
PEKANBARU - Untuk pertama kalinya sejak 2024, APBD Riau mencatatkan defisit, membuat Dewan Pengurus Daerah (DPD) tingkat I, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Riau, mengajak kedua belah pihak (Gubernur dan Wakil Gubernur Riau) untuk duduk bersama dan melakukan tabbayun, guna menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Laporan pemprov riau soal lonjakan defisit APBD sejak 2024 hingga mencapai Rp 2,2 triliun."
"Munculnya defisit fiskal sejak awal tahun menandai bahwa tahun 2024 tidak bisa lagi dipandang sebagai tahun fiskal biasa," kata Larshen Yunus Ketua KNPI Riau yang juga Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) KNPI Pusat Jakarta ini melalui rilisnya, Senin (24/3).
Terkait dengan pembengkakan defisit itu, Larshen menilai pemerintah harus segera menata ulang prioritas belanja di tengah penurunan pendapatan.
"Belanja yang tidak mendukung pemulihan ekonomi atau pengurangan kemiskinan harus dievaluasi. Program-program populis dengan anggaran besar seperti makan siang gratis perlu dikaji ulang dalam kerangka keberlanjutan fiskal," ucap Ketua Umum (Ketum) Relawan Gabungan Rakyat Prabowo Gibran (GARAPAN) itu.
Tetapi dia mengaku akibat defisit sempat timbul kekisruhan di Pemprov Riau telah memicu perdebatan hangat antara Gubernur Riau dan Wakil Gubernur Riau.
"Informasinya, perbedaan pendapat antara keduanya disebabkan oleh adanya perbedaan angka dalam menanggapi persoalan defisit anggaran sebesar Rp.1,3 Triliun."
"Pentingnya sinergi dan persatuan dalam menghadapi tantangan yang dihadapi oleh Pemprov Riau saat ini," saranya.
Sebelumnya, Gubernur Riau, Abdul Wahid, menyatakan bahwa defisit anggaran sebesar Rp.1,3 Triliun tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kenaikan belanja daerah.
Sementara itu, Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto, menyatakan bahwa defisit anggaran tersebut harus segera diselesaikan dengan cara yang transparan dan akuntabel.
Larshen menilai kekisruahn terjadi di internal Pemprov Riau.
Menurutnya, perbedaan pendapat antara Gubernur dan Wakil Gubernur Riau menambah kekisruhan di internal Pemprov Riau, terutama ketika pelaksanaan Rapat Forum Konsultasi Publik RPJMD pada 12 Maret 2025 silam.
Menurut Gubernur Abdul Wahid menyebutkan bahwa tunda bayar Pemprov Riau mencapai angka Rp.2,2 Triliun.
Berakhir akan mengambil langkah kontroversial seperti memotong tunjangan TPP ASN.
Namun, pernyataan itu kemudian dibantah oleh Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto. Mengenai defisit Rp.2,2 triliun tidak benar dan sangat keliru.
Malah Wagubri menyebut defisit anggaran yang sesungguhnya hanya sebesar Rp.132 miliar.
Menurut Wagubri defisit yang dimaksud terjadi karena realisasi pendapatan tahun sebelumnya hanya mencapai Rp.9,4 triliun dari target Rp.11 triliun. Faktor lain yang turut memperburuk kondisi adalah kegagalan mencapai target participating interest (PI) dari sektor Migas yang hanya terealisasi sekitar Rp.200 miliar dari target Rp.736 miliar.
Wagubri mengaku sudah melakukan efisiensi besar-besaran sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2025 dan berhasil menghemat hampir Rp.800 Miliar.
Tetapi Larshen menilai kisruh soal devisit pihaknya menganjurkan untuk mengambil jalan tengah. Pihaknya siap menengahi konflik berkepanjangan antara Gubernur dan Wakil Gubernur Riau ini.
"Cukup duduk satu meja. Kami siap fasilitasi keduabelah pihak untuk ngopi bersama. Setidaknya dalam rangka buka puasa bersama di bulan suci ramadhan ini toh?," pesannya.
Sebab, kata dia bila tidak ada langkah antisipatif pemerintah, defisit bisa melambung hingga lebih besar lagi. Menurutnya, jika reformasi fiskal tidak segera dilakukan, kita berisiko masuk dalam lingkaran defisit yang terus melebar, beban utang bisa jadi meningkat, dan terbatasnya ruang fiskal untuk mendukung kebutuhan dasar rakyat," ucapnya.
Ia pun merekomendasikan tiga langkah utama. Pertama, audit independen terhadap sistem Coretax untuk mengatasi hambatan teknis dan memastikan penerimaan pajak kembali normal.
Kedua, peninjauan ulang belanja pemerintah dengan fokus pada program yang berdampak langsung pada rakyat miskin dan pemulihan ekonomi. Ketiga, diversifikasi sumber pendapatan daerah melalui optimalisasi dividen BUMD dan efisiensi aset pemerintah.
Jadi menurut Larshen, Riau saat ini membutuhkan langkah nyata dalam menata fiskal daerah. Tetapi bukan sekadar optimisme atau penundaan kebijakan, melainkan perlu reformasi fiskal yang terukur dan dapat dilaksanakan. (*)
Tags : apbd, defisit, gubernur dan wakil gubernur, riau, bermarwah, makan-bergizi gratis, abdul wahid dan sf hariyanto, komite nasional pemuda indonesia, knpi soroti devisit, News,