News   15-07-2025 11:0 WIB

Dewan Dukung Pembentukan Pansus Terkait Devisit Anggaran Hingga Rp2,2 Triliun, 'Buat Keuangan Jadi Remuk dan tak Jelas Juntrungnya'

Dewan Dukung Pembentukan Pansus Terkait Devisit Anggaran Hingga Rp2,2 Triliun, 'Buat Keuangan Jadi Remuk dan tak Jelas Juntrungnya'

PEKANBARU – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Riau menyatakan dukungan terhadap rencana pembentukan panitia khusus (pansus) untuk menindaklanjuti temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI serta persoalan defisit anggaran Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2024.

"Dewan dukung pembentukan pansus terkait defisit anggaran Rp2,2 triliun."

"Kami dari Fraksi PDI Perjuangan melihat bahwa pansus ini dibentuk untuk menggali secara detail dan riil terkait defisit anggaran. Maka dari itu, kami mendukung langkah tersebut dan menunggu progres berikutnya," kata Makmun Solikhin, Ketua Fraksi PDIP kepada wartawan, Minggu (13/7).

Makmun Solikhin, menegaskan bahwa pembentukan pansus merupakan langkah penting guna menggali informasi secara mendalam dan objektif terhadap sejumlah temuan dalam laporan BPK serta persoalan defisit keuangan daerah.

Ia menegaskan bahwa tujuan pansus bukan untuk mencari siapa yang salah, melainkan mendorong keterbukaan dan penjelasan yang lebih komprehensif kepada publik terkait pengelolaan keuangan daerah.

"Ini bukan soal menyalahkan siapa, melainkan soal transparansi dan klarifikasi. Perbedaan pandangan adalah hal wajar dalam dinamika politik," tambahnya.

Menurutnya, mekanisme pembentukan pansus akan dibahas terlebih dahulu di masing-masing fraksi sebelum dibawa ke rapat paripurna untuk mendapat persetujuan resmi.

Ketua DPRD Riau Kaderismanto juga menyampaikan bahwa pihaknya tengah menyiapkan pembentukan Pansus LHP BPK untuk menindaklanjuti hasil audit keuangan Pemprov Riau yang kembali meraih opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK RI.

"Sesuai aturan, jika opini BPK terhadap laporan keuangan pemerintah daerah berstatus WDP, DPRD dapat membentuk pansus untuk menindaklanjutinya. Maka kami akan mengundang pimpinan DPRD dan fraksi-fraksi untuk membahas langkah selanjutnya," ujar Kaderismanto.

Ia menegaskan bahwa pembentukan pansus ini bertujuan untuk mendalami berbagai catatan dan rekomendasi BPK, serta mengevaluasi kelemahan dalam pengelolaan keuangan daerah.

"Opini WDP ini harus menjadi perhatian serius untuk perbaikan ke depan. Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan keuangan daerah semakin akuntabel dan transparan," tegasnya.

'Mengadu ke Kejati'

Masalah defisit anggaran tahun 2024 itu Gubernur Riau (Gubri), Abdul Wahid juga telah mengadukan persoalan itu ke Kajati Riau, Akmal Abbas.

Keduanya melakukan pertemuan di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Selasa 18 Maret 2025 silam.

Dalam pertemuan itu, Gubri dan Kejati Riau membahas terkait optimalisasi kinerja pemerintah daerah dan kerjasama dengan Kejati dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

"Hari ini agenda kita silaturahmi bersama Pak Kajati dan jajaran dalam rangka optimalisasi kinerja pemerintah. Termasuk yang dibahas adalah menggali potensi PAD, ada hal yang ingin kita kolaborasikan bersama kejaksaan," kata Gubri Abdul Wahid.

Selain itu, Gubri mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah tengah menginventarisasi kondisi keuangan daerah. Salah satu perhatian utama adalah defisit anggaran yang sedang terjadi.

Untuk itu, lanjut Wahid, pemerintah akan menentukan program prioritas yang harus segera dilaksanakan dan menunda beberapa kegiatan yang masih bisa dilakukan tahun depan.

"Kita sedang melakukan inventarisasi defisit anggaran. Ada kegiatan-kegiatan yang paling urgent yang harus dilaksanakan tahun ini, dan ada juga yang bisa ditunda untuk tahun depan," ujarnya.

Ditanya mengenai dampak defisit terhadap pembangunan infrastruktur di Riau, Gubri mengakui bahwa hal tersebut akan berpengaruh.

Namun, Gubri memastikan bahwa pemerintah akan tetap berupaya mencari solusi agar infrastruktur yang krusial tetap dibangun sesuai kebutuhan masyarakat.

"Hal ini pasti terdampak semua, namun saya jamin tidak ada jalan putus yang tidak bisa dilewati, kita pasti atasi. Itu sangat mendesak, karena berkaitan dengan ekonomi masyarakat," tegasnya.

Sebab menurutnya, akses transportasi merupakan prioritas utama pemerintah. Infrastruktur jalan yang baik sangat penting untuk mendukung distribusi barang dan mobilitas masyarakat. Hal ini berkaitan langsung dengan kebijakan pengendalian inflasi serta menjaga ketersediaan bahan pokok di Riau.

"Kalau jalan putus, transportasi barang dan orang akan terganggu. Saya lebih mengutamakan itu, karena berkaitan dengan kebijakan pemerintah seperti mengendalikan inflasi dan menjaga ketersediaan bahan pokok. Itu yang paling penting," tukasnya.

Menanggapi Gubernur Riau Abdul Wahid, yang mengeluh terkait tunda bayar sebesar Rp2,2 triliun di awal kepemimpinannya bersama Wakil Gubernur Riau SF Hariyanto, Pengamat Kebijakan Anggaran, juga Sepecialist Budget Policy The Refom Initiatif, sekaligus mantan koordinator Fitra Riau, Triono Hadi mengatakan, informasi mengenai Defisit APBD Riau yang kerap kali disuguhkan kepada publik masih 'buram'. 

"Publik selalu diinformasikan dengan angka fantastis defisit APBD berjalan tahun 2024, dengan tunda bayar mencapai Rp2,2 triliun. Tapi pertanyaan mendasar berapa angka detailnya? Bagaimana bisa terjadi? Apa penyebabnya? Tidak pernah diinformasikan kepada publik secara jelas dan mendetail," kata Triono Hadi, Selasa (15/7). 

Triono menyebut, tahun 2024 Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau membuat asumsi pendapatan optimis di perubahan APBD meningkat Rp1,05 T, atau 10,5 persen dari proyeksi pendapatan pada awal APBD Riau.

"Fokusnya pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Lalu apa yang terjadi? Berapa target PAD yang tercapai saat itu? Sementara merujuk data DJPK transfer TKDD ke Provinsi Riau telah mencapai diatas 90 persen dari target yang ditetapkan," sebutnya. 

"Namun detail informasi mengenai tunda bayar juga sangat umum. Misalnya sesuai data yang beredar ada Rp915 miliar kegiatan yang sudah dilaksnakan, namun belum dibayar. Jenis kegiatan apa, dan seberapa penting untuk diimplementasikan tahun 2024? Informasi ini juga tidak jelas," tambahnya. 

Triono menyarankan, jika memang ada tunda bayar mengapa bisa terjadi? Bagaimana kinerja pengendali keuangan. Sebab merujuk data history rieltime DJPK hingga Oktober 2024, kondisi keuangan daerah masih surplus. 

"Artinya antara pendapatan yang terealisasi dengan belanja yang direlisasikan, serta Silpa 2023 yang mencapai Rp574 miliar. Nah pembengkakan belanja juatru terjadi rentang November - Desember 2024," ujarnya. 

Triono menyebut, 34 dari 37 OPD di lingkungan Pemprov Riau terjadi kegiatan tunda bayar. Misalnya sekretariat daerah tunda bayar me capai Rp72 miliar, namun jenis belanja apakah itu informasinya tidak jelas. 

"Oleh karena penting untuk meberikan informasi yang jelas kepada publik, guna mendapatkan kepercayaan publik terhadap situasi yang terjadi. Saya apresiasi Gubernur Riau yang memiliki komitmen tinggi terhadap upaya perbaikan tata kelola dan birokrasi pemerintahan. Ini adalah momentum komitmen tersebut benar-benar diwujudkan," tutupnya.

Tetapi sebelumnya, Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto sudah menjelaskan soal solusi untuk mengatasi dan penyebab terkait defisit anggaran Rp2,2 triliun tahun 2024 itu.

"Defisit ini disebabkan antara penerimaan dengan pengeluaran tidak sesuai, karena penerimaan tidak tercapai. Kenapa tidak tercapai? Pertama ada rencana pengubdapatan kita dari PI Blok Rokan sebesar Rp1,6 triliun tahun 2023, namun di tahun 2024 kita hanya menerima lebih kurang Rp200 miliar. Artinya dari segi pendapatan ada yang turun, kalau pendapatan turun maka berdampak terhadap belanja," kata Wagubri, Senin (17/3).

SF Hariyanto, mengungkapkan bahwa defisit ini disebabkan oleh beberapa faktor, terutama ketidaksesuaian antara penerimaan dan pengeluaran.

SF Hariyanto menjelaskan alasan pendapatan dari PI turun, berdasarkan informasi yang diterima dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), mereka saat ini tengah menggalakan peningkatan produksi migas 1 juta barel per hari.

"Sehingga itu dibutuhkan biaya-biaya yang cukup tinggi. Dengan biaya operasional yang sangat tinggi, maka deviden yang diterima dipergunakan untuk menunjang percepatan produksi yang 1 juta barel per hari itu. Sehingga PI yang seharusnya kita terima Rp1,6 triliun hanya dapat Rp200 miliar," terangnya.

Selain itu, kata Wagubri, faktor lainnya Pemprov Riau mengalami defisit karena dana tranfer pusat yaitu Dana Bagi Hasil (DBH) belum semua masuk ke Pemprov Riau.

"Ini kan pusat juga banyak belum ngirim (DBH). Saya dulu pernah bilang, kalau uang ini masuk kan bisa tertutupi (defisit), kan tidak ada masalah. Ternyata yang kita rencanakan belum masuk dari pusat," sebutnya.

Faktor lainnya defisit anggaran Pemprov Riau disebabkan oleh pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tidak tercapai target.

"Kemudian dari pajak kendaraan (tahun 2024) hanya tercapai 80 persen, itu pun sudah susah payah. Itu lah pendapatan-pendapatan yang tidak tercapai. Namun ini tidak menjadi masalah, nanti kita selesaikan dan kita cari solusinya. Saya yakin dan percaya dengan Pak Gubernur, nanti bisa diselesaikan dengan baik, dan tidak perlu dirisaukan," sarannya.

"Nanti kita cari formulasi untuk mengatasi masalah defisit ini. Baik itu dengan cara melakukan efisiensi dan melihat kegiatan-kegiatan bersifat pemborosaan akan diefisiensi, dengan mengalihkan ke kegiatan strtaegis yang bersentuhan langsung dengan masyarakat," tutupnya. (*)

Tags : defisit anggaran, riau, defisit anggaran rp2, 2 triliun, riau alami defisit anggaran tahun 2024, dewan dukung pembentukan pansus terkait defisit anggaran, News,