
NUSANTARA - Ketika mayoritas masyarakat Indonesia merayakan Idulfitri, sekelompok warga menyambut Lebaran dalam keadaan duka akibat serangan banjir.
Bagaimana cerita mereka merayakan hari besar umat Islam di tengah bencana?
Berbagai jenis makanan dan cemilan kering khas Lebaran, serta minuman kemasan telah tersusun rapi di ruang tamu. Perabot rumah sudah ditata sedemikan rupa agar membuat nyaman sanak saudara yang akan datang.
Desmayati, warga Kelurahan Simpang III Sipin, Kota Baru, Jambi, berharap keluarga besarnya yang datang akan merasa nyaman dan bahagia saat mereka merayakan Lebaran di rumahnya.
Namun, harapan perempuan 54 tahun itu sirna. Semangat merayakan Lebaran bersama keluarga, yang datang dari Sumatra Barat dan Lampung, berubah jadi kepanikan.
Rumah Desmayati yang telah dihuni lebih dari 25 tahun ini diserang banjir untuk kali pertama pada Minggu (30/03).
"Keramik belakang jebol, hancur. Lalu masuk airnya. Tidak bisa disetop lagi, kayak bom. Air masuk dari belakang karena ada parit kecil," kata Desmayati saat ditemui di Jambi, Senin (31/03).
Air tidak henti-henti memasuki rumahnya hingga setinggi pinggang orang dewasa.
Desmayati dan keluarganya berusaha menyelamatkan barang-barang yang bisa diselamatkan. Namun, derasnya air mengakibatkan lemari rusak, pakaian basah, dan sejumlah barang elektronik rusak.
Air sempat surut sebentar, katanya, tapi keesokan paginya hujan kembali datang. Rumah Desmayati pun dilanda banjir lagi.
Desmayati dan keluarganya pun tidak bisa mengikuti salat Idulfitri. Lagi pula, mereka tidak memiliki pakaian yang layak dan bersih untuk beribadah karena telah dilumuri lumpur banjir.
Bukan hanya itu, anggota keluarga yang berasal dari luar kota pun batal ke rumahnya.
"Suasana Lebaran yang menyedihkan. Kita sudah siapkan kue. Sudah siap yang lain, tetapi tamu tidak bisa datang ke sini karena genangan air seperti ini," katanya.
Duka yang sama juga dirasakan Misrina Suryani, 33 tahun, warga Kelurahan Simpang IV Sipin, Jambi.
Misrina berkata, dirinya dan suami telah membersihkan rumahnya yang diserang banjir pada Minggu (30/03). Dia berharap bisa menerima tamu esok harinya, saat Idulfitri.
Namun, banjir kembali datang.
"Kemarin bersih-bersih nian, mau Lebaran. Sudah disterilkan, tetapi hari ini banjir lagi. Kue-kue sudah siap. Masak lontong, ketupat di meja makan. Dua hari kami kebanjiran. Ini memang tertinggi sepanjang sejarah banjir," ujarnya.
Ketua RT di Kelurahan Simpang III Sipi, Rozjiman, mengatakan terdapat 25 rumah yang terdampak banjir di wilayahnya.
"Di hari bahagia ini mestinya menghadapi bahagia juga. Tetapi malah menghadapi situasi ini. Sudah surut, datang lagi air. Masuk ke rumahnya. Ini kan tidak kondusif. Tidak merasakan Lebaran yang meriah," katanya.
Banjir di Kota Jambi juga mengakibatkan satu orang meninggal dunia pada Minggu (30/03).
"Lantai bangunan [kamar mandi yang membelakangi anak sungai runtuh] menimpah korban, dan korban langsung tertimbun," kata Mustari, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Jambi.
Selain itu, Mustari mengatakan banjir yang berlangsung selama dua hari ini terjadi di 23 kelurahan dalam delapan kecamatan.
Dia mengatakan penyebab banjir berbeda-beda di setiap wilayah, seperti drainase yang kurang memadai, sedimentasi pada drainase, penumpukan sampah, dan minimnya titik resapan air.
Suasana sore, pada Hari Raya Idulfitri 2025 di Dusun Nogosari 1 Kelurahan Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, tampak sepi.
Beberapa pintu rumah tertutup dan tak terlihat keramaian orang yang saling berkunjung.
Desa ini menjadi salah satu titik terparah banjir pada Jumat (28/04), akibat luapan Sungai Celeng.
Salah seorang warga, Fredi Giyanto, 50 tahun, terlihat tengah membersihkan mobilnya yang terendam banjir di depan rumahnya.
"Semangat Lebarannya hilang, bahkan makanan yang seharusnya dipersiapkan untuk waktu Lebaran, kita makan pada malam itu [banjir], karena sudah tidak bisa masak atau apa," kata Giyanto yang bekerja sebagai tukang kayu.
Meskipun sisa lumpur dan bekas banjir sudah tak terlalu terlihat, namun masih nampak kesedihan di wajah Giyanto.
"Harusnya mau bersiap menyambut Lebaran, malah kayak gini. Di masjid itu, kita sudah bikin maskot [mempersiapkan untuk takbir keliling] tapi terkena dampak banjir, hilang," ucapnya.
Giyanto juga mengatakan selama tiga hari menjelang Lebaran mereka mengalami kesulitan air bersih karena kondisi sumur yang tercemar lumpur banjir.
"Kita beli air buat masak. Kita bisa mandi itu setelah tiga hari, itu pun airnya belum benar-benar jernih, tapi kita paksakan untuk mandi," keluhnya yang menaksir mengalami kerugian belasan juta rupiah akibat banjir ini.
Giyanto bercerita, banjir berlangsung selama dua jam dari sore hingga malam.
"Ketinggiannya itu setengah meter masuk rumah, kalau di jalan itu tinggi banget satu meter lebih mungkin," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dusun Nogosari 2, Dalmuji berkata banjir telah merendam belasan rumah warga dan area pertanian yang siap panen di wilayahnya pada Jumat sore (28/03) lalu.
Dia bercerita, banjir melanda desanya memang bukan hal baru, bahkan sudah ada sejak 1980. Namun, tambahnya, "Semakin ke sini makin jadi [parah] karena sungai semakin dangkal, dan bantaran menyempit."
"Banjir ini juga mengganggu psikologis masyarakat, namun kita karena orang Jawa ya menerima saja (pasrah)," katanya.
Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul, banjir dan longsor mengakibatkan tiga orang luka-luka, dan puluhan bangunan rusak.
Bencana ini pun ditaksir menyebabkan kerugian hingga Rp150 juta.
Bukan hanya di Pulau Jawa, banjir juga menghantam beberapa wilayah di Jayapura, Papua, sesaat sebelum Lebaran, pada Minggu (30/03) malam.
"Selama Lebaran, baru pertama kali saya Lebaran, malam takbiran banjir," kata Warwey, ibu yang tinggal di di Entrop, Kota Jayapura.
Warwey mengatakan air masuk lewat saluran pembuangan kamar mandi rumahnya.
Air lalu merembet masuk ruang tamu, hingga kamar.
"Banjir masuk lewat pembuangan kamar mandi. Saya sudah pasang setiap batu di pintu rumah, untuk mencegah banjir itu. Tapi air masuk lewat pembuangan kamar mandi itu," ujar perempuan yang berusia 46 tahun ini.
Dia bercerita air banjir masuk ke rumah saat dirinya dan keluarga tengah membuat kue Lebaran.
Warwey mengatakan air membasahi kasur dan pakaian, namun barang elektronik sempat diselamatkan.
Ia pun tidur bersama keluarganya beralaskan tikar malam sebelum Lebaran.
"Barang-barang elektronik sempat diselamatkan. Kasur terendam kita tidur melantai, tidak pakai kasur, tidur di lantai. buka kain tidur. Kan kasur basah semua," katanya yang memperkirakan kerugian akibat banjir itu sebesar Rp5 juta.
Warwey mengaku banjir membuat ia tidak semangat menyambut hari raya Idulfitri.
"Yang pertama kita down yah, karena antusias besok mau [persiapan] tiba-tiba banjir [bikin] pikiran terpecah. Mau urus rumah kah, mau terima tamu kah, mau masak kah. Akhirnya down. Perasaan sudah tidak antusias lagi, seperti tahun-tahun kemarin begitu," ujarnya.
Ia pun hanya menyiapkan menu seadanya yaitu opor ayam, kerupuk dan sambal untuk merayakan Idulfitri bersama keluarga.
Warwey memiliki ayah dari Raja Ampat yang beragama Muslim dan ibu dari Port Numbay. Warwey mengatakan dirinya mendapatkan dukungan yang luar biasa dari keluarga ibunya yang Kristen.
"Buka puasa dikasih selamat, lebaran dikasih selamat. Saya open house lebih banyak untuk keluarga Kristen. Dukungan keluarga sangat besar ke kami saat bencana ini," katanya.
Banjir juga merendam tempat tinggal Hamdana di Jayapura. Perempuan 54 tahun tersebut menuturkan sudah tiga kali mengalami kebanjiran.
Ia bercerita air yang meluap dari got depan rumah masuk melalui saluran pembuangan kamar mandi.
Hamdana bersyukur banjir tidak merendam barang-barang di rumahnya.
"Belum ada barang terendam. Kalau sudah mulai hujan, kita persiapan angkat barang-barang. Kalau air masuk lewat belakang, otomatis angkat barang duluan. Tadi malam [saat banjir] kasih naik barang-barang di bangku," katanya.
Namun, banjir menganggu persiapannya dalam merayakan Idulfitri, kata Hamdana. Dia hanya menghindangkan menu makanan khas Lebaran yang seadanya untuk disantap bersama keluarganya.
Selain itu, dirinya mengaku tidak mudik ke tempat asalnya di Makassar, Sulawesi Selatan. Alasan biaya yang mahal membuatnya memilih Lebaran bersama anak-anaknya di Jayapura.
"Mama sudah dari 1997 di Kota Jayapura. Pikiran mau mudik tapi banyak orang, sementara biaya untuk mudik mahal," katanya.
Ini bukan kali pertama wilayah Jayapura dihantam banjir. Tahun lalu banjir merendam empat lokasi di ibu kota Papua ini, yang menyebabkan 62 orang terserang penyakit.
Bahkan banjir bandang dan longsor pernah menghantam Sentani, Jayapura pada Maret 2019. Bencana ini menewaskan ratusan orang, dan menyebabkan sekitar 4.000 warga mengungsi.
Banjir juga menghantam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Sentani Tami, akibat curah hujan yang tinggi.
Bencana banjir bukan hanya terjadi di saat Lebaran. Hampir setiap pekan, dilaporkan ada wilayah di Indonesia yang diterjang oleh banjir.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, dari 5.593 bencana hidrometeorolgi sepanjang 2024, lebih dari 2.200 kejadian adalah banjir. Banjir berdampak pada 5,7 juta orang di tahun itu.
Sepanjang tahun ini (hingga Maret 2025), BNPB telah mencatat 614 kejadian bencana yang mayoritas disebabkan oleh banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor.
Dampaknya adalah 110 orang meninggal, 17 orang hilang, 121 luka-luka dan lebih dari dua juta orang terdampak.
Derita masyarakat yang diterjang banjir saat bulan puasa dan Lebaran juga dialami di daerah-daerah lain.
Di awal Maret, banjir melanda sebagian wilayah di Jabodetabek, bahkan disebut 'melumpuhkan' kota Bekasi, Jawa Barat.
Diperkirakan kerugian—infrastruktur, ekonomi, dan kehidupan masyarakat—akibat bencana ini mencapai Rp1,69 triliun.
Di Jawa Tengah, menurut data BNPB, banjir menggenangi lima hektare lahan di Kabupaten Sragen, Jumat (28/03). Di hari yang sama, banjir juga menerjang lima kecamatan di Klaten, empat kecamatan di Karanganyar, enam kecamatan di Purworejo, dan tujuh kecamatan di Kebumen.
Ratusan rumah, dan ribuan jiwa dilaporkan terdampak akibat bencana ini.
Di Yogyakarta, banjir terjadi di Bantul (tujuh kecamatan), Gunung Kidul (tujuh kecamatan), Kulon Progo (tiga kecamatan), dan Kota Yogyakarta (dua kecamatan) pada Jumat (28/03).
Di Jawa Timur, banjir menghantam empat kecamatan di Pasuruan, dan lima kecamatan di Madiun, dan satu kecamatan di Lumajang. Kembali, ratusan rumah, puluhan hektare sawah dan ribuan jiwa terdampak bencana ini.
Di Pulau Sulawesi, banjir mengenangi dua kecamatan di Morowali Utara, dan satu kecamatan di Kabupaten Banggai, pada Kamis (27/03). Beberapa hari sebelumnya, banjir terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Buol, Minahasa Selatan, Kota Manado, dan Bolaang Mongondow.
Di Sumatra, pada Maret, banjir melanda Kota Padang Sidempuan, yang mengakibatkan dua korban meninggal, dan lebih dari 5.000 jiwa terdampak. Banjir juga terjadi di beberapa wilayah di Provinsi Riau, yang mengakibatkan puluhan ribu jiwa terdampak.
Banjir juga terjadi di Pulau Kalimantan. Dua orang tewas akibat banjir merendam sebagian wilayah di Kabupaten Berau, Kaltim. Banjir hampir satu meter menerjang tiga kecamatan di Kabupaten Pulau Pisau, Kalteng. Ratusan rumah dan fasilitas lainnya terdampak.
Bahkan banjir mengenangi 11 kecamatan di Banjar, Kalsel, lebih dari sebulan (17 Januari-27 Maret 2025). Lebih dari 4.000 jiwa terdampak.
Di Kalimantan Barat, banjir merendam hampir 3.000 rumah dan fasilitas umum di 12 kecamatan di Kapuas Hulu, Jumat (21/03). Dilaporkan ada lebih dari 42.000 jiwa yang terdampak
Tak berhenti, banjir juga terjadi di wilayah Halmahera Utara, dan Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara pada Jumat (21/03). (*)
Tags : banjir, lebaran, dihantam banjir, penangannan banjir, semangat idulfitri, bencana alam,