JAKARTA - Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) jujur soal data perkebunan ilegal di kawasan hutan yang mendapat pemutihan atau menjadi legal.
"Kebun Sawit di Kawasan Hutan akan diputihkan."
"Saya masih ingat waktu itu saya tanyakan berapa banyak kebun ilegal di Indonesia. Saudara Sekjen KLHK (Bambang) mengatakan; 'iya infonya 3,2 juta ha'," kata Sudin dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Eselon I KLHK, Senin (7/2).
Sudin menyebut, berdasarkan laporan awal KLHK, terdapat 3,2 juta hektare perkebunan ilegal di kawasan hutan. Namun, dari jumlah itu, pihaknya menemukan jutaan hektare perkebunan masih dibiarkan beroperasi. Salah satunya berada di Riau.
Sebagai informasi, ketentuan pemutihan perkebunan ilegal mengacu pada mekanisme keterlanjuran dalam UU Cipta Kerja pasal 110 dan pasal 110B. Pekebun akan diberi sanksi administratif dan waktu untuk mengurus beberapa persyaratan agar menjadi perkebunan legal.
Sementara itu, untuk menjadikan perkebunan ilegal menjadi legal, pemerintah harus melakukan pelepasan hutan.
"Pulang dari Riau, gubernurnya mengatakan, perkebunan ilegal yang ada di Riau luasannya kurang lebih 1,8 juta ha dan tidak tersentuh, belum tersentuh," imbuhnya.
Selain di Riau, pihaknya juga menemukan pembiaran perkebunan ilegal di Kalimantan Tengan seluas 830 hektare. Sudin lantas mempertanyakan status perkebunan tersebut kepada Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), Ruandha Agung Sugardiman.
"Saya tanya dirjen planologi, dari 830 ribu ha di Kalteng, ada kah yang sudah diputihkan? saya mau tanya. Jawab!" ujarnya.
Ruandha pun menjawab pertanyaan tersebut. Ia mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum melepas kawasan hutan. Ratusan perusahaan itu pun, kata Ruandha, masih dalam proses permohonan pemutihan.
"Kami sedang proses ini untuk pelepasan jadi belum ada yang dilepaskan. Jadi masih dalam proses permohonan. Masih dalam proses," jawab Ruandha.
Sudin pun langsung menimpali Ruandha. Ia bertanya, apakah Ruandha bisa mempertanggungjawabkan pernyataannya itu. Ia meminta agar Ruandha jujur soal data pemutihan perkebunan ilegal di kawasan hutan.
"Anda mempertanggungjwabkan pernyataan anda apabila saya menemukan yang sudah lepas bagaiamana? kita harus jujur terbuka ini. Saya enggak mau ada sembunyi sembunyi data," ucap dia.
"Saya tidak menyalahkan siapa pun. Saya ingin pengusaha tidak boleh dirugikan, tapi yang lebih tidak boleh dirugikan lagi adalah pemerintah," imbuhnya.
Rundha pun mengulang jawabannya. Ia menegaskan bahwa pelepasan hutan masih dalam proses, belum ada yang perkebunan yang mendapat pemutihan.
Tak puas dengan jawaban Ruandha, Sudin pun kembali mencecarnya.
"Saya tanya ada belum yang sudah pelepasan? saya tau ada permohonan, 5 tahu lalu pun ada. Yang saya tanyakan sudah ada belum yang dilepaskan [kawasan hutan]?" tanyanya.
"Data detail rincinya kita cek lagi," jawab Ruandha.
Sudin meminta data itu dibuka pada rapat kerja berikutnya. Ia meminta KLHK jujur meskipun banyak pihak menekan.
"Saya ingin terbuka. Jangan kita memperkaya orang yang sudah kaya dengan jalan yang kurang baik dan tidak benar," ucapnya.
"Saya tau anda semua ada yang menekan. Ada yang coba coba bermain. Saya bukan enggak tahu. Yang saya minta adalah kejujuran, bagaimana sih cara memperbaiki negara ini," imbuhnya.
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat ada 222 perusahaan sawit ilegal yang beroperasi di dalam kawasan hutan akan mendapatkan 'pengampunan dosa' atau pemutihan dari pemerintah. Dengan kata lain, perusahaan itu bakal tetap beroperasi meskipun tak memenuhi ketentuan.
Pengkampanye Hutan dan Kebun WALHI Uli Arta Siagian mengatakan pengampunan dosa itu diberikan melalui mekanisme keterlanjuran yang diatur dalam Undang-Undang Cipa Kerja (Ciptaker).
"Sebanyak 222 entitas perusahaan perkebunan sawit dengan total luasan 765 ribu hektar akan mendapatkan 'pengampunan dosa' dari negara melalui mekanisme keterlanjuran yang diatur dalam pasal 110A dan 110B UU Ciptaker," kata Uli secara tertulis, Selasa (11/1/2022).
Dalam UU Ciptaker pasal 11OA dan Pasal 110B diterapkan mekanisme keterlanjuran dan prinsip ultimum remedium yaitu mengedepankan pengenaan sanksi administratif bagi perusahaan yang tidak mematuhi ketentuan atau ilegal. (*)
Tags : pemutihan kebun sawit, dewan kritik soal pemutihan kebun sawit, pemutihan kebun sawit di kawasan hutan, klhk dinilai kurang Jujur soal pemutihan kebun sawit di kawasan hutan, news,