"Awal Juni ini, kapal kargo yang mengangkut bahan kimia terbakar di laut lepas Sri Lanka yang berpotensi menyebabkan bencana lingkungan selama puluhan tahun mendatang di negara itu"
itengah pandemi ini kapal kargo yang mengangkut bahan kimia terbakar di laut lepas Sri Lanka yang berpotensi menyebabkan bencana lingkungan selama puluhan tahun mendatang di negara itu. Kapal itu terbakar selama berhari-hari di lepas pantai Sri Lanka. Asap hitam pekat mengepul yang dapat dilihat dari jarak yang jauh dari lokasi kapal.
Namun kapal yang diberi nama X-Press Pearl itu sudah setengah tenggelam, lambung kapal berada di dasar laut. Walaupun kobaran api telah padam, berbagai persoalan baru mengemuka. Di atas kapal terdapat tumpukan peti kemas. Banyak peti kemas itu menyimpan bahan kimia yang amat berbahaya bagi lingkungan, bahkan sebagian sudah bocor ke laut dan memunculkan kekhawatiran bahan kimia itu mungkin meracuni kehidupan laut.
Di samping itu, berton-ton pelet plastik telah hanyut ke sejumlah pantai setempat. Tak hanya itu, ratusan ton bahan bakar untuk mesin disimpan di badan kapal yang tenggelam itu dan mungkin berisiko bocor ke laut. Selain ancaman terhadap lingkungan, masyarakat setempat juga terancam bahaya, misalnya para nelayan. "Kami adalah nelayan kecil-kecilan dan melaut setiap hari. Kami hanya bisa mendapatkan penghasilan jika kami menangkap ikan- jika tidak seluruh anggota keluarga kami akan kelaparan," kata seorang nelayan, Denish Rodrigo dirilis BBC.
Miliran pelet plastik
Satu hal yang menonjol jika mencermati foto-foto dari kecelakaan kapal ini adalah adanya butiran-butiran kecil plastik yang membentang hampir sejauh mata memandang. Pelet plastik ini digunakan untuk membuat hampir semua produk plastik. "Terdapat 46 bahan kimia berbeda-beda di kapal itu," kata Hemantha Withanage.
Ia adalah aktivis lingkungan dan pendiri lembaga Pusat Keadilan Lingkungan di ibu kota Sri Lanka, Colombo. "Tetapi yang paling kelihatan sejauh ini adalah berton-ton pelet plastik."
Sejak akhir Mei, butiran-butiran plastik dari kapal X-Press Pearl terhanyut ke pantai-pantai di Negombo. Ditemukan pula ikan-ikan mati yang perut kembung dipenuhi pelet plastik sementara sebagian butiran plastik menyangkut di bagian insang. Plastik memerlukan waktu antara 500 hingga 1.000 tahun untuk terurai dan kemungkinan besar mudah terbawa arus ke pantai-pantai di Sri Lanka bahkan ke tempat-tempat yang jaraknya ratusan kilometer dari lokasi kapal karam.
Meskipun sejauh ini plastik mungkin menjadi dampak yang paling tampak, plastik bukanlah yang paling berbahaya. "Jika palet plastik ini ada di dalam ikan yang kita konsumsi, butiran plastik itu biasanya berada di saluran pencernaan," jelas Britta Denise Hardesty dari CSIRO Oceans and Atmosphere, Australia.
"Tapi kita tidak memakan seluruh bagian ikan kecuali ikan teri atau sardin."
'Keluarga kami akan alami kelaparan'
Bagi kalangan nelayan Negombo, kekhawatiran utama mereka bukan hanya apa yang terkandung di dalam ikan, tetapi kemungkinan mereka tidak bisa menangkap ikan sama sekali. Pihak berwenang telah melarang penangkapan ikan di kawasan yang terdampak sehingga warga kehilangan mata pencaharian dan penghasilan seketika. "Ikan berkembanng biak di terumbu karang di kawasan ini dan pihak berwenang mengatakan semua tempat ikan berkembang biak rusak akibat bahan kimia berbahaya. Tak ada pilihan lain bagi kami kecuali menceburkan diri ke laut dan mati ," ujar Tiuline Fernando, yang menjadi nelayan selama 35 tahun terakhir.
Walaupun pemerintah Sri Lanka mengharapkan dana kompensasi dan dana asuransi dari pemilik kapal yang berkantor di Singapura itu, penduduk setempat tidak terlalu yakin bahwa sebagian besar uang akan sampai ke mereka. Bagaimanapun, persatuan nelayan mengaku mereka amat memerlukan bantuan, bukan hanya kalangan nelayan tetapi juga masyarakat secara umum. "Terdapat industri-industri lain yang terdampak. Kami membeli jaring dan mesin dan perahu, kami memerlukan bahan bakar, lalu ada orang-orang yang menarik perahu. Ada ribuan lapangan pekerjaan lain yang terkait dengan industri perikanan," kata ketua persatuan nelayan Densil Fernando.
Polusi kimia
Dampak yang paling panjang yang kemungkinan akan dialami Sri Lanka adalah polusi kimia. Di antara bahan kimia paling berbahaya yang diangkut kapal tersebut terdapat asam nitrat, sodium dioksida, tembaga dan timbal, kata Withanage. Begitu masuk ke air, bahan-bahan kimia itu terserap ke perut penghuni laut. Ikan kecil mungkin akan cepat mati akibat keracunan ini, tetapi ikan besar kemungkinannya kecil. Sebaliknya, ikan besar akan terkontaminasi racun jika memakan ikan-ikan kecil itu.
Menurut Withange, ikan, penyu dan lumba-lumba yang mati telah hanyut ke pantai. Sebagian di antaranya berubah warna menjadi kehijau-hijauan, yang kemungkinan telah terkontaminasi dengan logam dan bahan kimia. Artinya, ikan dari lokasi itu berbahaya bagi manusia, tidak hanya sekarang tetapi bertahun-tahun kemudian. "Warga perlu diberi edukasi mengenai masalah ini," kata Withange.
"Kapal ini penuh dengan racun sekarang. Sampah dalam bentuk apapun yang terbawa ke pantai sangat beracun dan warga bahkan seharusnya tidak menyentuhnya," tambah Withange.
Masalah ini tidak hanya terlokasir di kawasan sekitar kapal tenggelam di pesisir barat Sri Lanka. "Sampah, toksin, plastik tidak terikat pada batas geografis," jelas Britta Denise Hardesty dari CSIRO Oceans and Atmosphere, Australia. "Barang-barang itu akan dibawa oleh angin, ombak, arus dan kejadian-kejadian lain yang berubah sesuai dengan musim."
Operasi pembersihan
Meskipun sebelumnya pernah mengalami kapal tenggelam, Sri Lanka belum pernah mengalami kapal karam yang mengangkut muatan beracun seperti ini. Negara itu tidak siap menghadapi tugas berat ini. Perusahaan kapal pemilik X-Press Pearl telah mengontrak perusahaan internasional untuk menangani krisis tersebut dan mengatakan para ahli perusahaan itu sudah berada di Sri Lanka.
Aktivis lingkungan dan pendiri lembaga Pusat Keadilan Lingkungan, Hemantha Withanage, ragu apakah perusahaan komersial itu akan berusaha maksimal untuk mengatasi masalah. Peristiwa kapal karam telah menjadi kasus pengajuan klaim asuransi yang banyak menyedot perhatian dan kemungkinan pembayaran klaim yang besar bisa jadi mengalahkan dampak yang dialami kehidupan laut. Pusat Keadilan Lingkungan pimpinan Withanage telah melayangkan gugatan kepada pemerintah Sri Lanka dan perusahaan kapal, namun diakuinya hasil terbaik dari gugatan itu kemungkinan hanyalah berupa peningkatan kesadaran masyarakat. (*)
Tags : Ditengah Pandemi, Kapal X-Press Pearl, Kapal beracun Berbendera Singapura, Kapal Kargo Menyebabkan Bencana Lingkungan,