JAKARTA - Kerajaan Arab Saudi sudah mengumumkan bahwa penyelenggaraan haji 1443 H akan diikuti 1 juta jemaah dari berbagai negara. Bersamaan itu, Saudi mengumumkan persyaratan jemaah yang berangkat haji tahun ini.
Tetapi Pengamat Haji dan Umroh (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Dadi Darmadi menilai bahwa permasalahan daftar tunggu haji harus disosialisasikan oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Menurutnya pemerintah harus memberikan penjelasan kepada calon jamaah terkait haji kedepannya akan seperti apa.
Dadi mengatakan pemerintah dalam hal ini Kemenag harus bisa memberikan antisipasi dan respon terhadap daftar tunggu haji tersebut.
"Bisa saja dilakukan sosialisasi kepada ormas-ormas Islam, ahli statistik atau para ulama," kata Dadi pada media, Kamis (5/1).
Diwartakan sebelumnya kuota haji Indonesia akan dipulihkan seperti sebelum pandemi. Hal itu berkaitan dengan Arab Saudi yang menormalisasikan penyelenggaraan ibadah haji 2023.
Terkait hal itu, antrean ibadah haji yang sempat tertunda saat pandemi akan berdampak pada daftar tunggu haji yang paling lama mencapai 97 tahun.
Sementara pemerintah Saudi sudah mengumumkan persyaratan jemaah yang berangkat haji, ada dua syarat yang ditentukan, yakni:
Sebelumnya, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief mengajak Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) untuk ikut menyosialisasikan kebijakan terbaru dari Pemerintah Arab Saudi.
"Saya mohon bantuannya dari PPIU ataupun PIHK untuk dapat mensosialisasikannya kepada jemaah haji," kata Hilman saat menghadiri pertemuan salah satu asosiasi PPIU dan PIHKdi Jakarta, Sabtu (9/4/2022) kemarin.
Menurut Hilman, pengumuman dari Saudi menjadi jawaban atas kerinduan jemaah Indonesia untuk bisa melaksanakan ibadah haji. Dia mengajak semua pihak untuk membangun narasi yang memberi semangat kepada jemaah yang nantinya bisa berangkat tahun ini, dan mereka yang masih dalam masa tunggu.
"Bangun narasi untuk menyemangati jemaah kita yang insya Allah berangkat tahun ini. Kita juga harus menyemangati jemaah yang berangkatnya tahun depan," kata Hilman.
Terkait jemaah lanjut usia (lansia), Hilman mengaku pada awalnya sudah mempersiapkan skenario dengan memprioritaskan jemaah lansia. Namun, kebijakan Arab Saudi menentukan maksinal 65 tahun.
"Saya juga berdiskusi pak Menteri untuk lansia skenarionya seperti apa. Nampaknya, setelah muncul pengumuman, haji tahun ini ditunjukkan bahwa maksimal usia 65 tahun," terang Hilman.
Para pelaku penyelenggaraan ibadah umrah dan haji, lanjut Hilman, agar memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa ada jemaah yang harus siap berangkat dan belum berhak berangkat. "Mari kita edukasi masyarakat bahwa ada yang harus siap berangkat tahun ini dan juga mungkin harus siap berangkat nya adalah tahun depan," sebutnya.
Dalam kesempatan itu, Hilman juga menyampaikan bahwa Kemenag tengah menyiapkan program "Sapa Jemaah Haji". Program ini bertujuan menyapa jemaah haji yang masuk dalam masa tunggu. Ke depan, bimbingan manasik tidak hanya diberikan kepada jemaah yang akan berangkat saja.
"Kami dari Kemenag sedang merumuskan dan insya Allah sudah tinggal dicoba bagaimana kita menyapa jemaah haji yang 5 juta itu. Bahwa mereka setelah lunas belum pernah dikasih pengajian apapun, karena jemaah yang baru akan berangkat tahun depan atau tahun berjalan yang dapat materi manasik," sebutnya.
"Saya ingin Kementerian Agama bisa menyapa dengan online kah, dengan pengajian kah, dengan macam-macam," sambungnya yang juga dihadiri Anggota Komisi VIII DPR RI Ali Ridho, Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu, Ketua Umum Gaphura Ali M. Amin, serta CEO Nozoly Arafah-Mina Service Syekh Jamil
Estimasi keberangkatan haji makin lama
Daftar tunggu ibadah haji yang tersaji dalam aplikasi Haji Pintar atau website Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) menunjukkan data estimasi keberangkatan yang semakin lama. Beberapa provinsi bahkan masa tunggunya lebih dari 90 tahun.
Kasubdit Siskohat Ditjen PHU Hasan Afandi menjelaskan bahwa mundurnya estimasi keberangkatan disebabkan bilangan pembagi daftar tunggunya didasarkan pada kuota haji tahun berjalan.
“Estimasi keberangkatan selalu menggunakan angka kuota tahun terakhir sebagai angka pembagi. Tahun ini kebetulan kuota haji Indonesia hanya 100.051 atau sekitar 46% dari kuota normal tahun-tahun sebelumnya,” terang Hasan Afandi yang saat ini tengah bertugas sebagai Kabid Siskohat di Kantor Urusan Haji Jeddah, Rabu (15/6/2022).
Menurut Hasan, sebelum ada kepastian kuota penyelenggaraan haji 1443 H pada pertengahan Mei 2022, maka bilangan asumsi yang digunakan sebagai bilangan pembagi masih menggunakan kuota berdasarjan MoU penyelenggaraan haji 2020 (pada akhirnya ada kebijakan membatalkan keberangkatan karena pandemi Covid-19), yaitu 210ribu.
Sejak ada kepastian bahwa kuota haji 1443 H adalah sekitar 100ribu, maka bilangan pembaginya mengalami penyesuaian.
“Hal inilah yang secara otomatis menyebabkan estimasi keberangkatan semakin lama. Sebab, ketika kuota turun, maka otomatis estimasi keberangkatan akan naik,” jelasnya.
Estimasi ini akan terus berjalan sampai dengan adanya kepastian kuota haji pada tahun 1444 H/2023 M. Jika kuota kembali normal, misalnya kembali ke 210ribu atau bahkan lebih, maka estimasi keberangkatan akan mengalami penyesuaian.
Hasan memastikan, perubahan estimasi keberangkatan bukan karena naiknya jumlah pendaftar dalam kurun Mei – Juni 2022 (setelah penetapan kuota haji 1443 H). Sebab, kalau kenaikan jumlah pendaftar, dampaknya hanya pada yang baru mendaftar, tidak ada pengaruhnya terhadap perubahan estimasi keberangkatan jemaah yang sudah lama mendaftar.
Hasan berharap tahun depan kuota haji Indonesia kembali normal atau bahkan lebih banyak dari kuota normalnya. Sehingga, estimasi keberangkatan jemaah akan kembali berubah, sesuai bilangan pembaginya. "Bila kuota nasional kembali 100 persen, secara otomatis, estimasi keberangkatan akan menyesuaikan kembali, karena sistem aplikasinya memang begitu," tutupnya. (*)
Tags : haji, jadwal tunggu haji, ibadah haji, pengamat haji, jadwal tunggu ibadah haji,