
PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Relawan Gabungan Rakyat Prabowo Gibran (GARAPAN) menyebut defisit APBD Riau yang mencapai Rp2,2 triliun berdampak pada jalannya program-program Gubernur Riau Abdul Wahid dan Wakil Gubernur SF Hariyanto.
"Defisit APBD Riau Rp2,2 triliun karena kinerja Gubri belum optimal, meski demikian KPK agar segera mengusut persoalan tunda bayar dari berbagai kegiatan di Pemprov Riau ini," kata Larshen Yunus, Ketua Umum (Ketum) Relawan GARAPAN tadi Jumat, (14/3).
Ia memastikan program-program yang telah dijanjikan tetap akan dilaksanakan, meski dengan keterbatasan.
"Jika melihat defisit sebesar ini, kemungkinan pelaksanaan program tidak optimal. Namun, tetap akan digesa. Seperti pepatah, kalau tidak penuh di atas, setidaknya penuh di bawah," kata dia.
Ia meminta masyarakat memahami kondisi keuangan daerah yang membatasi realisasi janji politik gubernur.
"Begitu serah terima jabatan, ada defisit Rp2,2 triliun yang harus ditutupi. Maka, mungkin ada janji yang belum bisa direalisasikan sepenuhnya. Insya Allah tahun 2026 bisa lebih optimal," tambahnya.
Sebelumnya, dalam pidato pertamanya di rapat paripurna DPRD Riau Abdul Wahid mengungkapkan, APBD Riau mengalami defisit besar.
Ia telah memimpin rapat dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mencari solusi.
"Saya sudah pimpin rapat perdana dengan TAPD. Ternyata APBD kita defisit Rp2,2 triliun. Semoga bisa diselesaikan dengan kerja sama DPRD Riau," ujar Wahid.
Gubernur juga menegaskan akan meningkatkan transparansi dalam pengelolaan anggaran, termasuk membuka kanal pengaduan bagi masyarakat terkait tata kelola pemerintahan.
Namun Larshen Yunus tetap mengkritik Defisit Anggaran di Riau ini, "Akibatnya bisa dipastikan ketergantungan transfer dana dari pusat untuk menutupi devisit."
Menurutnya, defisit anggaran APBD Provinsi Riau dan penyebabnya.
Relawan GARAPAN mengungkap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau dan sejumlah kabupaten/kota di Riau pada 2024 mengalami defisit.
Larshen mengatakan hal tersebut mengakibatkan pemerintah daerah terpaksa harus menunda pembayaran pada sejumlah kegiatan yang telah dilaksanakan.
Menurut dia, pemerintah daerah berdalih masalah ini disebabkan adanya penundaan pembayaran dana bagi hasil (DBH) dari pemerintah pusat ke daerah.
Berdasarkan data yang dihimpun, defisit anggaran yang diakibatkan oleh tunda bayar DBH dari pemerintah pusat ini terjadi di Provinsi Riau sebesar Rp 315 miliar, Kabupaten Siak sejumlah Rp 229 miliar, Kota Pekanbaru Rp 300 miliar, Rokan Hulu Rp 125 miliar, Kabupaten Pelalawan Rp 72 miliar, dan Kepulauan Meranti sebesar Rp 51,5 miliar.
“Daerah lainnya juga mengalami hal yang sama, namun tidak ditemukan data yang tersedia secara pasti,” ujar Larshen melalui keterangannya.
Dia menjelaskan, besaran DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam sesungguhnya sudah ditetapkan sesuai ketentuan perundangan-undangan, baik sumbernya maupun formula perhitungannya.
Otomatis, penyaluran DBH tersebut menjadi kewajiban pemerintah pusat.
“Kemudian dengan terjadinya tunda bayar, maka pemerintah pusat harus mengklarifikasi informasi tersebut, apakah disebabkan tidak tercapainya pendapatan negara, terutama pajak dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak), atau dialihkan untuk program yang lainnya.” tuturnya.
Menurutnya, pemerintah pusat perlu melakukan klarifikasi ihwal penyebab terjadinya tunda bayar yang berakibat pemerintah daerah tidak bisa melaksanakan pembangunan daerah secara maksimal.
Pemerintah pusat juga dinilai perlu melakukan publikasi informasi yang berkaitan dengan tunda bayar agar tidak terjadi simpang siur informasi.
Lebih lanjut, Larshen pun menilai fenomena tunda bayar ini akan berdampak pula pada APBD 2025.
“Dikhawatirkan terjadinya defisit anggaran karena terbebani kegiatan tahun sebelumnya yang belum terbayarkan,” katanya.
Ia berharap pemerintah daerah dapat mengantisipasi defisit APBN 2025 dengan melakukan penyesuaian anggaran yang mendukung pencapaian kinerja tertentu.
Tak hanya itu, dia juga menyatakan pemerintah daerah perlu melakukan efisiensi anggaran pada kegiatan yang tidak berdampak langsung.
Pemerintah Daerah masih bergantung pada dana masuk dari Pemerintah Pusat.
Adapun menurut Larshen, persoalan-persoalan ini tak terlepas dari kondisi pemerintah daerah yang masih mengandalkan dana masuk dari pemerintah pusat.
Ia berpendapat tingkat kemandirian keuangan daerah di Riau masih rendah.
“Pendapatan daerah terbesar bersumber dari dana transfer (Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Insentif),” ujar Larshen Yunus.
Khusus untuk Provinsi Riau, lanjut dia, tingkat ketergantungannya cukup rendah, yakni 40 persen dari total pendapatan daerah.
Sementara itu, pemerintah kabupaten/kota secara keseluruhan memiliki tingkat ketergantungan transfer dana dengan rata-rata mencapai 84 persen dari total pendapatan daerah.
“Sedangkan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih sangat kecil, di bawah angka 20 persen dari total pendapatan,” kata dia.
Artinya, pembiayaan untuk daerah masih bergantung pada dana yang disalurkan oleh pemerintah pusat.
Larshen Yunus yang juga selaku Ketua DPD KNPI Riau ini mengatakan, seharusnya pemerintah daerah dapat meningkatkan pendapatan asli daerahnya masing-masing.
Hal ini supaya pemerintah daerah memiliki kemandirian fiskal yang kuat untuk membiayai program prioritas daerahnya.
Ia pun merekomendasikan pemerintah daerah untuk lebih selektif terhadap program maupun kegiatan sesuai kewenangannya.
Selain itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) KNPI Pusat Jakarta itu juga meminta pemerintah daerah lebih efisien terhadap penggunaan anggaran dan lebih berorientasi terhadap kepentingan masyarakat.
Jadi Larshen Yunus lebih sepaham apa yang terjadi devisit anggaran di Riau, semestinya KPK sudah bisa melakukan pengusutan atas defisit APBD Riau Rp2,21 trilun dan tunda bayar Rp915 miliyar ini.
Angka defisit APBD Riau yang mencapai Rp2,21 triliun pasca pembahasan anggaran antara Badan Anggaran DPRD Riau dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menimbulkan dugaan adanya kesalahan yang disengaja dalam pengelolaan anggaran daerah.
Selain itu, tunda bayar sebesar Rp915 miliar turut menjadi masalah, menghambat rencana pembangunan Riau untuk tahun anggaran 2024-2025.
Hal ini semakin diperparah dengan fakta bahwa dari total APBD Riau sebesar Rp9,2 triliun, sekitar Rp6,2 triliun sudah terpakai untuk belanja aparatur.
Pembengkakan defisit APBD yang sebelumnya hanya sebesar Rp560 miliar menjadi Rp2,21 triliun, menurut beberapa pihak, merupakan sebuah kesalahan fatal. Pasalnya, dalam Perda APBD yang disepakati, defisit anggaran hanya sebesar Rp560 miliar.
Perubahan besar tersebut, yang mencakup defisit dan tunda bayar, tidak disampaikan secara terbuka oleh TAPD ataupun Pemprov Riau kepada DPRD, yang seharusnya memiliki kewenangan untuk menyetujui setiap perubahan anggaran.
"Diduga telah terjadi kesalahan yang disengaja dalam peningkatan defisit APBD ini. KPK harus turun tangan untuk mengungkapnya," ujar Advokat muda ini.
Yang lebih mencengangkan, kata Larshen, angka defisit tersebut diketahui bukan melalui TAPD atau Pemprov Riau, melainkan dari pihak ketiga.
"Jika ada perubahan anggaran tanpa persetujuan Dewan, itu sudah termasuk tindak pidana," tambah Larshen Yunus.
Menurutnya, pembengkakan defisit dan tunda bayar yang mencapai lebih dari Rp3 triliun ini mengakibatkan APBD Riau dalam kondisi kolaps, membuat Gubernur Riau yang baru dilantik kesulitan merealisasikan visi dan misinya dalam pembangunan daerah.
"Sisa anggaran hanya cukup untuk belanja pegawai saja, yang jelas merugikan program pembangunan Riau," tegasnya.
Menuntutnya, KPK untuk segera menyelidiki kasus ini karena dampaknya sangat besar bagi masyarakat Riau.
"KPK harus mengungkap tuntas penyebab defisit dan tunda bayar ini agar publik bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi," katanya.
Kasus defisit anggaran dan tunda bayar ini menjadi ujian besar bagi KPK.
Meskipun KPK sering menangani kasus korupsi melalui operasi tangkap tangan (OTT), kasus ini membutuhkan penyelidikan mendalam untuk mengungkap siapa yang bertanggung jawab.
"Penggalian informasi yang lebih dalam akan sangat diperlukan untuk mengungkap kasus ini," ujarnya.
Masyarakat Riau pun menanti pengungkapan kasus ini, karena selama ini hanya terjadi saling tuding antara OPD, tanpa ada penjelasan yang jelas dari TAPD atau Pemprov Riau kepada DPRD.
"KPK harus turun tangan untuk mengungkap dengan jelas penyebab pembengkakan defisit dan tunda bayar ini," pungkasnya.
Tetapi yang menarik pada malam ini Mantan Gubernur Riau Edy Natar Nasution, juga ikut mengomentari dan merasa prihatin yang terjadi saat ini.
Melalui sarana elektronik Whats App (WA) nya berujar; Riau harus bangkit.
Menurutnya, dengan kebijakan Presiden Prabowo terkait akan ditertibkannya lahan sawit tanpa HGU, masyarakat Riau kedepan seharusnya akan sangat sejahtera, mengingat di Riau terdapat ± 1.4jt Ha lahan yang selama ini diduga telah dikelola oleh oknum pengusaha tanpa HGU (temuan tim DPRD Prov Riau 2018).
"Secara hitungan bodoh-bodoh saja, anggaplah dari lahan yang diperkirakan seluas 1.4 Ha tanpa HGU itu hanya 1 juta Ha lahan saja yang bisa ditertibkan," kata dia.
"Setiap Ha, berdasarkan pengalaman para pengusaha sawit, akan menghasilkan bersih ± Rp2 juta/panen dalam 1 bulan, meskipun faktanya banyak yang dalam sebulan bisa 2x panen," sebutnya.
"Kalau 1 Ha saja menghasilkan bersih sebesar Rp2 juta, artinya dalam 1x panen, 1.000.000 Ha x Rp2.000.000 = Rp2 Triliun," terangnya yang tak ingin ribut soal devisit anggaran itu.
Jika diasumsikan dalam sebulan rata-rata hanya 1x panen saja, kata Edy Natar, maka setahun, Rp2T x12 bulan = Rp24T.
Berarti dalam satu periode kepemimpinan seorang Gubernur, 5 tahun x Rp 24T = Rp120T, sementara, APBD Provinsi Riau hari ini, dalam setahun hanya ± Rp10T.
Jadi Edy Natar Nasution menyimpulkan, anggaplah daerah harus berbagi dengan pusat, daerah minta 25% saja, berarti dari sektor sawit yang tidak tertib ini saja Riau berpotensi akan mendapat tambahan PAD sebesar Rp6 Trilun dalam setahun, ini jauh lebih besar daripada PI 10% yang dihasilkan dari minyak bumi yang selama ini diributkan, demikian Mantan Gubri ini menyebutkan. (*)
Tags : defisit apbd, riau, devisit Rp2, 2 triliun, kinerja gubri belum optimal, larshen yunus relawan prabowo gibran, relawan prabowo gibran minta kpk usut devisit anggaran, apbd, riau, defisit-anggaran, News,