Politik   2024/12/13 10:48 WIB

Fenomena Banyak Petahana di Riau Tumbang di Pilkada 2024, Pengamat: 'Ada juga yang Over Pede'

Fenomena Banyak Petahana di Riau Tumbang di Pilkada 2024, Pengamat: 'Ada juga yang Over Pede'

PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Dalam kacamata politik, fakta tersebut dinilai menunjukkan bahwa dalam kontestasi Pilkada selalu menyuguhkan kejutan. 

"Fenomena menarik banyak Petahana di Riau tumbang di Pilkada 2024."

"Gambaran mengenai pemenang di kabupaten/kota sudah nampak di laman info publik Pilkada milik KPU, mengingat banyak daerah di Riau sudah menuntaskan proses rekapitulasi suara," kata Wawan Sudarwanto, dari Lembaga Penelitian Pengembangan Pendidikan (LP3) Anak Negeri dalam bincang-bincangnya sepekan terakhir.

Dari data tersebut, kata dia, diketahui sejumlah petahana kalah suara pada Pilkada 2024 ini. 

Di antaranya, Afrizal Sintong sebagai Cabup Rohil petahana yang kalah dari H. Bistamam. 

Selain itu, juga ada nama Syamsuar, Cagub Riau yang juga kalah pada Pilkada kali ini. Perolehan suaranya kalah dari Abdul Wahid. 

Selain Kabupaten Rohil dan Siak, fenomena calon petahana kalah juga terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu). 

"Dinamika Pilkada kali ini cukup mengagetkan. Banyak petahana tumbang. Tentu saja faktor yang berpengaruh juga kompleks dan tidak tunggal. Banyak tumbang karena mendapat persaingan lawan yang kompetitif, khususnya pasangan yang diusung oleh partai koalisi," kata Wawan Sudarwanto menilai. 

Dalam matematika politik, Wawan menjelaskan, faktor yang turut berpengaruh pada petahana tentu saja adalah tingkat kepuasan. 

Ia menyebut, bahwa saat tingkat kepuasan publik di bawah 70 persen tentu peluang petahana akan menipis, karena tidak bisa menawarkan pembuktian dan hal baru yang bisa diandalkan untuk mengatrol elektabilitas.

"Di samping itu, di beberapa daerah kita bisa melihat petahana kelewat over pede hingga tidak waspada dan melupakan kekuatan para penantang. Di mana-mana memang mempertahankan elektabilitas jauh lebih sulit daripada merebut elektabilitas, dan petahana terlena oleh dukungan semu politik yang seolah-olah akan bertahan memiilih dia," ujarnya. 

Faktor lain yang dibaca Wawan, adalah motif pemilih untuk menghukum petahana, juga kuat dalam pilkada kali ini bisa jadi membuat langkah petahana di pemilih swing voters dan undecided voters tidak lagi kuat, sehingga tidak mendapat limpahan suara liar. 

"Tentu saja faktornya kompleks dan tidak sesederhana itu. Banyak lawan yang punya surplus elektabilitas yang tidak bisa diantisipasi dan diketahui dengan baik oleh petahana," terangnya.

Lain lagi disebutkan Pengamat Politik Dr Tito Handoko, yang menilai pada awal tahapan Pemilihan Gubernur Riau Tahun 2024 yang sekarang hampir final, sejak tanggal 6 Desember yang lalu rekapitulasi tingkat provinsi sudah dilaksanakan, dimana pasangan Abdul Wahid - SF Hariyanto ditetapkan sebagi paslon yang meraih suara terbanyak dengan perolehan suara sah sebanyak 1.224.193 suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riau.

Disusul pasangan Muhammad Nasir - Muhammad Wardan dengan 877.511 suara kemudian pasangan Syamsuar - Mawardi M Saleh dengan perolehan 661.297 suara.

Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2024, tahapan KPU mengumumkan pemenang pilkada ke publik melalui media massa pada tanggal 15 Desember 2024.

"Dinamika Pilgub Riau tahun 2024 ini, paslon petahana Syamsuar - Mawardi Saleh yang merupakan paslon dengan eletabilitas tertinggi harus menerima kenyataan kalah dari 2 paslon penantangnya. Bahkan tergerus di posisi perolehan suara paling rendah," katanya menanggapi hal itu.

Tito Handoko menyebutkan kekalahan tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor. Salah satunya ialah gagalnya penggiringan isi oleh tim media paslon.

"Pertama, menurut analisis sosial media yang kami lakukan, tim media Syamsuar - Mawardi Saleh tampaknya gagal dalam menggiring isu sehingga tidak muncul isu baru yang dapat mengkatrol elektabilitasnya. Tidak ada isu baru yang mampu dijual sehingga tawaran-tawaran isu yang disampaikan justru dianggap tidak menarik," jelas Tito.

Selain itu, Tito juga menduga faktor saling bantah isu jembatan Bengkalis antara Ketua Tim Pemenangan Syamsuar, Syahrul Aidi dengan Abdul Somad justru menjadi boomerang bagi Syamsuar - Mawardi M Saleh di Bengkalis.

"Giringan isu soal jembatan Bengkalis - Sei Pakning yang tidak masuk PSN justru menimbulkan antipati bagi pemilih di Pulau Bengkalis dan Kabupaten Bengkalis secara umum kepada pasangan Syamsuar - Mawardi M Saleh," jelasnya.

Lebih lanjut, Tito mengatakan kegagalan dalam penggiringan isu soal pesisir juga menjadi penyebab rontoknya elektabilitas dan perolehan Syamsuar - Mawardi M Saleh di daerah pesisir. Mirisnya, pasangan ini hanya menang di Siak yang memang sejak awal diprediksi sebagai lumbung suara, tanpa giringan opini pun diprediksi Syamsuar - Mawardi tetap menang di Siak.

"Sementara di Riau daratan, memang problem infrastruktur yang menjadi isu utama yang menjadi penyebab rontoknya perolehan suara Syamsuar – Mawardi" ungkap Tito.

Faktor lainnya, dikatakan Tito adalah peran buzzer. Dirinya menguraikan ada dua motif buzzer, diantaranya motif komersial yang ditandai dengan aliran dana. Kemudian, motif sukarela yang didorong oleh ideologi atau rasa kepuasan tertentu terhadap suatu produk dan jasa.

"Buzzer politik di tim pemenangan Syamsuar - Mawardi Saleh cukup banyak, tetapi yang paling kontroversi dan menjadi perbincangan publik adalah pemilik akun TikTok Zul Kadir yang selalu melayangkan statement politik soal keterlibatan Ustad Abdul Somad," ungkap Tito.

Impresi negatif netizen pada akun ini, dikatakan Tito cukup tinggi dan berdampak pada persepsi negatif publik pada Syamsuar - Mawardi Saleh.

"Serangan-serangan akun tiktok Zul Kadir pada UAS dan paslon Wahid - SF Hariyanto tidak seimbang dengan serangannya pada Paslon M Nasir - Wardan, justru statement yang disampaikan oleh akun tiktok Zul Kadir membuat impresi negatif kepada Syamsuar semakin tinggi," pungkasnya. (*)

Tags : petahana, petahana banyak tumbang, pilkada 2024, pilkada serentak 2024, pilkada riau,