MARIA RESSA, adalah Wartawan dari Filipina, dan wartawan Rusia, Dmitry Muratov, meraih Nobel Perdamaian atas "perjuangan berani" mereka untuk membela kebebasan ekspresi di negara masing-masing.
Komite Nobel menyebut kedua insan itu adalah "perwakilan dari semua jurnalis yang membela idealisme ini". Para peraih Nobel, dengan hadiah 10 juta krona Swedia (atau sekitar Rp16,2 miliar), diumumkan di Institut Nobel Norwegia di Oslo pada Jumat (08/10).
Maria Ressa, yang turut mendirikan situs Rappler di Filipina—dan juga sempat berdiri di Indonesia—dipuji karena dia menggunakan kebebasan berekspresi untuk "mengungkap penyalahgunaan kekuasaan, penggunaan kekerasan, dan berkembangnya otoriterianisme di negara asalnya, Filipina."
Dalam siaran langsung yang ditayangkan situs Rappler, Ressa mengaku dirinya "terkejut". Menurutnya, kemenangannya menunjukkan "tiada yang mungkin tanpa fakta-fakta…sebuah dunia tanpa fakta-fakta berarti sebuah dunia tanpa kebenaran dan kejujuran".
Ressa adalah wartawan kawakan Filipina yang sebelum mendirikan Rappler, menghabiskan kariernya dengan CNN - pertama sebagai kepala biro di Manila dan kemudian di Jakarta. Dia juga merupakan wartawan investigatif utama media AS tersebut terkait dengan terorisme di Asia Tenggara. Dia memenangkan sejumlah penghargaan internasional karena liputannya dan dipilih menjadi Time Magazine Person of the Year tahun 2018.
Kebebasan berekspresi di Rusia
Selain Ressa, Komite Nobel memuji Muratov, salah satu pendiri sekaligus editor surat kabar independen Novaja Gazeta. Selama berpuluh tahun, media tersebut membela kebebasan berekspresi di Rusia dalam kondisi yang kian menantang.
Saat diwawancara kanal Telegram, Podyom, Muratov berkata: "Saya tertawa. Saya sama sekali tidak menyangka. Sudah gila di sini". Muratov menyebut hadiah yang diberikan kepada dirinya merupakan "hadiah bagi jurnalisme Rusia yang saat ini sedang ditekan".
Dia diberi ucapan selamat oleh juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, yang berkata: "Dia bekerja secara gigih sejalan dengan idealismenya, dia teguh pada pendirian, dia berbakat, dia berani". Hadiah Nobel Perdamaian dimaksudkan untuk menghormati individu atau organisasi yang "melakukan upaya paling baik atau upaya paling bagus demi persahabatan antarbangsa".
"Jurnalisme yang bebas, independen, dan berdasarkan fakta bertugas menangkal penyalahgunaan kekuasaan, kebohongan, dan propaganda perang," papar Komite Nobel dalam pernyataan resmi.
"Tanpa kebebasan berekspresi dan kebebasan pers, akan sulit untuk mempromosikan persahabatan antarnegara secara sukses, perlucutan senjata, dan terciptanya tata dunia yang lebih baik pada masa sekarang," tambahnya.
Hadiah Nobel Perdamaian tahun lalu diberikan kepada World Food Programme atas upaya badan yang bernaung di bawah PBB itu dalam memerangi kelaparan dan memperbaiki kondisi demi perdamaian. (*)
Tags : Hadiah Nobel, Jurnalisme, Filipina, artikel,