Headline Riau   2021/02/08 17:12 WIB

Ditengah Pandemi, Petani Kepulauan Meranti  Alami Harga Sagu yang Anjlok

Ditengah Pandemi, Petani Kepulauan Meranti  Alami Harga Sagu yang Anjlok

Sagu komoditas unggulan dari Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau masih menghadapi sejumlah tantangan, ditengah pandemi harganya jatuh merosot.

RIAUPAGI.COM, KEPULAUAN MERANTI - Belasan kilang sagu di Desa Sungai Tohor dan desa sekitarnya di Kecamatan Tebingtinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau sempat menumpuk. Sebanyak 1.000 ton tepung sagu hasil produksi dari 18 kilang milik masyarakat di beberapa desa di Kecamatan Tebingtinggi Timur, Kepulauan Meranti sekitar bulan April 2020.

Ekspor jadi terhambat, karena penerapan lockdown di negara Malaysia, sehingga hingga saat ini tidak ada lagi ekspor sagu yang bisa dilakukan. "Corona dan penerapan lockdown di Malaysia, sagu basah di sini sempat menumpuk dan tidak tahu lagi ke mana mau dijual, inilah yang kami hadapi imbas dari corona ini," kata Ismail salah seorang pemilik kilang pengolahan sagu basah di Desa Sungai Tohor.

Di tengah pandemi Covid -19 petani sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti mengalami kesusahan. Untuk menjual sagu hasil olahan, para petani bahkan harus banting harga agar bisa terjual. Jika terjual pun harganya anjlok. Stok juga menumpuk karena penjualan tak ada. Belasan karung berisi sagu basah yang menumpuk di setiap kilang itu seolah menunggu kepastian kapan akan diekspor ke Malaysia. Sagu basah juga tidak bisa dibiarkan lama disimpan, karena akan menurunkan kualitas dari sagu. "Tidak lagi soal keuntungan, tapi tiap harinya menghitung kerugian karena produksi sagu basah mereka sudah lama tidak diterima negeri jiran itu. Kerugian yang dialami dalam sebulan bisa mencapai Rp100 juta," sebutnya.

Jika dikalikan dengan 18 kilang yang ada saat ini, sudah ada Rp 1,8 miliar kerugian yang dialami. Selain itu sudah banyak juga para pekerja yang dihentikan sementara dari pekerjaannya. "Itu baru kerugian dari kilangnya saja, belum dari petani sagunya. Selain itu sudah banyak pekerja yang distop,” terangnya.

Rata-rata satu kilang mempekerjakan 10 orang kepala keluarga. Jadi ekonomi di Kecamatan Tebingtinggi Timur saat ini cukup lumpuh akibat sagu tak bisa dijual. Walaupun demikian sebutnya bahwa saat ini pihak penampung sudah mau mengambil sagu hasil produksi mereka. Tapi dengan konsekuensi bahwa harga sagu turun signifikan dari harga normal. "Sagu itu sudah mau diambil oleh toke (bos penampung) tapi dengan harga anjlok, sekarang Rp 1.600 kemarin harganya Rp 1.950," ujarnya.

Ismail mengungkapkan hanya bisa pasrah karena tidak punya banyak pilihan. Karena dengan harga tersebut para petani tidak memiliki untung lebih dari produksi sagu mereka. "Kondisi saat ini yang jelas merasa rugi dengan harga segitu sekarang bekerja hanya untuk bertahan hidup, gak ada lagi keuntungan kita," ujarnya berharap pihak Bulog bisa membeli sagu petani sebagai solusi sulitnya mencari pembeli sagu di tengah pandemi.

Sampai kini pemerintah belum mengoperasikan Sentra IKM Sagu yang ada di Sungai Tohor, Kecamatan Tebing Tinggi Timur. Petanipun bertanya-tanya apakah gubernur bisa bantu agar sagu bisa stabil harganya, kata Manan, Ketua Koperasi Sentra Sagu Terpadu yang mengelola IKM Sungai Tohor.

Dia mengungkapkan untuk mengoperasikan SIKM dibutuhkan anggaran sebesar Rp 12 miliar untuk biaya produksi selama enam bulan. Selain itu produksi tersebut untuk menutupi kelangkaan terhadap dua jenis sembako selama pandemi Covid-19 ini. "Biaya produksi SIKM kita butuh anggaran sebesar Rp 12 miliar lagi untuk enam bulan, dimana anggaran untuk satu bulannya sebesar Rp 2 miliar dan itu sudah termasuk pembelian bahan baku dan gaji karyawan,” sebutnya.

Menurutnya, langkah terbaik jika Pemkab Kepulauan Meranti bisa mengoperasikan cepat, hal ini juga untuk mengatasi kelangkaan beras dan gula selama wabah corona ini. 

Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir dan Kepala Bulog Budi Waseso (Buwas) hadir membahas masa depan sagu melalui talkshow sagu yang dipandu Andi F Noya. Kegiatan itu sempena Pekan Sagu Nusantara 2020 yang digelar di Graha Swala Kemenko Perekonomian Ri Jakarta, Selasa (20/10/2020) lalu. Selain Bupati Irwan dan Kepala Bulog Budi Waseso, juga tampil narasumber dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Kementerian Pertanian.

Pendamping petani sagu Tengku Rivanda Ansori, dan Saptarining Wulan selaku dosen Sekolah Tinggi Patiwisata Trisakti dan Pegiat Makanan dari Sagu.

Pada dialog tersebut, Bupati Irwan banyak memaparkan potensi ekonomi sagu dalam mengawal pertumbuhan ekonomi Meranti. "APBD kami hanya sekitar 1,3 triliun rupiah per tahun, sementara transaksi sagu mencapai dua triliun rupiah per tahun," kata Bupati.

Bupati Irwan juga menyebutkan, kebijakan penghentian izin dan penundaan izin baru (PIPIB) dari KLHK terhadap lahan-lahan yang banyak ditumbuhi sagu. "Ini tentu menyulitkan petani sagu dan dunia usaha yang bergerak di bidang persaguan," sebutnya.

Hal lain yang dianggap sangat perlu, kata Irwan, adalah pemasaran sagu. Irwan berharap Bulog ikut andil agar petani sagu dapat berkembang seperti petani beras dan tanaman lainnya. Dengan kehadiran Bulog membeli sagu dari petani, tentu harga sagu dapat bersaing dan mensejahterakan petani. Terlebih sagu juga bisa berfungsi menjaga lingkungan dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan merupakan pangan yang sehat sehingga sagu bukan saja menjaga ketahanan pangan tetapi juga kedaulatan pangan tanah air.

Sementara Budi Waseso menjelaskan bahwa sagu adalah tanaman pangan yang dulunya tidak diperhatikan. Padahal sagu adalah potensi pangan dalam negeri yang bisa mencukupi kebutuhan pangan nasional bahkan bisa diekspor. Sementara, produksi beras tanah air semakin menurun sedangkan kebutuhan terus naik sehingga pemerintah terpaksa impor. "Untuk itulah kita ikut mengembangkan sagu ini meskipun kita bukan satu-satunya. Semua pihak perlu terlibat dalam pengembangan sagu ini, jika Bulog saja tapi mengonsumsi sagu maka percuma," ungkapnya.

Narasumber lain banyak memaparkan potensi sagu sebagai pangan masa depan asli Indonesia. Terlebih Papua yang memiliki lahan sagu terluas di Indonesia. Bahkan terungkap bahwa sagu adalah pangan pokok bangsa Indonesia dahulu kala. Saat ini sagu sudah dikembangkan jadi berbagai produk. Terbaru adalah sagu parut kering (sapuring) yang diolah menjadi pakan ternak baik unggas, kambing dan sapi. (*)

Tags : harga sagu anjlok, Kepulauan Meranti, petani sagu, petani sagu di tengah pandemi,