Desakan dari elemen masyarakat untuk memeriksa Gubernur Riau Syamsuar terkait kasus dugaan korupsi anggaran dana rutin masa Yan Prana Jaya menjabat Bappeda Siak begitu kuat, kasusnya sudah di ranah hukum.
RIAUPAGI.COM, PEKANBARU - Yan Prana Jaya, mantan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi dalam hal kasus dugaan korupsi masa menjabat di Bappeda Kabupaten Siak tahun 2014-2019.
Kasusnya menggelinding ditangan hukum bahkan sudahmemasuiki persidangan untuk ditetapkannya bersalah atau tidak. Tetapi dibalik dugaan kasus anggaran dana rutin itu, sejumlah elemen masyarakat ingin meminta kepastian apakah Gubernur Riau (Gubri) Drs H Syamsuar MSi terlibat atau tidak. Bahkan orang nomor satu di Riau itu diminta untuk bersumpah Mubahalah.
Salah satu elemen masyarakat yang menginginkan Gubernur Syamsuar untuk bersumpah memastikan terlibat atau tidak pada kasus dugaan anggaran dana rutin itu seperti disebutkan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Pekanbaru. PMII menjanjikan akan menggelar aksi unjuk rasa turun kejalan untuk mengawal kasus dugaan korupsi yang dilakukan mantan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Yan Prana Jaya.
"Kita sudah antarkan surat pemberitahuan aksi ke Polresta Pekanbaru," kata Rachdinal, Wakil Ketua II Pengurus Cabang PMII Kota Pekanbaru pada wartawan, Rabu (7/4) kemarin.
Rencana unjuk rasa itu akan digelar Senin 12 April 2021 pekan depan dengan titik aksi di depan kantor Gubernur Riau dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Aksi unjuk rasa bertujuan untuk meminta Yan Prana bicara jujur untuk mengungkap semua pihak yang terlibat dalam penyelewengan anggaran rutin saat masih menjabat sebagai Kepala Bappeda Kabupaten Siak selain itu menuntut Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar untuk melakukan sumpah Mubahalah.
"Kami meminta Bapak Gubernur Riau, Syamsuar agar bermubahalah di hadapan seluruh masyarakat Riau dengan menyatakan bahwa dirinya tidak pernah melakukan korupsi selama menjabat sebagai Bupati Siak dua periode," kata Rachdinal.
Apakah arti Mubahalah?
Kata Mubahalah berasal dari kata Bahlah atau Buhlah yang berarti kutukan atau laknat. Dalam praktiknya, sumpah Mubahalah dilakukan oleh dua pihak yang berperkara sama. Mereka kemudian berdoa kepada Tuhan agar menjatuhkan laknat kepada pihak yang mengingkari kebenaran (Quraish Shihab–Tafsir al-Mishbah (Lentera Hati, Djuanda), Jilid 2.
Sumpah Mubahalah merujuk kepada salah satu ayat di surat Alquran.
"Kemudian sesiapa yang membantahmu (wahai Muhammad) mengenainya, sesudah engkau beroleh pengetahuan yang benar, maka katakanlah kepada mereka: "Marilah kita menyeru anak-anak kami serta anak-anak kamu, dan perempuan-perempuan kami serta perempuan-perempuan kamu, dan diri kami serta diri kamu, kemudian kita memohon kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, serta kita meminta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta." (Surah Ali Imran ayat 61).
Menurut Rachdinal, Yan Prana merupakan juru kunci. "Maka sebab itu kami mendesak Pak Yan Prana agar bicara jujur," ujarnya menambahkan aksi unjuk rasa nanti dikomandani oleh Ketua Cabang PMII Kota Pekanbaru, Ali Junjung dan Koordinator Lapangan, Supriyadi.
Atas dugaan kasus korupsi dana anggaran rutin ini sontak menyentuh berbagai elemen masyarakat, karena berbunyi selentingan dugaan melibatkan orang nomor satu di Riau. Perihal peristiwa itupun membuat puluhan mahasiswa melakukan aksi unjukrasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Riau, Selasa 19 Januari 2021 silam. Pengunjukrasa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Mahasiswa Pekanbaru Peduli Keadilan meminta Kejati memeriksa mantan Bupati Siak dua periode, Syamsuar yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Riau, terkait kasus dugaan korupsi anggaran rutin di Bappeda Siak yang melibatkan Yan Prana Jaya, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Riau.
Gerakan Pemuda Mahasiswa Pekanbaru Peduli Keadilan mendesak untuk dilakukan pemeriksaan terkait dugaan keterlibatan Gubernur Riau Syamsuar pada kasus korupsi di Kabupaten Siak selain itu meminta Kejati Riau memeriksa Yurnalis, Ikhsan, dan Indra Gunawan yang juga disebut diduga terlibat kasus korupsi yang dilakukan oleh Sekdaprov Riau, Yan Prana Jaya. "Kami mengharapkan Kejati Riau agar memeriksa beberapa pihak yang terlibat dalam kasus korupsi Yan Prana Jaya. Panglima dan Raja di Riau yaitu Syamsuar diduga ikut terlibat dalam kasus korupsi itu," kata Koordinator Lapangan (Korlap) massa aksi Robby Kurniawan.
Disebutkan Yan Prana ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Siak tahun 2014-2017 telah merugikan negara Rp1,8 miliar.
Apa kata pihak aparat hukum?
Penjelasan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Riau, Hilman Azazi, menyebutkan didepan media, bahwa penyimpangan anggaran dilakukan Yan Prana ketika jadi Pengguna Anggaran (PA). Modusnya melakukan pemotongan atau pemungutan setiap pencairan anggaran sebesar 10 persen. "Ketika itu jadi Kepala Bappeda (Siak), PA. Ada potongan pencairan 10 persen. Yang dipotong hitungan baru Rp1,2 miliar atau Rp1,3 miliar. Kerugian negara sementara Rp1,8 miliar," kata Hilman.
Ketika proses penyidikan, kata Hilman, tidak ada itikad baik dari Yan Prana untuk mengakui perbuatannya dan mengembalikan kerugian negara. "Dia kemarin masih mangkir, tidak ada itikat baik. Kalau ada pasti mengakui," ucap Hilman.
Atas perbuatannya, Yan Prana dijerat pasal berlapis dengan Pasal 2 jo Pasal 3 jo Pasal 10 jo Pasal 12e jo Pasal 12 f Undang Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya 20 tahun penjara.
Fitra Riau menduga ada keterlibatan oknum lain
Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Provinsi Riau, Taufik mengapresiasi Kejaksaan Tinggi Riau menetapkan tersangka dan melakukan penahanan terhadap Yan Prana Jaya. Menurutnya, langkah itu merupakan kinerja baik kejaksaan untuk membongkar habis korupsi di Riau. "Patut diapresiasi dan publik harus mendukung penuh penanganan penindakan kasus korupsi bansos dan hibah di Kabupaten Siak yang disangkakan oleh pihak kejaksaan," kata Taufik.
Pihaknya menyarankan agar kejaksaan harus berani untuk mengembangkan penindakan kasus tersebut ketahap lebih luas. Fitra menduga persoalan hibah dan bansos yang terjadi di Kabupaten Siak merupakan permasalahan sangat serius. "Kasus tersebut pastinya tidak melibatkan Yan Prana saja. Tentunya, dugaannya pasti ada oknum-oknum lain yang terlibat dalam persoalan rasuah ini," sebutnya.
Kejaksaan sudah menunjukkan kinerjanya dengan serius dalam melakukan penahanan yang sudah mempunyai alat bukti yang cukup sebagai modal mengumumkan tersangka dan melakukan penahanan. "Namun kejaksaan tidak berhenti kepada Yan Prana saja. Komitmen kejaksaan sudah saatnya diuji kembali dengan melakukan keberanian untuk mengungkap siapa saja dalang yang terlibat dalam perkara ini," harapnya.
Taufik menilai, Pemerintah Provinsi Riau dalam hal ini Gubenur Syamsuar dan Wakil Gubenur Edy Natar masih komitmen terhadap anti korupsi. Sebagai bukti Yan Prana telah diganti sesuai mekanisme Perpres Nomor 3 Tahun 2018. Sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah (Pemprov) Riau pun telah dimintai keterangannya oleh aparat penegak hukum. Mereka adalah Yan Prana Jaya dan Yurnalis.
Selain itu Fitra Riau meminta orang nomor satu di Bumi Melayu melakukan evaluasi. Hal ini bukan tanpa alasan. Tujuannya untuk memastikan seluruh pejabat yang membantu Syamsuar-Edy Natar mencapai visi dan misi benar terbebas dari keterlibatan tindak pidana korupsi (tipikor). Selain Yan Prana yang terseret di ranah hukum, Yurnalis yang baru dilantik sebagai Kepala Badan (Kaban) Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kependudukan, dan Catatan Sipil Provinsi Riau juga ikut terseret. Ia diperiksa selaku Kabag Kesra Setdakab Kabupaten Siak.
"Evaluasi pejabat sangat penting untuk dilakukan kembali oleh Gubenur Riau. Ini sebagai langkah untuk mencegah adanya pejabat yang terlibat korupsi pada jabatan-jabatan sebelumnya. Selain itu, bagian dari bentuk komitmen pemberantasan korupsi yang menjadi misi Gubenur Riau," sebut Taufik, Divisi Advokasi Fitra Provinsi Riau.
Taufik menilai, Gubernur Riau semestinya menggali informasi rekam jejak keterlibatan korupsi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, kepolisian. Begitu juga sebaliknya, APH juga harus proaktif memberikan informasi dan pertimbangan pada tahap proses seleksi pejabat di daerah.
"Misalnya, terkait dengan Sekda dan Kadis PMDCapil itu, jika sebelumnya telah ada informasi potensi keterlibatan, atau ada kasus-kasus yang berada di instansi asal pejabat itu bekerja tengah ditangani mestinya diinformasi sejak awal. Sehingga itu menjadi pertimbangan Gubenur Riau untuk menetapkan," ujar Taufik.
Sementara Gubernur Riau (Gubri) Gubri Syamsuar dikonfirmasi perihal pernyataan Fitra Riau belum bisa menjawab. Begitu juga saat dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp juga tidak memberikan balasan.
Jadi, perlukan pemeriksaan untuk kebenaran ini ada atau tidak keterlibatan Gubernur Syamsuar terkait dana anggaran rutin di Siak tempo hari itu yang menyeret Yan Prana Jaya atau memang diperlukan sumpah Mubahalah?. (*)
Tags : Dugaan Kasus Dana Anggaran Rutin, Yan Prana Jaya, Kejati Riau Didesak Periksa Gubernur Syamsuar, Gubri Syamsuar Diminta Bersumpah Mubahala,