News   2025/09/07 21:12 WIB

Defisit APBD Riau Tahun 2024 Sebesar Rp1,8 Triliun Terus di Soal Juga Mendesak Segera Pembentukan Pansus

Defisit APBD Riau Tahun 2024 Sebesar Rp1,8 Triliun Terus di Soal Juga Mendesak Segera Pembentukan Pansus
Ilustrasi

PEKANBARU - Cipayung Plus Riau menilai kepemimpinan SF Hariyanto saat menjadi Penjabat (Pj) Gubernur Riau tahun 2024 silam, menjadi faktor utama penyebab kekacauan tata kelola keuangan daerah hingga berujung defisit APBD sebesar Rp1,8 triliun.

"Defisit APBD 2024 Rp1,8 triliun terus mengemuka."

Cipayung Plus Riau menjurus dan.melontarkan tudingannya pada SF Hariyanto yang sekarang Wakil Gubri salah satu poenyebab terjadinya devisit.

Tetapi Larshen Yunus, Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik Satya Wicaksana membantah jika tudingan itu bukan lantas disebutkan faktor salah satu penyebab, bahkan bukan dikarenakan terjadinya korupsi.

Sementara SF Hariyanto, Wakil Gubernur Riau dikonfirmasi lewat Whats App (WA) nya, Minggu (7/9) tidak menjawab.

Lantas, Larshen Yunus kembali memberikan alasan-alasan bantahan atas tudingan Cipayung Plus.

Ia tidak membantah keberadaan korupsi pejabat atau kepala daerah, melainkan fokus pada penegakan hukum dan memastikan proses hukum harus berjalan sesuai aturan.

Pembantahan bisa terjadi, kata dia, jika ada tuduhan politis yang tidak mendasar, namun dalam konteks pemberantasan korupsi, fokusnya adalah pada pembuktian dan penegakan pasal-pasal korupsi seperti pada UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. 

"Kita tetap mengedepankan bukti dan proses hukum yang berlaku untuk membuktikan dugaan korupsi, tidak hanya sekadar bantahan atau tuduhan," sebut Ketua DPD I KNPI Riau ini tadi Minggu.

Seperti disebutkan Ketua Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (Himapersis) Riau, Zul Ikhsan Maarif menuturkan, defisit yang membengkak tersebut tidak terlepas dari dugaan manipulasi pendapatan dan belanja daerah.

“Pendapatan diduga dibesar-besarkan, dan belanja juga dilakukan besar-besaran yang sarat kepentingan politik. Akibatnya, utang daerah menumpuk hingga Rp1,8 triliun. Ini bukti tata kelola keuangan yang gagal total,” sebutnya didepan media, Sabtu (7/9).

Selain itu, Zul Ikhsan Maarif juga menyoroti dugaan penempatan dana Participating Interest (PI) ke bank non-daerah, padahal Riau memiliki BUMD perbankan, yakni Bank Riau Kepri (BRK) Syariah.

“Mengapa dana PI itu tidak ditempatkan di bank daerah? Apakah ada yang ditakutkan oleh Pemprov Riau di bawah kepemimpinan SF Hariyanto? Ini pertanyaan serius yang harus dijawab,” ujarnya.

Zul Ikhsan Maarif juga menyinggung soal penerimaan insentif oleh SF Hariyanto (masa menjabat Sekdaprov) yang sempat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Ia menyebut, hal ini janggal mengingat SF Hariyanto sudah menerima tunjangan tambahan penghasilan pegawai (TPP) sebesar Rp90 juta per bulan sebagai Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau.

“Seorang Sekdaprov dengan tunjangan sebesar itu masih menerima insentif hingga menjadi catatan BPK. Ini tidak hanya janggal, tetapi juga melanggar etika dan aturan,” kata Zul Ikhsan Maarif.

Atas sederet persoalan tersebut, Cipayung Plus Riau menuntut DPRD Riau tidak tinggal diam.

Mereka mendesak agar segera dibentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut tuntas masalah keuangan di era kepemimpinan SF Hariyanto.

“DPRD jangan main-main. Kalau tidak segera bergerak, ini sama saja membiarkan uang rakyat digelapkan tanpa ada pertanggungjawaban. Rakyat berhak tahu siapa yang harus bertanggung jawab,” pungkasnya.

Larshen Yunus menyikapi itu bahkan mengakui, kalau pihaknya tetap menekankan bagaimana tindakan korupsi merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sesuai dengan definisi pada Pasal 2 dan 3 UU Korupsi. 

Ia membantah atas tudingan Cipayung Plus. Jika ada tuduhan korupsi yang dianggap bermotif politik dan tidak berdasar, pihaknya tetap membantahnya untuk menjaga independensi institusi atau individu mereka. 

Ia setuju bahwa proses hukum tetap berjalan, termasuk menunggu hasil audit dari lembaga berwenang seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus-kasus tertentu. 

"Intinya, kita mendorong perbaikan transparansi dan pengelolaan keuangan yang lebih baik untuk mencegah kepala daerah terjerat korupsi," diakuinya. 

Pada kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat atau mantan pejabat, jika ada tuduhan bahwa pihak yang melaporkan memiliki motif politis, pihaknya tetap membantah tuduhan tersebut dengan menjelaskan bahwa mereka tidak memihak pada kelompok politik tertentu dan fokus pada penegakan hukum.

Ia menjelaskan masa kepemimpinan SF Hariyanto saat menjadi Penjabat (Pj) Gubernur Riau tahun 2024 silam, tanpa dasar kuat kalau dituding menjadi faktor utama penyebab kekacauan tata kelola keuangan daerah hingga berujung defisit APBD sebesar Rp.1,8 triliun adalah sangat keliru.

Dan bagaimana masa itu kepemimpinan Riau dijabat sebelumnya oleh SF Hariyanto, "saya kira defisit itu pun sudah terjadi," katanya.

Jadi menurut Larshen Yunus, pernyataan tersebut tanpa didasari data otentik, bahwa defisit yang terjadi tidak terlepas dari dugaan manipulasi pendapatan dan belanja daerah.  Inilah yang harus dibuktikan. (*)

Tags : defisit anggaran, apbd riau 2024, devisit anggaran rp1, 8 triliun mengemuka, desakan pembentukan pansus, News,