yang masuk kategori miskin - berdasarkan data BPS - adalah yang pengeluarannya di bawah Rp460 ribu per orang atau Rp2,2 juta per keluarga per bulan. Meski begitu, pemerintah mengklaim bantuan sosial yang diberikan sudah sangat menekan angka kemiskinan.
Pemerintah mengatakan akan terus memberikan bansos seraya memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) demi pemulihan ekonomi. Salah seorang yang terdampak adalah Ikin, seorang laki-laki berusia 37 tahun, yang harus banting setir menjadi pengemudi ojek daring sejak pandemi Covid-19 melanda. Sebelumnya, Ikin bekerja di sebuah pabrik sepatu di Kabupaten Tangerang, Banten, dengan penghasilan sesuai Upah Minimal Regional, yakni sekitar Rp4 juta per bulan.
Namun, tahun lalu, ayah satu anak ini di PHK karena pabriknya yang terdampak pandemi. Pendapatannya pun menurun drastis. "Dapat Rp 50.000 pun sudah alhamdulillah untuk sehari-hari saat ini. Untuk pendapatan per bulan sangat jauh dari saat saya masi bekerja jauh sekali. Istri baru saja November pabriknya tutup juga, kena dampak juga," kata Ikin dirilis BBC News Indonesia.
Dengan penghasilan sekitar Rp50.000 per hari, Ikin hanya menghasilkan sekitar Rp1,5 juta per bulan, atau di bawah rata-rata garis kemiskinan per keluarga menurut BPS. Ia juga mengaku tidak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah, meski sempat mengikuti program Pra Kerja tahun lalu. Ikin termasuk satu dari sekitar 2,76 juta orang yang masuk kategori miskin sejak pandemi melanda Indonesia di awal tahun lalu.
Jika dibandingkan September 2019, angka kemiskinan di Indonesia naik hampir 1% pada September 2020, membuat jumlah warga miskin mencapai hampir 28 juta orang atau 10,19%. Melalui keterangan tertulisnya, Kementerian Keuangan mengeklaim bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), telah menahan angka kemiskinan. Tanpa perlindungan sosial, Bank Dunia memperkirakan angka kemiskinan bisa mencapai 11,8%, kata kementerian itu. Kepala Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu mengatakan, "Artinya, program PEN sepanjang 2020 diperkirakan mampu menyelamatkan lebih dari 5 juta orang menjadi miskin baru".
Peneliti ekonomi Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, sepakat dengan klaim soal itu, meski ia menyamakan bansos seperti pereda nyeri saja. "Mungkin kita harus memperpanjang bansos sampai bulan Maret, masih perlu jor-jorankarena pemulihan ekonomi sampai pertengahan tahun 2021 kemungkinan kan masih belum pulih perekonomiannya. Bansos masih harus cakupannya disamakan seperti 2020. Tapi apakah kebijakan ini berkelanjutan? Tidak. Namanya painkiller(pereda nyeri), itu hanya meredakan, tidak menjadi solusi penyakit itu sendiri," ujarnya.
Ia menambahkan pemulihan ekonomi di Indonesia mungkin membutuhkan waktu lama. "Kita secara jujur, Indonesia itu nanggung semua di awal. Pengen dua-duanya dapat. Kesehatannya bagus, ekonominya bagus. Yang terjadi, kesehatannya nggak bagus, ekonominya nggak bagus-bagus amat," kata Teguh.
Ia membandingkan kebijakan yang diterapkan di Indonesia, dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara, seperti Vietnam. "Mereka fokus ke kesehatan. Secara ekonomi jangka pendek memang parah, tapi setelah itu kesehatan terkontrol, aktivitas ekonomi kembali pulih lebih cepat. Indonesia serba nanggung, jadi relatif pemulihan ekonominya cukup lama," ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan anggaran untuk PEN tahun 2021 mencapai sekitar Rp688 triliun. Pada tahun 2020, realisasi anggaran PEN mencapai sekitar Rp580 triliun. Sebanyak Rp150,21 triliun akan dialokasikan untuk bantuan sosial. Menurut Teguh, ke depannya pemerintah perlu fokus menggerakan ekonomi, salah satunya dengan memberi bantuan pada wirausahawan mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Mereka, katanya, juga perlu didorong ke arah ekonomi digital untuk bisa berkembang di tengah pandemi yang membatasi pergerakan warga. Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Prof Rully Indrawan sependapat dengan saran itu. "Persoalan kemiskinan, pengangguran yang meningkat tajam sekali karena dampak pandemi, suka tidak suka, UMKM satu-satunya solusi, nggak ada solusi lain," ujar Rully.
Sebelumnya, pemerintah menggelontorkan hibah sebesar Rp2,4 juta per bulan selama empat bulan untuk sejumlah UMKM yang memenuhi syarat. Rully mengatakan pemerintah akan berupaya mempermudah izin UMKM dan membuka akses pembiayaan yang lebih mudah bagi para pengusaha. Sejauh ini, kementeriannya mencatat ada sebanyak 64 juta unit usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia. Jumlahnya diperkirakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah pengangguran dalam negeri akibat pandemi Covid-19. Melalui program PEN, pemerintah menganggarkan sekitar Rp187 triliun untuk pengembangan UMKM di tahun 2021. (*)
Tags : Covid-19, Pandemi Berdampak pada Kemiskina, 2, 7 Juta Orang Masuk Kategori Miskin ,