
SENI BUDAYA - Festival Duan Wu Ji atau yang dikenal juga sebagai Festival Bakcang, kembali dirayakan meriah oleh masyarakat Tionghoa di Pekanbaru. Bertempat di Sekretariat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Riau, Jalan Setiabudi.
"Festival Budaya Duan Wu Ji disambut meriah warga Tionghoa dan dihadiri ratusan warga lintas generasi."
"Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, perayaan tahun ini dikemas lebih interaktif," kata Stephen Sanjaya sebagai Ketua PSMTI Riau.
Stephen Sanjaya, mengajak masyarakat tidak hanya menyaksikan, tetapi juga diajak langsung untuk belajar cara membungkus dan memasak bakcang makanan khas yang menjadi ikon perayaan ini acara festival ini yang berlangsung sejak Kamis 29 Mei 2025.
"Setelah sesi edukasi, acara dilanjutkan dengan makan bakcang bersama, sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur."
Generasi muda Tionghoa rayakan dan meriah Festival Duan Wu Ji 2025 di Pekanbaru.
Kicang, sebaliknya, tidak memiliki isi dan biasanya disajikan dengan selai atau gula merah.
Kedua makanan ini dibungkus dengan daun bambu, lalu dikukus, menciptakan aroma khas yang menggugah selera.
Lebih dari sekadar kuliner, kue cang juga menyimpan nilai sejarah dan penghormatan terhadap tokoh kuno Tiongkok, Qu Yuan, yang menjadi simbol patriotisme dan keteguhan hati.
Perayaan ini tidak hanya menjadi momen kuliner dan hiburan, tetapi juga upaya memperkuat identitas budaya Tionghoa di Indonesia, khususnya di Riau. Kegiatan ini rutin digelar oleh PSMTI sebagai bentuk pelestarian nilai-nilai luhur dan warisan tradisi.
Kebudayaan Tionghoa
Festival Duan Wu Jie, atau yang dikenal juga dengan sebutan Festival Twan Yang, Festival Peh Cun, atau Festival Bak Cang, adalah festival penting dalam kebudayaan Tionghoa.
Festival ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek.
Perayaan Festival Duan Wu Jie banyak diketahui sebagai festival makan Bak Cang dan festival perlombaan Perahu Naga.
Asal usul festival ini adalah berasal dari kisah Qu Yuan. Qu Yuan dilahirkan pada 340 SM dan merupakan salah satu anggota keluarga dari tiga keluarga terhormat pada Kerajaan Chu.
Qu Yuan adalah seorang penasehat bagi Raja Huai yang memerintah dari 328 SM sampai 299 SM.
Gubernur Riau, Abdul Wahid saat hadiri Dharmasanti Waisak 2569 BE di Hotel Furaya, Pekanbaru.
Karena kepandaian dan kejujuran Qu Yuan, banyak pejabat korup yang iri dan ingin menyingkirkan Qu Yuan.
Persekutuan antara Negara Chu dan Negara Qin yang telah terjalin lama putus ketika Negara Qin mengumumkan perang terhadap Negara Chu dan mengambil alih sebagian wilayah Negara Chu.
Di tengah masa pertempuran tersebut, Negara Qin mengajukan usul gencatan senjata kepada Negara Chu dan menginginkan diadakannya pertemuan membahas perdamaian.
Qu Yuan menasehati agar Raja Huai tidak bersedia datang ke Negara Qin untuk berunding. Namun bujukan dari para pejabat korup lebih berpengaruh di pikiran Raja Huai sehingga dia bersedia datang.
Raja Huai langsung ditangkap pada saat tiba dan meninggal setelah tiga tahun dalam penjara.
Anak tertua Raja Huai, Qin Xiang menjadi raja. Sedangkan anak lainnya, Zi Lian, menjadi perdana menteri. Saat kedua orang itu berkuasa, Qu Yuan langsung disingkirkan dan diusir dari istana.
Dalam pengasingannya Qu Yuan banyak mengabdikan hidup kepada rakyat dan membantu rakyat, sehingga rakyat sangat cinta dan hormat terhadap Qu Yuan.
Pada 278 SM tentara Negara Qin menguasai Ying, Ibukota Negara Chu. Berita ini membuat Qu Yuan sangat berduka. Qu Yuan sangat menyesali dirinya sendiri bahwa tidak satu hal juga yang dapat dilakukan demi menyelamatkan Negara Chu.
Rasa sedih dan putus asa yang mendalam menyebabkan Qu Yuan memutuskan bunuh diri dengan menceburkan diri di Sungai Miluo.
Mengetahui bahwa Qu Yuan bunuh diri, banyak orang berusaha mencari jenasah Qu Yuan.
Mereka memukul-mukul genderang untuk mengusir ikan-ikan agar tidak mengganggu jenasah Qu Yuan.
Pencarian yang dilakukan tidak memberikan hasil. Kemudian mereka membungkus nasi dengan daun dan melemparkan ke sungai agar ikan-ikan yang ada menjadi kenyang dan tidak mengusik jenasah Qu Yuan.
Demi mengenang Qu Yuan, kebiasaan yang dilakukan ini menjadi sebuah perayaan besar bagi bangsa Tiongkok dan dikenal sebagai Perayaan Perahu Naga.
Sejak Dinasti Jin, tradisi makan Bakcang secara resmi dijadikan sebagai salah satu kegiatan dalam festival Duan Wu Jie.
Walaupun sebelumnya Bakcang telah populer di Tiongkok, namun belum menjadi makanan simbolis pada festival ini.
Bentuk dan isi Bakcang juga bermacam-macam.
Ada yang isinya daging, ada yang berisi sayur-sayuran, ada pula yang dibuat kecil-kecil namun tanpa isi yang kemudian dimakan bersama gula manis.
Yang lebih menarik dan turut meriahnya festival ini dimana Gubernur Riau, Abdul Wahid ikut menyerukan perayaan Dharmasanti Waisak 2569 BE dijadikan momentum untuk mempererat tali persaudaraan dan meneguhkan semangat perdamaian antarumat beragama.
Seruan ini disampaikannya dalam sambutan saat menghadiri acara Dharmasanti yang digelar di Hotel Furaya, Pekanbaru, Sabtu (31/5).
Acara ini dihadiri ratusan umat Buddha dari berbagai vihara di Pekanbaru dan sekitarnya.
Mereka datang dari beragam latar belakang suku dan budaya, namun bersatu dalam semangat Waisak yang membawa nilai kasih sayang, kebijaksanaan, dan kedamaian.
"Waisak adalah pengingat penting bagi kita semua tentang nilai-nilai luhur seperti kasih sayang, kebijaksanaan, dan perdamaian," ujar Gubri.
"Ketiga unsur Trisuci Waisak yakni, kelahiran, pencerahan, dan parinibbana Sang Buddha, membawa makna yang sangat mendalam bagi kehidupan sosial kita, terutama dalam masyarakat yang beragam seperti di Riau," sambungnya.
Gubernur juga menekankan pentingnya terus mengamalkan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, keberagaman justru merupakan anugerah yang memperkuat persatuan bangsa.
"Kita bersyukur karena ajaran Buddha masih tumbuh subur di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa dalam keberagaman, kita tetap bisa bersatu. Damai itu bukan sekadar wacana, melainkan harus kita hidupkan dalam tindakan nyata," tambahnya.
Salah satu momen menarik dalam acara tersebut adalah kolaborasi lintas budaya yang tampak dalam penampilan barongsai yang dipadukan dengan tari persembahan Melayu.
Bahkan, tarian Melayu tersebut dibawakan oleh pelajar dari kalangan Tionghoa—sebuah simbol konkret kebhinekaan di Riau.
"Inilah wujud kebersamaan kita. Tidak ada perbedaan yang memisahkan, karena yang utama adalah kita bersama-sama membangun perdamaian dan menumbuhkan kebijaksanaan," tegas Gubernur.
Lebih lanjut, Wahid menyampaikan harapannya agar perayaan Waisak di masa depan bisa dilaksanakan di lokasi bersejarah umat Buddha di Riau, yaitu Candi Muara Takus di Kabupaten Kampar.
"Saya sangat mendukung jika perayaan Waisak tahun depan dilangsungkan di Candi Muara Takus. Lokasi itu sangat bernilai historis dan spiritual," ucapnya.
Selain perayaan keagamaan, rangkaian kegiatan sosial turut mewarnai Dharmasanti Waisak 2569 BE. Kegiatan tersebut meliputi donor darah, pengobatan gratis, penanaman pohon, hingga karya bakti.
"Ini bukan hanya bentuk pengamalan ajaran Buddha, tetapi juga kontribusi nyata umat Buddha bagi pembangunan sosial yang harmonis dan bermanfaat," pungkasnya.
Kembali disebutkan Stephen Sanjaya, festival ini bukan hanya sebagai bentuk pelestarian budaya, tapi juga ruang kebersamaan lintas usia.
“Kami ingin Generasi muda harus tahu dan bangga dengan warisan budaya mereka,” kata Stephen Sanjaya yang turut hadir dalam perayaan tersebut Ketua PSMTI Pekanbaru Happy Subagio, serta para pengurus dan generasi muda Tionghoa yang aktif menjaga dan melestarikan tradisi leluhur.
"Kegiatan ini menambah semangat dan keceriaan dalam suasana yang penuh kekeluargaan," ungkapnya.
Festival Duan Wu Ji erat kaitannya dengan tradisi makan kue cang, yang terdiri dari dua jenis utama: bacang dan kicang. Bacang adalah kue beras ketan dengan isian, biasanya berupa daging atau versi vegetarian. (*)
Tags : festival budaya, duan wu ji, festival budaya disambut meriah, warga tionghoa, festival budaya tradisi makan bakcang, momentum persaudaraan dan perdamaian,