PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Pencairan Dana Bagi Hasil (DBH) sawit untuk Provinsi Riau masih menunggu PMK. Kendati Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia (RI) terkait DBH perkebunan sawit telah terbit.
"Dana DBH sawit Rp3,4 triliun untuk pemberdayaan petani Riau."
"Kemudian juga ekternalitas pembangunan dengan persentase. Eskternalitas disini yakni dampak-dampak lingkungan, kemudian hal-hal lain yang berkaitan dengan jalan atau infrastruktur yang berdampak dari industri kelapa sawit tersebut," kata Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau, Syahrial Abdi.
PP itu tertuang dalam PP Nomor 38 Tahun 2023 tentang DBH Sawit. Terbitnya Peraturan Pemerintah terkait DBH Perkebunan Sawit di Indonesia, diharapkan bisa meningkatkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Riau terutama untuk memacu pembangunan.
Apalagi Provinsi Riau termasuk daerah yang punya perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia. Ada sekira 3 juta hektare lebih kebun kelapa sawit di Riau.
Syahrial Abdi menyebut, PP tersebut akan mengatur DBH kelapa sawit baik daerah penghasil maupun daerah yang berbatasan dengan daerah penghasil.
DBH sawit ini berasal dari persentase pendapatan bea keluar dan pungutan ekspor. Pada awalnya, pihak Pemprov Riau mengusulkan 20 persen DBH dari bea keluar dan pungutan ekspor, namun pada akhirnya disetujui hanya 4 persen.
"DBH tersebut masuk dalam siklus APBN, namun untuk penyalurannya menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK)," tutur Syahrial Abdi.
Sebelumnya, Gubri Syamsuar mengapresiasi dengan telah terbitnya PP terkait DBH sawit itu. Hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap pendapatan daerah.
"Alhamdulillah PP nomor 38 tahun 2023 tentang dana bagi hasil telah terbit, Insyaallah akan meningkatkan pendapatan pada APBD kita. Tentunya akan bermanfaat untuk pelaksanaan pembangunan," kata Syamsuar.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2023 tentang Dana Bagi Hasil (DBH) Perkebunan Sawit, yang akan menjadi landasan aturan untuk pencairan DBH sawit ke daerah.
Dana DBH dibagikan kepada daerah penghasil sawit dengan tujuan untuk untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah lain non penghasil sawit.
Sekretaris Jendral SPKS, Mansuetus Darto, mengharapkan kepala daerah yang akan menerima dana DBH sawit agar mengalokasikan dana itu untuk pemberdayaan petani dan mendukung percepatan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
"DBH sawit harus berdasarkan rencana aksi daerah dan pemda harus menentukan skala prioritas pekerjaan. Mengharapkan, pemda dapat menggunakan DBH ini untuk pemberdayaan petani dan pembangunan kelompok serta penyelesaian konflik dalam perkebunan termasuk pemetaan kelapa sawit untuk dapat comply dengan aturan Uni Eropa dan pendekatan sertifikasi," kata Mansueto, Kamis (27/7).
Mansueto menambahkan, selain itu diharapkan juga agar pemda tidak memanfaatkan dana itu untuk ekspansi sawit dengan alasan menambah jatah DBH. Pemerintah harus konsisten meningkatkan produksi sawit berkelanjutan agar daerah bisa menghasilkan lumbung sawit berkelanjutan.
Sebelumnya kementerian keuangan menyatakan ada 350 daerah penghasil sawit yang bakal kena guyur DBH yang totalnya Rp3,4 triliun. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman mengonfirmasi bahwa anggaran DBH sawit sudah masuk ke dalam APBN 2023.
Apabila prosesnya dapat berjalan lancar sesuai rencana, maka paling cepat DBH sawit akan mulai dicairkan di Agustus 2023.
"Target kami ya akhir bulan ini, atau awal bulan depan sudah bisa selesai PP-nya. Nanti akan dikeluarkan PMK soal pembagiannya dan bisa segera disalurkan," tandas Luky. (*)
Tags : dana bagi hasil, dbh sawit, dbh sawit riau rp3, 4 triliun, dbh sawit untuk pemberdayaan petani riau, dbh sawit masih tunggu peraturan menkeu, news,