JAKARTA - Dua wartawan yang hendak meliput dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Makan Bergizi gratis (MBG) di Pasar Rebo, Jakarta Timur, menjadi korban tindak kekerasan.
Kedua pewarta itu dicekik ketika bermaksud meliput penyajian MBG di SPPG Gedong 2.
Penganiayaan itu bermula saat sejumlah wartawan hendak mencari tahu lokasi SPPG pembuatan MBG yang diduga mengakibatkan keracunan makanan di SDN 01 Gedong Jakarta Timur.
Namun, para pemburu berita itu justru mendapatkan tindakan represif dari salah satu oknum pegawai SPPG.
Oknum SPPG tersebut sambil marah mengusir wartawan dari lokasi pembuatan MBG.
“Enggak lama saya lihat ada mobil SPPG Gedong 2 datang, kemudian saya ambil video dan oknum itu melarang. Saya bilang, ini di luar area publik enggak bisa larang-larang,” ucap wartawan yang menjadi korban penganiayaan.
Setelah awak media mundur dan hendak meninggalkan lokasi, ternyata mereka dihampiri oleh oknum SPPG tersebut.
Seorang awak media kemudian dicekik oleh oknum pegawai SPGG dan awak media lainnya bahkan hampir kena tinju.
“Pas sudah dijelasin, saya mau pergi ke SPPG Gedong 1, tetapi tiba-tiba bapak yang tadi sudah kepalkan tangannya mau pukul saya, terus tiba-tiba malah cekik saya dan rekan saya,” jelasnya.
Menanggapi itu Relawan Gabungan Rakyat Prabowo Gibran (GARAPAN) menyebutkan, insiden itu bukan sekadar aksi kekerasan biasa, melainkan bagian dari praktik mafia yang mencoba bermain dalam program pemerintah.
“Kalau ada aksi kekerasan seperti ini, jadinya bukan Makan Bergizi Gratis, tapi mafia berbahaya gratis,” kata Larshen Yunus, Ketua Umum (Ketum) DPP GARAPAN saat dikonfirmasi, Minggu (5/9).
Menurutnya, program MBG sejatinya diluncurkan dengan ketulusan oleh Presiden Prabowo Subianto. Namun, di lapangan justru muncul berbagai penyimpangan, mulai dari kasus keracunan massal hingga dugaan korupsi.
“Bahkan menurut laporan, ada 1.000 orang keracunan di Jawa Barat juga di beberapa daerah lain. Ini jelas tanda ada yang bermain,” ungkap Larshen.
Ia menilai MBG rawan dijadikan lahan basah baru oleh bandit dan tikus-tikus nakal yang selama ini kerap menggerogoti program negara.
"Program apa saja di Indonesia bisa dikorupsi. Kalau wartawan saja sampai dianiaya saat meliput, artinya ada sesuatu yang tidak beres," ujarnya.
Larshen mendesak agar pengelolaan MBG tidak diserahkan kepada pihak yang tidak berkompeten.
"Pejabat yang mengurus MBG harus orang yang punya kapasitas. Kalau asal comot, asal taruh, ujungnya rakyat yang jadi korban," tegasnya.
Ia mengaku sependapat dengan usulan Menteri Keuangan Purbaya yang ingin mengganti skema MBG dengan distribusi beras 10 kilogram atau bantuan tunai langsung (BLT).
Menurut Larshen, langkah tersebut jauh lebih aman ketimbang pola distribusi makanan siap saji yang rawan manipulasi.
“Kekerasan wartawan ini saya kira bentuk pembungkaman kerja jurnalis. Ini sangat berbahaya bagi demokrasi dan transparansi publik,” katanya. (*)
Tags : mbg, makan bergizi gratis, wartawan dicekik, Kekerasan Terhadap Wartawan, sppg, News,