Headline Kepri   2024/12/12 20:34 WIB

Ekspor Pasir Laut Perhatikan Suara Masyarakat, LP3 Anak Negeri: 'Lakukan Pengembangan Berupa Inkam Berkelanjutan'

Ekspor Pasir Laut Perhatikan Suara Masyarakat, LP3 Anak Negeri: 'Lakukan Pengembangan Berupa Inkam Berkelanjutan'
Warga Suku Laut mendayung sampan di kawasan pesisir yang menjadi lokasi tambang pasir kuarsa di Desa Penaah, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau

TANJUNGPINANG, RIAUPAGI.COM - Masyarakat pesisir di Kepulauan Riau masih menerima 'tangan terbuka' pelaku ekspor pasir laut.

"Masyarakat pesisir minta dapat diperhatikan suaranya."

"Pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut. Namun pembeli (pelaku ekspor) hendaknya tidak menghilangkan mata pencarian nelayan, melainkan dapat melakukan pengembangan inkam berkelanjutan," kata Wawan Sudarwanto dari Lembaga Penelitian Pengembangan Pendidikan (LP3) Anak Negeri tadi, Kamis (12/12).

Mereka juga berharap pembeli pasir laut tidak merusak potensi wisata bahari.

Sebelum dihentikan pada 2002, tambang pasir laut amat marak di perairan Bengkalis, Riau, dan perairan Karimun serta Batam, Kepri.

Sejak 1978-2002, setiap tahun lebih dari 250 juta meter kubik pasir laut diekspor untuk mereklamasi Singapura.

Ketua Aliansi Tokoh Masyarakat Riau Peduli Pulau Rupat Said Amir Hamzah, mengatakan, ekspor pasir laut membuat negara tetangga bertambah luas, tetapi menenggelamkan negara sendiri.

Menurut dia, menjual pasir laut ke luar negeri sama saja menjual tanah air sendiri.

Pada 15 Mei lalu, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Dengan PP No 26/2023, pemerintah kembali mengizinkan ekspor pasir laut yang sebelumnya dilarang pada era Presiden Megawati Soekarnoputri.

”Kami sudah mencium rencana pemerintah yang akan kembali membuka ekspor pasir laut itu. Soalnya, perusahaan yang pada tahun 1990-an memiliki izin tambang pasir mulai datang lagi ke Pulau Rupat,” kata Said.

Tetapi Wawan Sudarwanto menilai dalam melakukan aktivitasnya, perusahaan (pembeli) itu hanya mengantongi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan yang dibuat sejak pada 1998.

"Perusahaan penambang mebeli pasir di pulau-pulau yang terbentuk dari gundukan pasir, atau yang biasa disebut warga sebagai beting," kata dia.

"Jika akibatnya ada terjadi kerusakan ekosistem pesisir di sana seperti berupa abrasi, laut keruh, hancurnya terumbu karang, dan kerusakan padang lamun, ini bisa lebih di aturan itu sendiri," tambahnya.

Begitu pula jika ada kerusakan lingkungan akibat tambang membuat hewan laut, usul Wawan, pembeli sebaiknya juga dapat memperhatikan nelayan dengan ikut serta membuat inkam berkelanjutan seperti budidaya ikan laut, air tawar dan keramba-keramba udang.

"Sehingga daya tarik wisata, seperti dugong dan lumba-lumba tidak menghilang."

”Selain wisata lancar, nelayan juga tidak sulit menangkap ikan. Ini namanya gerakan sosial dari pengusaha bersama masyarakat pesisir dapat sejalan meraungi hidup,” ujarnya.

Sama halnya dengan yang terjadi warga di sejumlah daerah di Kepri rencana pemerintah untuk membuka kembali ekspor pasir laut bisa dilakukan dan dapat seimbang kerugian akibat tambang pasir laut.

Menurut Wawan, pada awal tahun 2000-an waktu tambang pasir laut masih marak di Karimun, nelayan hanya mendapat kompensasi berupa sembako dan uang Rp 300.000 per keluarga. Bantuan itu hanya diberikan satu kali.

”Kalau hanya itu yang mereka dapat ke mana nelayan harus mencari ikan kalau laut sekitarnya rusak,” ujarnya.

Adapun warga Pulau Pemping di Kota Batam melihat tambang pasir laut tidak hanya membuat habitat ikan hancur, tetapi juga mengancam pulau-pulau kecil tempat warga bermukim.

"Pengerukan pasir laut membuat tanah di pulau-pulau kecil merosot ke laut."

"Kompensasi yang ditawarkan perusahaan karena berkaca pada pengalaman buruk nelayan di Batam dan Karimun," ungkapnya.

Jadi menurut wawan, PP No 26/2023 itu tidak hanya dipikirkan seberapa besar pengelolaan hasil sedimentasi laut bakal menambah pemasukan daerah. Tetapi yang paling penting adalah perhatian pelaku usaha kepada masyarakat pesisir (dilokasi) tambang tetang kebutuhan dasarnya, baik kesejahteraan, inkam berkelanjutan, kesehatan dan ekonominya. (*)

Tags : pasir laut, ekspor, pertambangan, kepri, batam, tambang, masyarakat pesisir, pasir laut,