LINGKUNGAN - Gempa bumi berkekuatan 7,4 skala Richter melanda pantai timur Taiwan pada Rabu (03/04), menyebabkan setidaknya sembilan orang meninggal dunia. Jumlah ini diperkirakan masih akan bertambah mengingat hingga saat ini lebih dari 900 orang terluka serta 127 orang yang masih “terjebak”.
Gempa tersebut menyebabkan beberapa bangunan runtuh di Hualien, kota yang paling dekat dengan pusat gempa.
Upaya penyelamatan tengah dilakukan di Hualien.
Getaran gempa dirasakan hingga ke wilayah pegunungan di pedalaman Taiwan, yang ditandai tanah longsor berskala besar.
Di ibu kota Taipei, rekaman video memperlihatkan gedung-gedung bergoyang kuat.
“Gempanya dekat dengan daratan dan dangkal. Gempa ini terasa di seluruh Taiwan dan pulau-pulau lepas pantai… Gempa ini merupakan gempa terkuat dalam 25 tahun terakhir,” kata Wu Chien Fu, direktur Pusat Seismologi Taipei.
Pusat gempa terletak sekitar 18km di selatan kota Hualien, Taiwan, menurut Survei Geologi AS.
Ini adalah gempa bumi terkuat di Taiwan dalam 25 tahun terakhir, kata pihak berwenang.
Judha Nugraha, selaku Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, mengatakan hingga Rabu (03/04) sore tidak terdapat informasi adanya WNI yang menjadi korban gempa atau tsunami.
Berdasarkan data yang diperoleh dari otoritas keimigrasian Taiwan, jumlah WNI di Hualien, Taiwan, mencapai 3.343 orang yang mayoritas adalah Pekerja Migran Indonesia.
"Total WNI di Taiwan sebanyak 284.751 orang," kata Judha.
Hampir 130 orang terjebak akibat gempa
Pihak berwenang Taiwan telah mengonfirmasi bahwa sebanyak 127 orang terjebak akibat gempa tersebut.
Dari jumlah itu, 77 orang di antara mereka terjebak di dalam terowongan-terowongan Jinwen dan Daqinqshui di bawah pegunungan wilayah Hualien, kata Dinas Pemadam Kebakaran.
Sebanyak 50 orang sisanya terjebak di dalam empat minibus yang sedang melakukan perjalanan dari Kota Hualien ke Taman Nasional Taroko.
Mereka semua adalah staf yang hendak dibawa ke Hotel Silks Place Taroko, menjelang libur selama empat hari dari Kamis (04/04) hingga Minggu (07/04).
Kesaksian WNI di Hualien: ‘Ini bukan gempa biasa’
Memasuki tahun keempat sebagai mahasiswa di National Dong Hwa University, Cladwin Aurelliano, 21 tahun, sudah terbiasa dengan gempa yang kerap terjadi di Hualien, Taiwan.
“Hualien itu memang sebenarnya rawan gempa. Walaupun [terjadi] kasur gerak-gerak [atau] lemari bersuara… itu sudah biasa,” tutur Cladwin kepada BBC News Indonesia via Zoom.
Meski sudah terbiasa dengan gempa “skala 4 sampai 5 skala Richter”, Cladwin mulai merasa ada yang janggal sewaktu gempa terjadi, pada Rabu (03/04) pagi waktu setempat.
“Barang-barang di atas lemari [sampai] berjatuhan, air dari teko juga bertumpahan di lantai. Ini gempanya bukan gempa biasa.”
Pemuda asal Medan, Sumatera Utara itu adalah salah satu mahasiswa asal Indonesia di Universitas Dong Hwa yang terkena dampak gempa. Dia memperkirakan ada sekitar 100 WNI yang bersekolah di kampus itu.
Kepada BBC News Indonesia, Cladwin menyebut gempa susulan masih terjadi dari pukul 08.00 hingga pukul 17.00 waktu setempat. Pihak kampus meminta para mahasiswa untuk berkumpul di depan asrama sesuai pelatihan hingga kira-kira pukul 12.00 siang. Mereka kemudian diperbolehkan kembali ke kamar masing-masing untuk mengecek barang-barang dan melaporkan kerusakan.
“Dari pemerintah: air tidak bisa digunakan sampai 11.30 malam hari waktu Taiwan. Tapi enggak tahu [airnya] diberhentikan atau memang rusak,” ujar Cladwin yang menyebut gempa susulan masih terasa bahkan saat wawancara dengan BBC News Indonesia berlangsung.
Cladwin mengaku selain gempa susulan, para mahasiswa cukup was-was karena salah satu gedung di kampus mereka yang menjadi pusat laboratorium untuk bidang kimia, fisika, dan biologi dilanda kebakaran. BBC News Indonesia belum bisa memverifikasi apakah kebakaran tersebut dipicu gempa atau insiden yang tidak berkaitan dengan gempa.
Menurut Cladwin, sudah ada tiga atau empat mobil pemadam kebakaran yang tiba. Namun, hingga saat wawancara berlangsung pada Rabu (03/04) sore, api masih belum bisa dipadamkan.
“Semua harus siap-siap evakuasi apabila terjadi ledakan. Karena kebakaran awalnya di lantai 4, dan lantai 3 itu katanya ada bahan-bahan yang rawan bisa terjadi ledakan. Jaraknya cukup jauh dari asrama kami,” ujar Cladwin.
Cladwin mengaku tidak tahu kapan fasilitas kampusnya diperbaiki – salah satu yang paling terasa adalah pemanas air di setiap lantai juga rusak karena gempa.
“Untuk sekarang, [kami] cuma bisa beritahu [bahwa kami] masih baik-baik saja. Belum ada kebutuhan mendadak atau apa. Doakan keselamatan di Hualien,” paparnya.
Dihubungi terpisah, Indra Putra Taufani, yang tengah menekuni studi S3 di Hualien dan bekerja paruh waktu di laboratorium Rumah Sakit Tzu Chi Hualien mengaku dirinya baru saja hendak menaiki lift menuju tempat kerjanya di lantai 9 rumah sakit saat gempa melanda.
Awalnya, pria berusia 41 tahun itu tidak ambil pusing karena – sama seperti Cladwin – baginya gempa di Hualien adalah hal yang biasa.
“Patokan saya adalah orang Taiwan. Kalau mereka lari, saya ikut lari,” ujar pria asal Yogyakarta itu kepada wartawan Amahl Azwar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Ketika penduduk setempat berebut lari keluar, Indra pun ikut menyelamatkan diri.
Di luar gedung rumah sakit, Indra yang sudah tinggal di Hualien selama tiga tahun, melihat banyak fasilitas yang rusak seperti hidran air yang bocor
Indra mengaku masih merasakan gempa susulan dan akan terus waspada.
Para WNI yang tinggal di kota lain di Taiwan juga merasakan efek gempa.
Septi, 33, yang tengah melanjutkan studi doktoral di Taipei – sekitar 3,5 jam berkendara dari Hualien – juga merasakan efek gempa Hualien saat tengah beranjak dari tempat tidurnya pada pukul 07.58 pagi waktu setempat.
“Sudah mulai terasa goyang [tapi] mungkin karena sudah terbiasa gempa di sini, aku diam dulu. Lama-lama aku merasa ‘Kok, intensitasnya semakin besar?’,” ujar Septi kepada wartawan Amahl Azwar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Karena panik, Septi langsung mencari perlindungan di kolong meja. Septi biasanya mendapatkan notifikasi gempa atau peringatan tsunami ke telepon selulernya melalui SMS – tetapi kali itu tidak.
“Mungkin karena aku habis ganti nomor jadi belum terdaftar atau bagaimana,” ujarnya.
Sampai sore pun, Septi mengaku masih merasakan gempa susulan. Walaupun merasa jauh dari Hualien, dia tetap merasa was-was dan menjadi kian siaga untuk mencari tempat perlindungan seperti di bawah meja apabila gempa terjadi lagi.
“Yang bikin aku agak takut juga karena tempat tinggalku di lantai 5. Jadi agak ngeri aja,” tambahnya.
Felix, 25 tahun, seorang WNI yang bekerja sebagai staf teknis di Kota Taoyuan – sekitar 3,5 jam berkendara dari Hualien – juga mengaku kaget dengan gempa di Taiwan.
“Ini gempa terdahsyat selama saya lima tahun berada di Taiwan,” ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Felix mengaku sedang rehat di asramanya karena pada Rabu (03/04) adalah jadwal liburnya. Dia mengaku mendapat notifikasi peringatan bahwa gempa berpotensi menimbulkan tsunami dan warga diimbau mengungsi ke shelter atau bunker terdekat
“Beberapa barang saya ikut berjatuhan ke lantai karena guncangan gempa,” ujar Felix.
“Jadi was-was juga karena diinfokan bakal ada gempa susulan untuk tiga sampai empat hari ke depannya.”
'Sejauh ini tidak ada WNI yang menjadi korban gempa Taiwan'
Dalam keterangan tertulis yang diterima BBC News Indonesia sekitar pukul 18.08 WIB, Rabu (03/04), Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, mengatakan tidak terdapat informasi adanya WNI yang menjadi korban gempa atau tsunami.
Berdasarkan data yang diperoleh dari otoritas keimigrasian Taiwan, jumlah WNI di Hualien, Taiwan, mencapai 3.343 orang yang mayoritas adalah Pekerja Migran Indonesia.
"Total WNI di Taiwan sebanyak 284.751 orang," kata Judha.
Peringatan tsunami sempat muncul
Sebelumnya, otoritas terkait sudah memperingatkan kemungkinan ada gelombang tsunami setinggi tiga meter.
Diperkirakan gelombang tsunami itu akan mencapai sebagian besar wilayah pantai barat daya Jepang, ujar Badan Meteorologi Jepang.
Pada saat bersamaan, Badan seismologi Filipina juga telah mengeluarkan peringatan tsunami.
Namun dalam perkembangan terbaru, Pusat Peringatan Tsunami Pasifik mengatakan, sekitar dua jam setelah gempa terjadi, ancaman tsunami “kini telah berlalu”.
Sementara, perusahaan raksasa pembuat cip Taiwan, TSMC mengatakan pihaknya telah mengevakuasi beberapa pabriknya di Hsinchu dan Taiwan selatan demi keselamatan stafnya.
Namun mereka menambahkan bahwa sistem keselamatannya beroperasi secara normal.
TSMC adalah produsen semikonduktor utama untuk perusahaan teknologi termasuk Apple dan Nvidia.
Pemasok Apple, Foxconn, sejauh ini tidak menanggapi permintaan wawancara BBC.
Pemadaman listrik dan internet di seluruh Taiwan
Di ibu kota Taipei, tayangan media lokal memperlihatkan sejumlah bangunan tempat tinggal runtuh.
Diberitakan pula orang-orang dievakuasi dari rumah dan sekolah mereka.
Dampak gempa juga mengakibatkan sejumlah kendaraan mengalami kerusakan.
Liputan media setempat memperlihatkan pula barang-barang di dalam toko menjadi berantakan.
Pemadaman listrik dan pemadaman internet telah dilaporkan terjadi di seluruh wilayah itu, menurut kelompok pemantau internet NetBlocks.
Gempa bumi pada hari Rabu terjadi pada pukul 07:58 waktu setempat pada kedalaman 15,5km dan telah memicu setidaknya sembilan gempa susulan dengan magnitudo 4 atau lebih besar.
Pusat gempa terletak sekitar 18 km (11 mil) selatan kota Hualien Taiwan, menurut Survei Geologi AS.
Media pemerintah China mengatakan getaran dirasakan di beberapa wilayah di Provinsi Fujian di kawasan tenggara negara itu.
Pada bulan September 1999, gempa berkekuatan 7,6 skala Richter melanda Taiwan, menewaskan 2.400 orang.
Tags : Taiwan, Gempa bumi, Alam,