JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengakui masih terdapat persoalan data penerima dalam penyaluran bantuan sosial. Hal ini ia ungkapkan saat meninjau pembagian uang tunai bagi keluarga penerima manfaat yang digelar di Kantor Pos Jalan Ir. H. Juanda, Kota Bogor, Rabu 13 Mei 2021 lalu.
"Memang ada satu sampai tiga yang berkaitan dengan data itu masih belum bisa diperbaiki (di tahap pertama). Tapi saya kira nanti pada tahapan kedua bulan depan Insya Allah akan lebih baik lagi," kata Jokowi dalam keterangan pers.
Data yang amburadul menjadi persoalan bagi penyalur bantuan di bagian hilir, yaitu ketua Rukun Tetangga (RT). Mereka berharap ada perbaikan di tahap penyaluran berikutnya. Perbaikan data ini nantinya akan dilakukan bersama antara pemerintah pusat dan daerah dalam rangka penyaluran bantuan sosial.
Tak kurang dari 10 kilometer dari lokasi Presiden Jokowi memantau bantuan uang, Iman Himadudidas sedang berkumpul bersama tiga anaknya yang masih kecil. Iman merupakan salah satu ketua RT di Kelurahan Cikaret, Bogor Selatan. Dia sudah dua bulan lebih tidak bekerja di salah satu lembaga pendidikan untuk kajian Islam. "Kajian Islam dan Dakwah, jadi kelas-kelasnya diliburkan total 100 kelas. Dulu kita di kabupaten dan kota Bogor," kata Iman seperti dirilis BBC News Indonesia, Rabu (13/05).
Iman mengaku selama tak bekerja, ia hanya bertumpu dari bantuan sanak saudara. "Yang kira-kira saudara mampu, saya mohon tolong saja. Saya juga kebingungan untuk (kebutuhan) sehari-hari," katanya.
Di lingkungan RT-nya, terdapat sekitar 60 keluarga. Menurut Iman, hampir separuhnya menjadi korban PHK atau sedang dirumahkan dari pekerjaan. Namun, tak satu pun tercatat menerima bantuan sosial tunai. "Kalau RT saya, bantuan langsung tunai itu belum dapat dari Jokowi," katanya.
Dari 60 keluarga di RT ini, kata Iman, penerima bantuan tercatat hanya empat keluarga. Itu pun dari pemerintah daerah setempat. Satu keluarga menerima bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat berupa sembako senilai Rp350.000 dan uang tunai Rp150.000. Sementara itu, tiga keluarga mendapat bantuan langsung tunai dari Pemkot Bogor masing-masing Rp500.000.
Sebelumnya, Iman sudah mengajukan semua warganya yang terdampak Covid-19 ke dalam daftar baru penerima bantuan sosial ke kelurahan setempat. Tapi, hanya empat nama keluarga yang keluar sebagai penerima bantuan. "Tapi data yang kita ajukan, nggak semua dapat. Hanya beberapa orang, dan tidak bisa diintervensi pihak RT," kata Iman.
Iman mengaku mendapat tekanan berupa pertanyaan-pertanyaan dari warga yang belum mendapat bantuan. "Pak itu kok sudah, saya belum, kapan. Saya kan juga bingung menjawabnya, saya tanya ke kelurahan, kelurahan juga bingung jawabnya," kata Iman.
Pengangguran diusulkan masuk penerima bantuan khusus
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim mengakui belum semua warganya masuk dalam daftar penerima bantuan. Saat ini, kata dia, bantuan diprioritaskan bagi mereka yang sudah tercatat sebagai masyarakat miskin. "Jadi nomor satu itu DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dulu," katanya.
DTKS merupakan data daftar orang miskin yang berasal dari Kementerian Sosial. Di Kota Bogor, mereka yang masuk dalam daftar ini sebanyak 76.000 keluarga dari total penduduk 320.000 keluarga. Dedie melanjutkan, bagi warga yang kehilangan pekerjaan, akan masuk ke dalam data non-DTKS. Mereka nanti akan diusulkan menjadi penerima bantuan khusus. "Kita mencadangkan kepada mereka yang terdampak. Tetapi itu menyesuaikan ketersediaan anggaran, baik dari pusat, provinsi maupun dari pemerintah kota. Total yang bisa dicover itu 150.000-an keluarga," tambah Dedie.
Selain itu, Pemkot Bogor juga akan melakukan verifikasi data kembali penerima bantuan sosial. Caranya, pemkot akan menggabungkan data dari pengguna PDAM dan listrik kategori miskin, termasuk melibatkan elemen masyarakat. "Basisnya itu melibatkan tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, kader PKK, semua harus ikut," kata Dedie sambil menambahkan, momentum pandemi bisa dijadikan pemerintah untuk memperbaiki data orang miskin.
Sebelumnya, Menteri Sosial Juliari Batubara mengakui data keluarga penerima manfaat (KPM) belum sempurna, sehingga menimbulkan tumpang tindih data penerima bansos. "Tahap pertama ada kabupaten/kota minta dikembalikan lagi ada data yang belum masuk. Cukup banyak pemda yang menarik kembali karena mungkin ada warga yang terdampak belum masuk," katanya kepada media, Rabu (13/05).
Kementerian Sosial menyalurkan bantuan sosial tunai Rp600.000 kepada sembilan juta KPM seluruh Indonesia. Dana ini disalurkan sebanyak tiga kali. Total anggaran yang disiapkan sebesar Rp16,2 triliun. Tahap pertama disalurkan di Kota Bogor, Tangerang dan Bekasi. Juliari berharap dana ini disalurkan dua kali sebelum Lebaran. "Kami berharap sebelum Lebaran sebagian besar penerima bansos sudah dua kali menerima bansos tunai 2xRp600.000, nanti setelah Lebaran satu kali lagi," katanya.
Data amburadul, 'kita nggak bisa teriak'
Data yang tidak valid ini bisa jadi masalah tersendiri bagi sejumlah para ketua RT di Jakarta. Sebelumnya, sejumlah penyaluran bantuan sosial tidak tepat sasaran, seperti diungkap Ketua RT 10 RW 08 di Cipulir, Jakarta Selatan, Dedi Haryanto. "Ada yang kaya banget itu masuk. Karena orang kaya banget, mobil empat dapat kan bagaimana gitu. Tapi saya coret itu daftar ulang lagi, saya kembalikan diverifikasi," katanya.
Dedi juga bercerita terdapat kekisruhan di RT lain terkait penyaluran bantuan sosial, karena penerimanya itu-itu saja. "Di RW 07, jadi yang dapat itu-itu terus, sedangkan warga yang sisa belum kebagian saja masih ratusan. Makanya pada ribut. Kasian Pak RT-nya. Kita yang ketiban pulung, memang dapat dari sananya, seperti itu," lanjut Dedi. Akhirnya, kata Dedi, satu RW di Cipulir menyepakati untuk melebur semua bantuan yang datang, dan membagikan merata kepada seluruh warga. "Itu semuanya pada butuh zaman sekarang kan," katanya.
Kesepakatan ini juga bukan tanpa sebab. Dedi mengaku sudah mengajukan data tambahan dan perubahan, akan tetapi "yang keluar data pertama lagi". Pengalaman serupa dihadapi ketua RT di Cibubur, Jakarta Timur, Rusnadi. Kata dia, sejumlah warga yang tidak mendapatkan bansos mendatangi kediamannya. "Kalau dapat-nggak dapat saya juga nggak mengerti. Ini data dari dinas sosial," katanya.
Rusnadi berharap, data penerima bantuan bisa berubah pada penyaluran tahap kedua, supaya seluruh warga mendapat keadilan. "Kita agak kerepotan juga, masak sih yang itu-itu juga? Saya juga maunya digilir. Cuma gitu, kita nggak bisa teriak ke mana-mana, mengadunya ke mana, saya juga nggak tahu," katanya.
Kepala Dinas Sosial Jakarta, Irmansyah belum dapat merespons. Sebelumnya, Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta, Irmansyah mengatakan akan menambah penerima bantuan sosial (bansos) tahap kedua. Penambahan penerima semula tahap pertama 1,2 juta keluarga menjadi dua juta keluarga pada tahap kedua. "Tahap kedua akan bertambah, sedang dilakukan pendataan, sementara kurang lebih dua juta penerima," kata Irmansyah saat rapat bersama DPRD DKI, pekan lalu.
Kriteria yang menjadi penerima adalah warga DKI berpenghasilan di bawah Rp5 juta. Irmansyah juga mengatakan akan mengurangi salah sasaran penerimaan bansos di tahap kedua. Kata dia, Pemprov DKI Jakarta akan terus menerus memutakhirkan data. "Jadi verifikasi di lapangannya dengan kita dengan Kemensos untuk tahap kedua, dari RW akan ada kriteria-kriterianya," katanya. (*)
Tags : Data Penerima Bansos, Data Amburadul, Pak RT Kesulitan Mendata Penerima Bansos,