
BISNIS - Logam mulia sejak dulu dipandang sebagai aset yang dapat diandalkan pada saat krisis keuangan atau ketidakstabilan ekonomi. Tetapi apakah emas benar-benar aset yang aman?
Harga emas global merangkak naik dalam beberapa bulan terakhir hingga mencapai rekor tertinggi imbas dari para pedagang mencari investasi yang lebih aman di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan rencana penerapan tarif terhadap sejumlah negara—termasuk Indonesia—harga emas mencapai rekor tertinggi sebesar lebih dari US$103 (setara Rp1,7 juta) per gram.
Di Indonesia, harga emas Aneka Tambang terus mengalami lonjakan sejak akhir Maret 2025, bahkan mencapai Rp1.889.000 per gram pada Jumat (11/04).
Rekor harga emas dunia telah berulang kali pecah tahun ini, didorong oleh kekhawatiran terjadinya perang dagang.
Ketidakstabilan ekonomi sering kali menyebabkan kenaikan harga emas.
Ketika pasar keuangan anjlok kerap terjadi "demam emas"—kondisi saat banyak orang tiba-tiba berusaha membeli logam mulia.
Siapa pembelinya?
"Baik pemerintah, investor perorangan, maupun investor ritel," kata Dr Philip Fliers, seorang sejarawan ekonomi dari Universitas Belfast, Irlandia Utara.
"Orang-orang meninggalkan ekuitas [seperti saham] secara besar-besaran, dan beralih ke emas," imbuhnya.
"Dan itu benar-benar mendorong kenaikan harga."
Emas secara tradisional menjadi logam 'pilihan' ketika terjadi ketidakpastian global di pasar keuangan.
Contohnya pada 2020. Saat pandemi Covid-19 menyebabkan kemerosotan ekonomi, harga emas tiba-tiba melonjak.
Namun, ketidakpastian di pasar keuangan juga dapat memengaruhi emas.
Pada Januari 2020, ketika wabah Covid-19 muncul, harga emas melonjak. Namun, pada Maret tahun itu harganya mulai turun.
"Meskipun emas merupakan investasi yang 'aman', bukan berarti tidak berisiko," kata Dr Fliers.
Tetapi emas masih memiliki reputasi sebagai investasi yang dapat diandalkan pada ketidakpastian ekonomi. Tidak hanya karena nilainya, tapi sepanjang sejarah dan budaya yang berbeda, emas telah sangat dihargai sehingga mudah diperdagangkan.
Dari Topeng Emas Firaun Tutankhamun pada era Mesir Kuno, hingga Bangku Emas Asante di Ghana dan Singgasana Emas Kuil Padmanabhaswamy di India, logam ini secara historis memiliki kepentingan religius dan simbolis.
Tidak mengherankan banyak orang menganggap emas sebagai cara yang dapat diandalkan untuk menyimpan kekayaan mereka.
Nilai barang-barang emas dan perhiasan di rumah sering kali tidak terpengaruh oleh pergeseran pasar keuangan global.
Namun, investasi besar apa pun mungkin bergantung pada tindakan para pelaku keuangan besar.
Dr Fliers mengamati kenaikan harga emas baru-baru ini. "Saya menduga hal ini didorong oleh bank sentral pemerintah yang membeli emas".
Bank-bank sentral sering membeli emas dalam jumlah besar untuk memperkuat cadangan saat mereka beralih dari investasi ekuitas di tengah ketidakpastian.
Ini berarti berinvestasi pada logam mulia bisa berbahaya.
"Berspekulasi tentang kenaikan emas masih berisiko karena begitu pasar tenang, dan pemerintah sadar, orang-orang akan meninggalkan emas lagi," kata Dr Fliers.
"Berinvestasi pada emas dilakukan untuk jangka panjang". (*)
Tags : logam mulia, emas dipandang aset, ketidakpastian ekonomi, bisnis, pasar saham, keuangan, ekonomi,