"Kenaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi tak mulus melainkan terus mendapat perlawanan keritikan, malah kebijakan itu dinilai Pemerintah salah sasaran dan cari gampangnya saja"
ebijakan pemerintah Indonesia menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan alasan karena sekitar 70% subsidi BBM dinikmati kelompok masyarakat mampu, disebut Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) sebagai upaya "yang tidak tepat dan salah sasaran".
“Ini seperti targetnya menyembuhkan batuk, tapi yang diobati panu. Ini kan salah sasaran, dan kebijakan mencari gampangnya saja,” kata Ketua DPD I KNPI, Larshen Yunus, Selasa (5/9/2022).
Alih-alih meningkatkan harga BBM, menurutnya, pemerintah harus melakukan pembatasan dan pengawasan ketat dalam penyaluran BBM.
“Kesalahan dalam pengelolaan, pembatasan hingga pengawasan oleh pemerintah, malah dibebankan kepada seluruh masyarakat,” katanya.
Subsidi BBM tidak sekadar dilihat dari nilai transaksi jual beli di SPBU, tapi pengaruhnya ke perekonomian yang melindungi kelompok miskin.
Tetapi menurut, Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan, kenaikan harga akan menyediakan ruang fiskal lebih leluasa untuk belanja yang lebih produktif, termasuk juga melakukan perbaikan dalam sasaran pengguna BBM.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengatakan, risiko beban subsidi tanpa kenaikan harga menjadi Rp698 triliun, dari alokasi saat ini sekitar Rp502 triliun.
Kini setelah harga BBM subsidi dinaikkan, anggaran untuk BBM diprediksi tetap membengkak menjadi Rp650 triliun - meningkat lebih dari empat kali lipat dibanding anggaran APBN 2022 sebesar Rp152,5 triliun.
Artinya, selisih anggaran BBM dinaikkan dan tidak berada di bawah Rp50 triliun.
Keluhan masyarakat bawah, ’mereka yang salah hitung, kami yang menanggung’
Pengemudi ojek online asal Kota Pekanbaru, Suriadi, kecewa dengan keputusan pemerintah menaikan harga BBM.
"Aku pikir begini, kalau lah alasan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi karena banyak dipakai orang mampu, kenapa malah menaikkan harganya? Seharusnya kan pengawasan diperketat. Bukan malah harganya yang dinaikkan," kata Suriadi, Senin (05/09).
Pada Sabtu 3 September 2022 lalu, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi.
Salah satu alasan yang disampaikan Jokowi adalah 70% BBM subsidi selama ini dinikmati oleh kalangan warga yang mampu secara finansial.
Alasan lain di antaranya adalah peningkatan tajam anggaran subsidi dan kompensasi tahun anggaran 2022 dari yang awalnya Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun.
Sederet alasan di atas membuat Suriadi semakin heran.
"Inilah yang lucunya itu. Mereka yang salah hitung-hitungannya, tapi malah menaikkan harga BBM. Ini kan yang dirugikan rakyat kecil seperti kami. Kenapa mereka yang salah tapi justru kami yang dirugikan?" katanya.
Menurut Suriadi, yang mendapat penghasilan Rp50.000 - Rp70.000 per hari dari menarik ojek online, menaikkan harga BBM di tengah kondisi perekonomian yang belum pulih akibat pandemi Covid-19 hanya akan memperburuk keadaan.
"Saya cuma bisa berdoa supaya pemerintah sadar dan membatalkan kebijakan itu. Kalau seperti ini, saya yakin banyak masyarakat yang hidupnya sulit akan semakin sulit," ujarnya.
Senada dengan itu, Irwan, warga yang terdaftar sebagai calon penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) mengatakan, menolak kenaikan BBM.
Namun, dia hanya bisa pasrah terhadap kebijakan itu.
"Sebenarnya kalau dibilang mencukupi (BLT BBM Rp600.000), ya tidak. Tapi kalau memang begitu keputusan pemerintah, ya mau bagaimana, saya orang kecil," kata warga Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau itu.
Namun seperti disebutkan Larshen Yunus kembali menyebutkan keputusan menaikkan harga BBM merupakan bentuk ketidaksesuaian antara masalah dan solusi.
Ditambah lagi, katanya, kenaikan harga tidak akan menyelesaikan akar permasalahan dari ‘kecanduan akan BBM’.
“Kebijakan ini tidak tepat sasaran. Misalnya targetnya menyembuhkan sakitnya batuk, yang diobati panu.” Kata Larshen.
Ia mengartikan kalau masalahnya 70% penyaluran BBM tidak tepat sasaran, "kenapa sasaran itu yang tidak fokus diselesaikan dulu? Bukan malah dengan menaikan BBM”.
Larshen menambahkan, ketika pemerintah mampu melakukan perbaikan dengan melakukan pembatasan dan pengawasan penggunaan BBM maka beban subsidi dapat diminimalisir, tanpa perlu menaikan harga BBM.
“Contoh, tetapkan pembatasan Pertalite dan solar hanya untuk sepeda motor dan angkutan umum. Lalu masyarakat mampu itu dipaksa migrasi ke Pertamax,” katanya.
KNPI Riau tolak kenaikan harga BBM subsidi
Sebagai bukti untuk penolakan ini KNPI Dewan Pengurus Daerah (DPD) I Provinsi Riau menyatakan sikap penolakan terhadap kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM subsidi tahun 2022 ini.
"KNPI Riau akan turun kejalan menyatakan sikap penolakan hari ini Selasa 6 September 2022".
Ketua DPD KNPI Provinsi Riau sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) Dewan Pengurus Pusat (DPP) KNPI, Larshen Yunus menyatakan kebijakan tersebut sangat tidak pro terhadap kepentingan rakyat.
Walaupun memang nyatanya dengan segala bentuk alasan, spekulasi maupun cara-cara dramaturgi alhasil pemerintah berhasil menaikkan harga BBM dalam negeri.
Ia memastikan, bahwa harga BBM dunia sedang turun, sementara didalam negeri pemerintah justru menaikkan! Pemerintah bagaikan menari diatas penderitaan rakyatnya sendiri.
"Kita akan lakukan aksi demonstrasi. Untuk titik kumpulnya di Kampus Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI) pada pukul 12.30 WIB siang ini dan setelah itu berlanjut ke parkiran Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) seraya menuju titik aksi, yakni di depan Gedung DPRD Provinsi Riau, Jalan Jenderal Sudirman-Kota Pekanbaru," katanya.
“Aksi Demonstrasi hari ini akan ada 7 (Tujuh) Organisasi Kepemudaan (OKP) yang turun kejalan dengan menggunakan Atribut masing-masing," sambungnya.
"Masa aksi nanti juga akan melaksanakan parade di titik aksi, mulai dari dorong motor, tabur bunga secara simbolik dan pemberian bingkai Cotton Both kepada Anggota Dewan di Gedung DPRD Provinsi Riau," ungkap Larshen Yunus.
Ia menjelaskan, bahwa tuntutan masa aksi diantaranya menuntut Pemerintah Republik Indonesia, untuk segera mencabut kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi.
Larshen juga menyampaikan, agar pemerintah menjamin ketersediaan dan pendistribusian BBM bersubsidi secara berkelanjutan sekaligus tepat sasaran.
Masa Aksi juga menuntut, agar pemerintah seharusnya segera memberantas mafia minyak dan gas (Migas) yang sudah sangat banyak merugikan rakyat, menuntut seraya mendesak pemerintah agar segera menunda proyek strategis nasional.
Larshen Yunus, yang juga mantan Koordinator Umum (Kordum) Kelompok Cipayung Plus Riau ini juga menyebutkan, penundaan proyek strategis nasional sangatlah penting.
"Ada banyak anggaran yang terserap secara percumadisitu," sebutnya.
"KNPI Provinsi Riau meminta untuk dilakukan pengalihan anggaran tersebut menjadi subsidi BBM dalam negeri."
"Dahulu sewaktu kampanye Pilpres periode pertama Joko Widodo (Jokowi) rajin turun kelapangan, keluar masuk Got (Parit) sekarang kelihatannya sudah lebih nyaman dengan aura oligarki. Apakah Bapak Presiden tak tahu, bahwa Tuhan sang Maha Esa sedang melihat kinerja bapak?” ujar Larshen Yunus.
'Tidak kreatif dan tidak ada perbaikan’
Senada, Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan, sejak 2014 hingga sekarang, pemerintah selalu menggunakan narasi yang sama, yaitu dinikmati orang yang mampu saat menaikkan harga BBM.
“Dari 2014 sampai sekarang, tidak ada upaya perbaikan pendataan ataupun pembatasan. Pertalite digunakan semua kalangan, solar bocor ke industri yang tidak berhak. Jadi yang dilakukan pemerintah selama ini apa?” kata Bhima.
Solusi menaikkan harga di tengah gagalnya upaya pemerintah dalam mengontrol penggunaan BBM, menurut Bhima, merupakan mekanisme yang tidak kreatif dan tetap akan membuat APBN jebol.
“Kesalahan pengelolaan kebijakan BBM akhirnya dibebankan kepada seluruh masyarakat dari berbagai kelas, dari yang tidak punya kendaraan, kelas miskin, menengah rentan, hingga 64 juta UMKM. Semua terkena dampaknya,” katanya.
Dibandingkan kenaikan harga BBM, kata Bhima, pemerintah harusnya melakukan upaya pembatasan penggunaan BBM karena memiliki efek yang jauh lebih kecil dan terlokalisir terhadap perekonomian masyarakat.
Selain itu, kata Bhima, pemerintah juga masih memiliki ruang fiskal dalam menjaga harga BBM.
Dia mencontohkan, dengan memangkas anggaran hingga membubarkan kementerian/lembaga yang menjadi beban negara.
Kemudian memangkas proyek-proyek infrastruktur yang masih dalam tahap studi kelayakan.
“Atau dengan renegosiasi utang melalui DSSI (Debt Service Suspension Initiative) dalam G-20. Jadi sebenarnya banyak cara kreatif,” katanya.
Sementara itu, Direktur Riset CORE Indonesia, Piter A Redjalam juga mengaku tidak setuju atas pernyataan bahwa 70% BBM subsidi dinikmati kelompok mampu.
“Ini kesalahan ‘komunikasi’ yang disuarakan pemerintah, tidak tepat,” katanya.
Menurutnya, kelompok miskin lah yang sangat merasakan dampak besar dari subsidi BBM.
“Menikmati subsidi BBM tidak harus membeli BBM. Lebih dari itu, subsidi berperan membuat inflasi relatif, harga tidak melonjak, pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dan terbuka lapangan kerja. Itu siapa yang menikmati? Kelompok miskin,” katanya.
BBM naik, anggaran tetap bengkak
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, walaupun telah dilakukan kenaikan harga BBM, anggaran untuk subsidi dan kompensasi tetap akan membengkak.
Suahasil mengatakan, dengan kenaikan harga Pertalite dan solar, pemerintah memperkirakan anggaran meningkat menjadi Rp650 triliun, melebih anggaran saat ini sebesar Rp502,4 triliun.
Sementara jika BBM tidak dinaikan, pemerintah mengestimasikan anggaran mencapai Rp698 triliun hingga akhir tahun.
Perkiraan subsidi itu dihitung berdasarkan kuota Pertalite 29 juta kiloliter dan solar 17,4 juta kiloliter, harga minyak dunia dan nilai tukar mata uang.
Terdapat selisih hampir Rp50 triliun jika BBM dinaikan dan tidak.
Dalam kesempatan terpisah sebelumnya, Suahasil juga mengatakan anggaran subsidi dan kompensasi akan jauh lebih bermanfaat apabila dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan.
“Rp502 triliun kalau pakai bangun rumah sakit dapat 3.000, bangun sekolah dasar dapat 227.000, atau dapat 41.000 puskesmas. Atau kalau dipakai untuk jalan tol dapat 3.500 km jalan tol,” kata Suahasil, Senin (05/09).
Sebelumnya, pemerintah memutuskan menaikan tiga harga BBM Sabtu (03/09).
Pertalite naik dari Rp7.650 menjadi Rp 10.000/liter.
Harga solar subsidi dari Rp5.150 ke Rp 6.800/liter, dan Pertamax dari Rp12.500 menjadi Rp14.500/liter.
Presiden Jokowi mengatakan, anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun ini telah meningkat tiga kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun.
"Dan lebih dari 70% subsidi justru dinikmati kelompok masyarakat mampu, yaitu pemilik mobil pribadi," ujarnya,
"Sehingga pemerintah harus membuat keputusan yang sulit. Ini adalah pilihan terakhir pemerintah," ia menambahkan.
Presiden menyebut, Pemerintah akan menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM sebesar Rp12,4 triliun kepada 20,65 juta keluarga.
Selain itu Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimal Rp3,5 juta.
Presiden juga memerintahkan kepada pemerintah daerah untuk menggunakan 2% dana transfer umum yaitu sebesar Rp2,17 triliun untuk bantuan angkutan umum, bantuan ojek online, dan untuk nelayan.
Pemerintah: Sasaran dan pembatasan akan dilakukan
Menanggapi kritikan ekonom tersebut, Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan terdapat prioritas jangka pendek, menengah, dan panjang yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi beban anggaran subsidi BBM.
“Dalam jangka pendek, kebijakan menaikkan harga BBM akan menyediakan ruang fiskal yang lebih leluasa untuk belanja yang lebih produktif,” katanya melalui pesan singkat.
“Menaikkan harga termasuk dalam perbaikan sasaran. Kalau konsumen mayoritas kelompok mampu, maka yang menanggung kenaikan adalah masyarakat mampu. Dan yang tidak mampu dibantu dengan bantalan sosial BLT BBM,” ujarnya.
Yustinus menambahkan, pemerintah juga akan melakukan upaya pembatasan, pengawasan dan lainnya agar penyaluran BBM subsidi tepat sasaran.
Selain keputusan menaikan BBM, asal dana untuk subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp502,4 triliun juga mendapat kritikan.
Alokasi subsidi yang berjumlah Rp208,9 triliun digunakan untuk subsidi BBM dan LPG sebesar Rp149,6 triliun, serta subsidi listrik Rp59,6 triliun.
Kemudian, dana kompensasi berjumlah Rp293,5 triliun dialokasikan untuk BBM sebesar Rp252,5 triliun dan listrik Rp41 triliun.
Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka, mempertanyakan angka kompensasi tersebut merujuk pada nomenklatur Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2022 hanya tertulis subsidi BBM sebesar Rp14,5 triliun.
Menurutnya, tidak ada nomenklatur untuk kompensasi BBM.
Subsidi dan kompensasi adalah dua metode bantuan yang berbeda, walaupun sama-sama menggunakan dana APBN.
Subsidi adalah transfer dana dari pemerintah yang bertujuan untuk menurunkan harga dari nilai keekonomian sehingga masyarakat mampu mendapatkan barang atau jasa tersebut.
Contohnya adalah subsidi untuk BBM solar, LPG 3 Kg dan listrik.
Sementara, kompensasi adalah dana yang dikeluarkan pemerintah ke badan usaha atas kekurangan penerimaan perusahaan karena menanggung selisih harga jual.
Kompensasi diberikan kepada Pertamina dan PLN.
Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa seluruh subsidi diaudit oleh BPKP sebelum dilakukan pembayaran.
Artinya, lanjut Sri Mulyani, BPKP akan melihat volume, biaya produksi, dan perbedaan antara harga yang diatur dengan harga yang terjadi.
Senada, Stafsus Menkeu Yustinus Prastowo dalam akun Twitternya menjelaskan, subsidi energi sebesar Rp208,9 triliun tercantum dalam lampiran IV Perpres tersebut.
Sementara untuk alokasi kompensasi sebesar Rp293,5 triliun (ditambah bantuan lain sehingga menjadi total ekonomi Rp301 triliun) terletak di Lampiran IV bagian 999.08, yang merupakan subbagian anggaran Bendahara Umum Negara (BUN) yang dikelola Menkeu.
Anggaran itu, kata Prastowo memiliki fungsi sebagai cadangan untuk keperluan tertentu, salah satunya adalah pembayaran kompensasi tarif listrik dan BBM. (*)
Tags : Minyak gas, Joko Widodo, Ekonomi, Energi, Indonesia, Kemiskinan, Biaya hidup, Kenaikkan Harga BBM Subsidi, KNPI Nilai KenaikanBBM Kebijakan Salah Sasaran, Sorotan ,