BUMD masih jadi andalan utama PAD daerah, tetapi gelombang korupsi tidak bisa di pungkiri dan menjadi godaan untuk memperkaya diri sendiri khususnya ditubuh perusahaan PT Bumi Siak Pusako [BSP].
ntuk lebih meningkatkan kinerja perusahaan, diharapkan direksi Badan Usaha Milik Daerah [BUMD] ini harus mampu melakukan terobosan baru.
"Pergantian Direktur Utama BUMD PT Bumi Siak Pusako (BSP) yang telah ditetapkan, diharapkan mampu membuahkan hasil yang maksimal."
"Hal itu sangat diharapkan masyarakat khususnya di Kabupaten Siak, Riau dimana sebelumnya Dirut BSP diduduki oleh Bismantoro Prabowo kini dijabat oleh Iskandar. Jadi Direktur Utama [Dirut] yang baru ini seharusnya bisa membawa BUMD BSP lebih meningkat," kata H Darmawi Wardana SE Ak Bin Zalik Aris, Ketua Lembaga Melayu Riau [LMR] Pusat Jakarta ini.
Ia menanggapi kekisruhan terjadi ditubuh perusahaan pengelola minyak dan gas (Migas) Blok Coastal Palins and Pekanbaru (CPP) di Siak ini tadi, Sabtu (26/2/2022),
"Saya tidak mengatakan Iskandar tak bekerja serius, tetepi memang dia harus bisa melahirkan inovasi dan ide-ide baru. Sehingga kerja bisa efektif, efisien dan meraup keuntungan," sambungnya.
Yang pasti direktur baru harus punya inovasi baru, "bukan hanya menerapkan program kerja lama," kata Darmawi lagi.
Menurutnya, Iskandar harus bisa mengevaluasi kinerja pegawai BSP, bagi yang tidak memiliki kompetensi kiranya bisa segera diganti.
Bagaimana pun juga PT BSP diharap bisa menjadi BUMD andalan dalam mendapatkan deviden, sekaligus menyerap tenaga kerja lokal yang kompeten.
"Bukan sebaliknya terdengar belakangan akhir-akhir ini hanya ada kekisruhan seiring rencana perusahaan itu ingin membangun kantor perwakilannya di Kota Pekanbaru," dalam perkiraan Darmawi.
Kekisruhan di internal BSP
Seiring berjalannya waktu selama 20 tahun terakhir perusahaan BSP diisukan gelombang korupsi seakan tiada hentinya terdengar. Kekayaan alam Riau tidak bisa di pungkiri menjadi godaan untuk memperkaya diri sendiri para elit politik Riau, sebagaimana diduga terjadi di internal BSP.
Seperti disampaikan Sekretaris Jenderal Penggawa Melayu Riau (PMR), Doni di dampingi Komandan Pasukan Khusus (Danpasus) Dt. Syarifuddin Anju juga sudah meminta Kejaksaan [Kajati] Riau, Djaja Subagja, dapat membongkar dugaan korupsi di internal BSP, khususnya pada kegiatan pembangunan gedung kantor PT BSP berlantai 6 di jalan Sudirman Kota Pekanbaru.
"Sudah saatnya, bumi Melayu di bersihkan dari orang-orang tamak dan rakus, yang hanya memperkaya diri atau kelompoknya sendiri. Berikan lah hasil bumi Melayu ini untuk kemakmuran masyarakat Riau, biar semua rakyat sejahtera, khususnya pada kondisi saat ini, kita semua sulit karena di landa covid 19," kata Doni pada pers belum lama ini.
Permasalahan hukum antara PT BSP dan PT Brahmakerta Adiwira, selaku kontraktor pemenang untuk pembangunan gedung kantor PT BSP di jalan Sudirman Kota Pekanbaru dengan biaya sebesar Rp 87 miliar pun terjadi dan belum menemukan titik terang.
Menurut PMR, dan isi somasi kuasa hukum PT Brahmakerta Adiwira, dalam proses mendapatkan kegiatan pembangunan gedung PT BSP itu, perusahaan kontraktor telah mengeluarkan uang sebesar Rp 9 miliar.
Dalam surat somasi kuasa hukum PT Brahmakerta Adiwira, tercantum daftar penerima uang dari 9 miliar tersebut, antara lain disebut, pejabat Dinas PU Kabupaten Siak dan Bupati Siak. Tetapi Bupati Siak, Drs Alfedri belum menjawab tentang tudingan ini.
PT BSP malah dituduhkan telah berbuat curang atau sengaja ingin merugikan pihak PT Brahmakerta Adiwira, dengan melakukan tindakan sepihak, dengan mengeluarkan surat pemutusan kontrak, tatkala pembangunan gedung PT BSP sedang di laksanakan.
Dalam Laporan PMR menyebutkan, adanya 2 surat yang di terbitkan oleh PT BSP, antara lain:
Sebagaimana diketahui, bahwa PT Brahmakerta Adiwira adalah pemenang tender untuk pembangunan gedung kantor PT BSP. Proyek dengan pagu Rp 95.673.959.000 ini, dimenangkan oleh PT Brahmakerta Adiwira, yang beralamat di Jalan Riau No 57, Kelurahan Padang Terubuk Kecamatan Senapelan – Pekanbaru, dengan nilai penawaran terkoreksi Rp87.552.277.851,16. Adapun jangka waktu pelaksanaan selama 540 hari kalender.
Surat-surat tersebut juga di nilai telah melanggar Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan isi surat kontrak antara kedua belah pihak.
Bahkan dalam surat somasi kuasa hukum PT Brahmakerta Adiwira, yang di berikan Sekretaris Jenderal PMR di jelaskan, bahwa PT BSP diduga tidak memiliki persediaan anggaran untuk pembangunan gedung itu, karena menurut uraian somasi dari kuasa hukum PT Brahmakerta Adiwira menyebut, PT BSP tidak ada Kapeknya (Rencana Kerja) untuk pembiyaan proyek tersebut. Baik di Pertamina maupun di SKK Migas.
Untuk itu, PMR yang aktif menyuarakan pemberantasan korupsi di Bumi Lancang Kuning ini langsung meminta kepada Kajati Riau, Djaja Subagja, agar dapat mengungkap dugaan korupsi dalam pembangunan gedung kantor PT BSP itu.
Kabarnya, pihak kontraktor PT Brahmakerta Adiwira melalui kuasa hukum nya, Samsul Samoeri SH MM telah memperingatkan secara keras menagemen PT BSP agar dalam batas waktu 7 hari segera dapat menyelesaikan persoalan tersebut. Jika tidak, terpaksa PT Brahmakerta Adiwira akan melaporkan PT BSP ke Polda Riau.
'Bupati Siak lindungi terduga korupsi'
Merebaknya kembali informasi penanganan kasus skandal suap APBD Riau tahun 2014 dan Rancangan APBD Riau tahun 2015, semakin meyakinkan masyarakat Riau bahwa KPK tidak main-main.
Ketua LMR H Darmawi juga sudah mencium adanya dugaan backing di belakang Riky Hariansyah, Komisaris Utama Perusahaan PT BSP.
Kemungkinan perlindungan itu bisa terjadi dari Bupati Siak aktif hari ini, yaitu Drs H Alfedri M.Si. Kabarnya Riky Hariansyah, sang anak mantan Bupati Siak, Arwin AS, kini menduduki jabatan tertinggi, yaitu Komisaris Utama di PT Bumi Siak Pusako (PT BSP), salah satu BUMD milik Pemkab Siak.
"Kasus skandal suap APBD Riau ini, yang melibatkan eks Gubernur Riau, Anas Maamun, dan masih banyak anggota DPRD lainya, termasuk komisaris utama PT BSP, Riky Hariansyah, yang kami duga kemungkinan di lindungi oleh bupati Siak, Drs H Alfedri, dan ini yang sedang ditelusuri banyak pihak," sebutnya.
Darmawi menduga Bupati Siak Drs H Alfedri M.Si melindungi Riky terkait skandal kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam pengesahan APBD Provinsi Riau tahun 2014 dan Rancangan APBD 2015, yang telah lama menetapkan status tersangka mantan Gubri Annas Maamun dan Riky Hariansyah ST, hari ini publik dikejutkan dengan Keterlibatan Bupati Siak, Drs H Alfedri M.Si.
Keterlibatan Bupati Siak tersebut, yakni berdasarkan dugaan kuat melindungi Riky Hariansyah, yang notabene menjabat sebagai Komisaris di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Siak, PT Bumi Siak Pusako (BSP).
Jabatan Sekretaris Riky Hariansyah di BUMD tersebut bukan tanpa alasan, pasalnya sewaktu Pilkada tahun lalu, Riky termasuk bahagian dari tim sukses dan tim pemenangan Bupati Alfedri.
Kendati demikian, publik sudah menjelaskan, bahwa Riky disinyalir terlibat dalam skandal kasus korupsi, namun hingga saat ini Bupati Siak sepertinya melindungi Riky, sosok yang diduga kuat sebagai aktor utama dalam skandal kasus korupsi yang merugikan ratusan jutaan rupiah APBD Provinsi Riau.
Riky Hariansyah masih nyaman di kursi BUMD PT Bumi Siak Pusako. Semuanya atas dukungan Bupati Siak, Drs H Alfedri M.Si.
'Elit politik kecipratan dana proyek pembangunan kantor BSP'
Proyek pekerjaan pembangunan gedung kantor PT Bumi Siak Pusako (BSP) di Kota Pekanbaru, Riau senilai Rp 87 milyar berbuntut panjang. Pasalnya, diduga Bupati Siak Alfedri menerima aliran dana sebesar Rp 9 miliar guna memuluskan pembangunan proyek gedung tersebut.
Alfredi tak sendiri, ia diduga kecipratan dana proyek tersebut bersama Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Siak.
Koordinator Gerakan Masyarakat Mahasiswa Pemantau Korupsi (GEMMPAR) Riau, Erlangga mendesak, agar kejaksaan Riau dapat mengusut dugaan korupsi dalam Pemkab Siak terkait pembangunan proyek tersebut.
“Banyak dugaan perkara korupsi yang terjadi di depan mata. Sehingga, kami meminta Kejaksaan untuk mengusutnya demi menyelamatkan keuangan negara,” ujar Erlangga didepan media, Minggu (13/2/2022) kemarin.
Kejaksaan Tinggi Riau pada tanggal 11 Februari 2022 menerbitkan surat permohonan bantuan hukum untuk penyelesaian permasalahan dalam kegiatan pembangunan gedung PT BSP tahun 2021. Surat bernomor B-B37/L.4/Gp.2/02/2022 ditanda tangani langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Riau selaku Jaksa Pengacara Negara Dr Jaja Subagja.
Dalam surat itu yang ditujukan untuk Direktur PT Bumi Siak Pusako disebutkan bahwa pihak BSP sebagai KPA/PPK dan pihak PT Brahmakerta Adiwira tidak dapat menyelesaikan secara musyawarah mufakat sebagaimana di kontrak terlebih pekerjaan pembangunan gedung BSP tetap berjalan meskipun telah dilakukan pemutusan kontrak oleh PPK, sehingga berpotensi menjadi permasalahan hukum.
'Dewan minta Pemkap bersikap'
Kemelut yang sedang menerpa BSP salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik beberapa Kabupaten se Riau ini sepertinya tak pernah berhenti, membuat anggota DPRD Siak pun mendesak Pemkab setempat segera mengambil sikap.
DPRD Siak sudah pun menggelar hearing bersama PT BSP, Pemerintah Kabupaten Siak dan Badan Operasional Bersama (BOB).
Ketua DPRD Siak Indra Gunawan meminta Pemerintah Kabupaten Siak untuk tegas dalam menyikapi persoalan yang saat ini sedang dihadapi BUMD milik daerah tersebut.
Indra berpandangan sudah 20 tahun PT BSP mengelola minyak di bumi melayu ini belum ada persoalan.
Namun, kata Ketua DPRD Siak itu, Ia juga bertanya kenapa tiba-tiba hari ini ada persoalan hingga akan meninjau kembali kesepakatan bahwa PT BSP akan menjadi operator penuh dalam mengelola blok CPP.
"Sudah 20 tahun PT BSP berdiri, manajemen terus berganti, pemerintah terus beregenerasi, setelah itu kenapa harus hari ini muncul masalah seperti ini? Apa yang sedang terjadi?," tanya Ketua DPRD Siak Indra Gunawan saat RDP dengan PT BSP, BOB dan Pemerintah Kabupaten Siak, Selasa (22/2/2022) kemarin.
"Kalau saat ini terjadinya fluktuatif atas pendapatan yang terjadi ditubuh PT BSP terkait produksi yang berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu hal biasa," sambung Indra Gunawan.
"Kalau soal fluktuatif produksi itu hal biasa, tapi ini kenapa sampai DPR RI komisi VII sampai ingin meninjau kembali kesepakatan bahwa PT BSP akan mengelola penuh," kata Indra.
Tetapi kalau hal itu terkait pembangunan gedung Badan Usaha Milik Daerah PT Bumi Siak Pusako (BSP) yang dibangun saat ini dan malah membuat susah PT BSP, Indra menilai untuk membatalkan saja kelanjutan membangun gedung itu.
"Pemerintah harus bersikap ketika ada permasalahan di pembangunan 'tower', kenapa setelah putus kontrak mereka masih bekerja di situ," kata Ketua DPRD Siak.
Indra minta Pemkab Siak harus tegas jika memang manajemen PT BSP salah mengambil kontraktor. Terlebih lagi pembangunan menara itu tidak kecil yakni bernilai Rp87 miliar.
Selain itu ditanyakannya apakah keputusan pemutusan kontrak ini sudah persetujuan pemegang saham. Pasalnya Pemkab Siak adalah yang mayoritas sehingga yang lain bertanya-tanya kenapa ini seperti tidak ada penyelesaian.
Dalam kesempatan itu, Asisten II Pemkab Siak, Hendrisan tidak memberikan jawaban beserta sikap pemerintah atas kemelut yang terjadi di PT BSP yang menjadi pertanyaan anggota Dewan Siak.
Bahkan, dari yang disampaikan Hendrisan, Pemda Siak terkesan berlindung dibalik management PT BSP.
Hendrisan yang juga rangkap jabatan sebagai Komisaris PT BSP menceritakan awal mula pembangunan gedung itu sejak Mei tahun lalu.
"Mei mulai kerja, setiap bulan direktur selalu melapor. Selalu kami komisaris dan perwakilan Pemkab Siak menyarankan manajemen mengikuti ketentuan berlaku pengadaan barang dan jasa," ujarnya.
Kontraktor, sebut Hendrisan, minus pembangunannya lebih dari dua persen per pekan atau per triwulannya serta diikuti peringatan pertama dan kedua.
Lanjutnya, pihaknya kemudian menyarankan tim percepatan pembangunan gedung konsultasi ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Disarankan secara lisan jika keterlambatannya lebih 16 persen, maka kami menyarankan putus kontrak saja. Sesuai ketentuan setelah 14 hari dicairkan jaminan pelaksanaan," ungkapnya.
Ke depan, tambah Hendrisan, perlu dilakukan upaya hukum karena kalau sudah putus kontrak mestinya tidak bekerja lagi. Direktur juga tidak bisa menganulir putus kontrak itu ataupun menetapkan kontraktor itu jadi pemenang kembali.
"Sudah ada untuk mediasi, sudah cair jaminan pelaksanaannya, tapi mereka tetap tak mau keluar. Ini langkah hukum kami sarankan kepada direktur sepengatahuan pemegang saham, PT BSP memperkarakan ini ke pihak berwajib. Ini amanah pemegang saham juga," ujarnya.
BOB PT BSP Pertamina Hulu dalam pengelolaan sumur baru
Sementara itu, Direktur PT BSP Iskandar dalam hearing tersebut mengatakan kemelut yang terjadi dan menjadi atensi masyarakat Riau itu bermula dari Komisi VII DPR RI meminta pemerintah pusat melalui SKK Migas meninjau kembali penunjukan BSP dalam pengelolaan blok CPP secara 100 persen yang direncanakan akan mulai tahun 2022 ini.
"Saat ini, sebagai Direktur PT BSP kami tetap mempertahankan sesuai yang sudah Mou bahwa BSP tetap mengelola secara penuh Blok CPP," kata Iskandar dalam hearing tersebut.
Dalam hearing tersebut, Iskandar juga menjelaskan bagaimana keberhasilan PT BSP dalam mengelola minyak di Bumi Lancang Kuning.
"Kalau prestasi sejak berdirinya PT BSP ini berbagai pihak sudah memujinya, termasuk dari kementrian ESDM dan SKK Migas," kata Iskandar. (*)
Tags : PT Bumi Siak Pusako, Gelombang Kisruh di Internal BSP, Sorotan, BSP Jadi Godaan untuk Memperkaya diri Pribadi ,