Ada 2,5 juta hektare perkebunan sawit di Provinsi Riau, tapi, belum diterbitkan Peraturan Daerah (Perda) untuk melindungi kawasan hutan lindung.
RIAUPAGI.COM, PEKANBARU - Wakil Ketua Komisi II DPRD Riau, M Arpah menilai dari data ada 2,5 juta hektare perkebunan sawit yang berada di Provinsi Riau. Tapi, belum diimbangi dengan peraturan daerah (Perda) yang mendukung sekaligus melindungi perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan lindung.
"Kami mempunyai pemikiran bahwa berbicara tentang kehutanan dan perkebunan yang ada di daerah menjadi pembahasan yang sangat menarik, karena ini jadi pembicaraan hangat baik di pemerintah dan fakta yang ada di lapangan," katanya.
Komisi II meminta kepada dinas terkait untuk memaparkan data perpetani guna mendukung dilakukannya sistem non-digitasi dalam penyelesaian kelapa sawit dan ujungnya akan dibikin perda tentang Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Padahal anggota Komisi II, Manahara Napitupulu pada saat reses di dapilnya Inhu mendapati bahwa perusahaan sawit bertindak semena-mena. didepan media, Kamis (15/3).
Dicontohkannya, sengketa lahan antara perusahaan PT CSS dan RPI dengan masyarakat di empat Kecamatan Peranap, Batang Peranap, Rakit Kulim dan Batang Cina Kabupaten Inhu sampai hari ini belum selesai. "Permasalahan masyarakat dan perusahaan ini sudah cukup lama. Masyarakat sudah lebih dulu nanam kelapa sawit. Bahkan sudah ada yang 10 tahun lebih. Begitu juga perusahaan sawit menindaklanjuti dan ekspansi kesana," kata Manahara Napitupulu.
Ia tak menyangkal bahwa wilayah kebun yang jadi masalah itu masuk dalam izin konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI). Namun, ia juga tak melihat masyarakat salah sepenuhnya. "Memang kalau melihat peta itu masuk plotting izin konsesi. Namun, kan tidak begitu saja memusnahkan hak masyarakat. Masyarakat disana kan bukan pendatang gelap, mereka datang ke sana mengganti rugi dari desa. Macam mana masyarakat mau mengurus izin ke kementerian yang hanya dua empat hektar tanah," katanya.
Menanggapi soal status tanah yang jadi pertengkaran itu, Manahara menjelaskan, jila legalitas yang dipegang masyarakat yaitu Surat Kepemilikan Tanah (SKT), Surat Keterangan Riwayat Tanah (SKRT). Kemudian kalau perusahaan, izin dari Menteri Kehutanan. Ia kurang sreg dengan cara perusahaan mengeksekusi masyarakat yang juga punya peran. "Karena ini negara hukum. Perusahaan jangan mengeksekusi seperti itu. Yang mereka lakukan juga tindakan melanggar hukum. Karena ada jerih payah masyarakat juga menyemprot," ujarnya.
Manahara mengatakan untuk merevisi soal izin konsesi HTI ada dua pola. Satu oleh Kebijakan Menteri kehutanan. Kedua dari pengakuan gubernur. Disinilah Pemerintah Provinsi Riau bisa bermain peran. "Itu yang kita harapkan kepada gubernur. Kalau perusahaan ini kan cenderung serakah kalau bisa ia memiliki Indonesia ini," sebutnya. (*)
Tags : Peraturan Daerah, Perda, Dewan Desak Buat Perda Perkebunan Kelapa Sawit,