Dugaan penipuan korupsi dan pencucian uang melibatkan mantan Bupati Siak mengemuka.
PEKANBARU - Akhir-akhir ini menyeruak isu tak sedap adanya dugaan penipuan korupsi dan pencucian uang di tubuh Perusahaan Daerah Sarana Pembangunan Siak (PD SPS) yang melibatkan mantan Bupati Siak masa di jabat Arwin AS.
Benarkah dugaan praktik penipuan korupsi dan pencucian uang Rp210 miliar terjadi yang dahulunya PD SPS Bumi Siak Pusako kini sudah berganti bendera menjadi BUMD PT Bumi Siak Pusako (PT BSP) ini?
Hasil pertemuan Ketua Dewan Pengurus Daerah I Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD I KNPI) Riau, Larshen Yunus dengan mantan Bupati Siak Arwin AS kelihatanya cukup santai.
Keduanya membicarakan hal itu di restoran Kongji Jalan Arifin Achmad Pekanbaru, Minggu (18/9/2022) sore.
Arwin AS yang datang kerestorand Kongji sore itu dengan mengendarai mobil laxus berwarna putih menyikapi santai atas tudingan yang dialamatkan padanya mengaku, "itu tidaklah benar."
Tetapi sebelumnya, mantan Direktur PT Bumi Siak Pusako (BSP), Nawasir Kadir telah mengeluarkan pernyataannya yang dimuat media online publikriau tanggal 9 September 2022 menyatakan, banyak kerentanan di badan PD SPS BSP yang tidak terungkap.
"Ada dugaan praktik penipuan korupsi dan pencucian uang yang berujung pada aksi penjabat Bupati Siak Arwin AS bersama PD yang dipimpin M Syafei Yusuf," kata Nawasir Kadir yang heboh telah dimuat beberapa media online juga telah meng- share-nya melalui Whats APP (WA).
Menyikapi ini Larshen Yunus berkesimpulan persoalan adanya dugaan praktik penipuan korupsi dan pencucian uang di tubuh PD SPS BSP harus ada pembuktian, kata Larshen yang juga menjabat Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) DPP KNPI Bidang Minyak dan Gas Bumi ini.
Larshen juga sebelumnya telah menghubungi Nawasir Kadir melalui ponselnya, kalau keduanya akan bertemu untuk menunjukkan beberapa data dan pembuktian dalam persoalan ditubuh bendera PD SPS BSP.
Nawasir menceritakan yang telah dimuat oleh beberapa media online belakangan ini, bahwa ketika blok CPP setelah kontrak PT CPI 2002 dijanjikan oleh pemerintah melalui Dirjen Migas RI akan diberikan kepada Pertamina dan Pemerintah Provinsi Riau dengan melibatkan Kabupaten Siak.
Masa Gubernur Riau dijabat H Saleh Djasit membentuk Tim Negosiasi Blok CPP Riau, yang antara lain terdiri dari Azaly Djohan sebagai ketua, Nawasir Kadir sebagai wakil ketua II dan Ramlan Comel sebagai sekretaris.
"Pada saat itu, saya adalah satu-satunya anggota grup dengan latar belakang perminyakan," cerita Nawasir.
"Saya diminta memimpin Tim blok CPP Riau untuk berkoordinasi dengan task force Pertamina untuk melakukan negosiasi dengan PT CPI dan mempersiapkan serah terima pengelolaan blok CPP. Kemudian Tim merekomendasikan agar Pemprov Riau menyiapkan/membentuk perusahaan / Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang akan mengelola blok CPP,” jelas Nawasir.
Merespon rekomendasi tim tersebut Pemkab Siak diwakili Arwin AS (Bupati Siak saat itu) dan PD Sarana Pembangunan Siak (PD SPS) diwakili oleh Syafei Yusuf, bertemu dengan Notaris Asman Yunus di Pekanbaru untuk mendirikan PT Bumi Siak Pusako (PT BSP/BUMD), dengan modal dasar Rp 5 miliar, dimana Nawasir Kadir ditunjuk sebagai Dirut, Ramlan Comel (Direktur Umum), A Kadir Saleh (Direktur Eksplorasi dan Produksi) dan Azaly Djohan (Komisaris). Dengan Nomor Akta Pendirian PT BSP No. 41 tanggal 17 Oktober 2001.
Namun pada tanggal 1 April 2002, Arwin AS dan M.Syafei Yusuf kembali menemui Notaris Asman Yunus untuk mengubah anggaran dasar perseroan hanya berdasarkan risalah rapat dibawah tangan bukan berdasarkan rapat umum pemegang saham (RUPS) sebagaimana seharusnya menurut aturan yang berlaku dalam Akta Pendirian PT BSP No.41/2001 dan UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang perseroan terbatas yang berlaku saat itu.
Perubahan/revisi anggaran dasar perseroan tersebut dibuat di dalam Akta Nomor 2 /2022 dengan Notaris Asman Yunus.
"Dari sinilah dugaan berbagai penyimpangan, penipuan dan korupsi dimulai,” katanya.
“Modal dasar dinaikkan menjadi Rp.300 miliar dan Pemkab Siak disebutkan telah menyetor 70% nya atau Rp. 210 miliar."
"Ini mengejutkan saya karena sebagai direktur utama saat itu tidak tahu bahwa ada setoran dari Pemda kepada PT BSP. Jika memang setoran itu ada, mana bukti setornya dan disetor kemana? Saya cek dalam APBD Kabupaten Siak tahun 2001-2005 juga tidak ditemukan adanya dana Rp. 210 milyar yang dianggarkan untuk penyertaan modal/saham Pemda Siak ke PT BSP," diakui Nawasir.
Tetapi Arwin AS dalam kesempatan bertemu dengan Ketua DPD I KNPI Riau sore tadi mengaku, dana Rp210 miliar itu sebenarnya tidak ada.
"Dana Rp210 miliar itu tidak ada, ini dimaksud untuk mengejar pengelolaan migas 100 persen oleh BSP," kata Arwin.
"Kalau yang Rp5 miliar untuk sebagai penyertaan modal memang benar sudah dilakukan pada akta notaris," diakui Arwin.
Hanya saja Arwin menyesalkan sikap Nawazir yang mengemukakan persoalan ini ke publik, "pada hal Ia (Nawazir) sudah kita perjuangkan duduk sebagai direktur utama bahkan sampai dana pensiunnya," sebutnya.
"Saya sebenarnya tak menjadi masalah hal ini di ungkap, karena tak ada indikasi korupsi atau pencucian uang seperti Ia (Nawasir) sangkakan," kata Arwin menyikapi.
Tetapi Nawasir kembali menduga setoran Rp210 milyar yang dimaksud fiktif yang ditengarai sengaja dilakukan oleh Arwin AS dan Syafei Yusuf untuk menyulitkan Pemprov Riau dan Pemkab/Pemko di Riau lainnya untuk ikut masuk/memiliki saham di PT BSP, karena besarnya dana yang harus disetor.
Sisa 30 % saham atau modal dasar 90 miliar kemudian dibagi-bagi kepada pemerintah daerah lainnya di Provinsi Riau tetapi diminta harus menyetor dana secara riil.
Kabarnya Pemprov Riau dapat saham 15 % dengan menyetor Rp. 45 milliar, Pemkab Kampar dapat saham 3% dengan menyetor Rp.15 milliar.
Bahkan ada Pemkab yang hanya dapat saham 1 - 2 % dengan menyetor dana yang lebih kecil. Ini sungguh penipuan oleh Arwin AS dengan keuntungan yang sangat besar. Selain itu juga tanpa RUPS tetapi sengaja 'menyimpang' dari peraturan yang berlaku susunan pengurus perseroan dirubah.
Azaly Johan ditunjuk sebagai direktur ( satu - satunya direksi ). Arwin AS ( Bupati Siak) sebagai komisaris utama dan M. Syafii Yusuf sebagai komisaris.
"Nama saya (Nawasir) sebagai direktur utama dan direksi lainnya diberhentikan dari susunan pengurus perseroan," kata dia.
Menurutnya, ini bertentangan dengan anggaran dasar yang tercantum dalam Akta No.41 pendirian PT. BSP dan juga bertentangan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 1 Tahun 1995 yang berlaku saat itu, yang pada intinya mengharuskan RUPS (rapat umum pemegang saham) untuk pengangkatan dan pemberhentian direksi (pasal 80 ) serta pengangkatan komisaris (pasal - 95),” ujarnya.
Susunan pengurus yang baru tersebut yang menunjuk Arwin AS, (Bupati Siak) saat itu sebagai komisaris utama juga bertentangan dengan aturan dalam Undang Undang No. 22 tentang pemerintahan daerah yang pada pokoknya menyebutkan kepala daerah tidak boleh ikut serta dalam perusahaan swasta/BUMD atau yayasan bidang apapun
"Saya beranggapan penunjukan Azaly Djohan menjadi direktur tersebut hanya tambahan anggota direksi PT BSP sedangkan direktur utama tetap pada saya, jadi saya tetap fokus pada tugas memimpin tim untuk negosiasi dan persiapan alih kelola blok CPP," cerita Nawasir.
"Tetapi kemudian saya kehilangan kendali terhadap PT BSP yang beralih sepenuhnya dikendalikan Arwin AS, Syafei Yusuf dan Azaly Djohan."
"Saya sadar sudah diberhentikan sebagai direktur utama PT BSP. Saya langsung menolak pemberhentian saya sebagai direktur utama PT BSP tersebut. Sebagai bentuk protes saya membuat surat pengunduran diri dari tim negosiasi blok CPP Riau," sebutnya.
Tetapi Azaly Djohan, Arwin AS dan M Syafei Yusuf seperti panik dan ketakutan dengan kemunduran saya dari Tim Negosiasi.
Mereka takut alih kelola blok CPP gagal.
"Mereka membujuk saya untuk tidak mundur serta menjanjikan akan menyelesaikan segala persoalan saya dengan PT BSP secara musyawarah/kekeluargaan. Mereka ingin jangan sampai diketahui pihak luar apalagi pers, " ungkap Nawasir.
Arwin pada masa itu juga menjabat sebagai Komut PT BSP dan anggota Komite Manejmen Bersama (JMC) di Badan Operasi Bersama PT BSP-Pertamina Hulu hingga tahun 2009 dengan menerima gaji milliaran pertahunnya dan berbagai fasilitas lain yang melekat di jabatan tersebut.
Semua itu termasuk biaya-biaya yang ditanggung SKK Migas (Cost recovery). "Ini diduga bagian dari korupsi uang negara."
Lalu mengapa setelah 20 tahun baru diungkap?
"Saya mengetahui Arwin dkk (pemkab Siak) diduga menipu yang merugikan masyarakat Riau dan korupsi merugikan keuangan negara (SKK Migas)," jawab Nawasir.
"Peristiwa ini sebenarnya sudah sejak lama ingin saya buka bahwa ada dugaan pidana tersebut. Diantaranya pada tahun 2007 dalam wawancara dengan salah satu radio swasta (Mandiri FM) saya beberkan dugaan penipuan dan korupsi Arwin dkk (pemkab Siak ), akibatnya saya diberhentikan oleh Arwin dan Azaly (JMC BOB) dan Jusmadi Jusuf (direktur pt bsp) dari BOB CPP. Sampai sekarang saya gugat di PN perbuatan melawan hukum Arwin dkk yang ada dalam Akta No.2/2002 Perubahan anggaran dasar PT. BSP di atas," ungkapnya.
Jadi ditubuh PT BSP yang baru saja dipercaya mengelola blok minyak CPP secara penuh oleh pemerintah pusat ini menurut Nawazir ada hal yang negatif yang mesti diungkap, namun versi Arwin AS menyikapinya sore tadi bahwa semua harus ada pembuktian.
"Masa itu pengelolaan dan pendirian perusahaan daerah (BSP) dalam hal minyak dan gas (Migas) untuk mandiri sangat sulit. Hasilnya, pengelolaan migas dilakukan oleh Badan Operasi Bersama (BOB-PT BSP Pertamina Hulu). Kita harus berjuang untuk kepentingan dan pemasukan pendapatan daerah yang lebih memadai. Bahkan sumber daya manusia kita khususnya dibidang migas untuk dapat mengelola hasil bumi sendiri juga masih kendala," tutupnya. (*)
Tags : PT Bumi Siak Pusako, BSP, Pengelolaan Minyak dan Gas, Migas Siak, News,