NUSANTARA - Gubernur Bali berang ancam cabut 'visa on arrival' turis asing, sedangkan Pengamat hingga Pakar Pariwisata tak setuju, bahakn akan merugikan pemilik usaha yang sedang bangkit dari Pandemi.
Pengamat: 'Ibarat mau menangkap tikus, lumbungnya yang dibakar'
Selain itu, Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin, mengaku sangat kecewa pada pernyataan Gubernur Bali, I Wayan Koster, yang meminta kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencabut visa on arrival warga negara Ukraina.
Sebab berdasarkan data yang ia miliki dalam empat tahun terakhir, hanya delapan warga Ukraina yang dideportasi dari Indonesia.
Sedangkan yang ditahan, katanya, hanya ada lima orang. Itu pun bukan kejahatan besar seperti narkotika.
Menurut dia, sedikitnya jumlah warga Ukraina yang melanggar aturan tidak bisa dijadikan dasar atau alasan untuk mencabut visa seluruh warganya.
"Jadi berdasarkan data itu akan membuka mata orang bagaimana mengeneralisasi perilaku warga Ukraina di Indonesia?" katanya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (14/03).
"Sehingga pandangan saya, mencabut visa on arrival seluruh WNA Ukraina yang hendak ke Bali, itu kebijakan yang tidak bersahabat jika dilakukan," sambungnya.
Vasyl Hamianin berkata ada sekitar 5.000 warga Ukraina yang berada di Bali.
Sebagian dari mereka, klaimnya, ikut menggerakkan roda perekonomian warga Bali yang sempat hancur akibat dihantam pandemi Covid-19.
"Mereka ada yang menyediakan jasa, membuat makanan sehat, dan pelayanan olahraga. Mereka membayar pajak dan patuh pada aturan."
Kalaupun ada warga Ukraina yang melakukan kejahatan atau melanggar aturan, ujarnya, silakan diproses sesuai hukum yang berlaku dan dijatuhi hukuman.
Seperti ditahan di rumah tahanan imigrasi, deportasi, atau denda.
"Saya tidak akan melindungi atau membela mereka yang melanggar," jelas Vasyl Hamianin.
"Jika ada satu atau dua kasus pelanggaran, tidak seharusnya merembet atau menyalahkan kepada satu negara."
Hal lain yang ingin ia tekankan adalah warga Ukraina meninggalkan negaranya dan pergi ke negara lain karena mereka mencoba menghindari perang atau serangan dari Rusia yang berlangsung setiap hari.
Catatannya saat ini ada tujuh juta warga Ukraina yang menjadi pengungsi di sejumlah negara.
"Menjadi pengungsi bukan karena mereka mau, tapi karena harus menyelamatkan nyawa dan keluarga mereka.
"Dan begitu perang usai, mereka sangat ingin pulang."
Persoalan lain yang ia sebut "menyinggung" adalah karena Gubernur Bali menyandingkan turis Rusia dan Ukraina sebagai pelancong yang kerap berbuat onar.
"Saya tidak mengerti kenapa Gubernur Bali mengaitkan turis Rusia dan Ukraina? Ya, kami bertetangga, tapi kenapa tidak menyebut Rusia dengan China, misalnya. Atau Ukraina dan Polandia? Ini sangat menyinggung bagi saya," ucapnya.
Dirjen Imigrasi kerahkan tim pengawasan dan penindakan
Menanggapi maraknya unggahan di media sosial mengenai sejumlah turis asing yang berulah di Bali, Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim, mengaku pihaknya telah mengambil tindakan.
"Terkait WNA yang menyalahi aturan keimigrasian dan mengganggu ketertiban di Bali, saya sudah instruksikan tim pengawasan dan penindakan dari pusat untuk membantu di Bali. Saya monitor setiap hari bagaimana perkembangan situasi WNA di sana.
"Menurut saya sudah jauh lebih baik karena operasi pengawasan ini cukup efektif memberi pesan dan efek jera pada WNA di Bali untuk menaati peraturan, budaya dan nilai lokal,” paparnya dalam siaran persnya.
Adapun soal permintaan Gubernur Bali, I Wayan Koster, agar Kemenkumham mencabut 'Visa on Arrival' bagi warga Rusia dan Ukraina, Silmy Karim menegaskan pihaknya harus melakukan kajian.
"Terkait dengan surat permohonan pencabutan Visa on Arrival bagi WN Rusia dan Ukraina yang ingin berkunjung ke Bali dari Gubernur Bali, I Wayan Koster, Dirjen Imigrasi menyampaikan bahwa pihaknya harus melakukan penelaahan. Hal ini dikarenakan keputusan yang diambil akan berdampak secara luas, apalagi WN Rusia dan Ukraina juga tersebar di wilayah lain di Indonesia."
Berdasarkan data Ditjen Imigrasi di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, jumlah pengguna Visa on Arrival (VoA) dan Electronic Visa on Arrival (e-VoA) asal Rusia sebanyak 5.196 orang, sedangkan Ukraina sebanyak 566 orang, pada pertengahan bulan Maret 2023.
Pada bulan Februari ada lebih dari 15.000 orang dari Rusia dan 2.000-an orang dari Ukraina.
"Bulan Januari lebih banyak lagi, dari Rusia hampir 20.000 orang dan dari Ukraina juga lebih dari 2.000 orang,” jelas Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim.
Dari pemantauan di media sosial, warganet Indonesia tampak jengkel terhadap perilaku sejumlah warga asing di Bali.
Contohnya sebuah video viral di Twitter memperlihatkan seorang turis asing perempuan di Canggu, Badung, mengendarai sepeda motor tanpa memakai helm dan berdebat dengan polisi yang hendak menghentikannya karena melawan arus.
Di video berduasi satu menit itu, si turis perempuan ngomel dan berkata, "saya di sini sudah 23 tahun" ketika seorang polisi menjelaskan bahwa dia melanggar aturan lalu lintas.
Tapi meski sudah dijelaskan, turis itu tak menggubris hingga akhirnya digiring ke pinggir jalan karena menimbulkan kemacetan.
"In Indonesia, we have rule," kata si polisi ke turis, menekankan bahwa ia harus tunduk pada aturan yang berlaku di Indonesia.
Beberapa warganet menyebut tindakan polisi sudah tepat seraya mempertanyakan apakah para pelancong yang berkendara di jalan raya memiliki SIM internasional.
"Serius tanya, turis-turis ini kalau bawa kendaraan punya SIM internasional memang?" ujar akun @achmadnofialdi.
Ada juga akun @bron_aja yang meminta pihak imigrasi mendeportasi pelancong seperti itu, "Polisi di Bali harus berani tegas dan dukung imigrasi kalau memang tidak mau tunduk sama hukum di sini di deportasi."
Seorang warganet lain dengan akun @imandangodaan bahkan membandingkan pengalamannya ditilang polisi di Thailand sebesar 55 THB atau Rp222.000 karena mengendarai motor tanpa SIM pada 2016 lalu.
"Ealah, di Phuket saya ditilang, kunci motor langsung diambil polisi terus disuruh jalan ke kantor polisi buat bayar denda," cuitnya.
Gara-gara ulah para pelancong itu, Gubernur Bali I Wayan Koster berang. Dia berkata bakal membuat Peraturan Gubernur (Pergub) yang salah satu isinya melarang wisatawan asing menyewa sepeda motor.
Mereka, sambung gubernur, harus berpergian menggunakan mobil dari agen perjalanan atau travel.
'Merugikan pemilik usaha yang sedang bangkit dari pandemi'
Meski demikian, Ketua Perhimpunan Rental Motor (PRM) Bali, Dedek Warjana, mengatakan rencana Pemprov Bali melarang turis asing menyewa sepeda motor terlalu tergesa-gesa dan akan merugikan para pemilik usaha penyewaan sepeda motor yang sedang bangkit usai pandemi Covid-19.
Belum lagi minimnya transportasi publik di Bali.
"Apakah dengan pelarangan ini pemerintah sudah siap dengan solusi transportasi massal? Dengan sebagian wisawatan masih memakai kendaraan roda dua saja di beberapa wilayah, kemacetan sudah makin parah," kata Dedek Warjana.
Pemerintah Provinsi Bali, ucap dia, sebaiknya memperkuat implementasi aturan yang ada. Kalaupun menemukan wisatawan asing atau warga lokal yang melanggar aturan harus ditindak.
Sebab, ia menduga, para turis meniru kebiasaan warga lokal.
"Tugas kami sebagai penyedia jasa rental wajib memberikan pemahaman kepada calon penyewa, jika di lapangan terjadi pelanggaran pihak berwajib menindak sekecil apapun pelanggarannya."
Di sisi lain perhimpunan, klaimnya, sudah punya aturan sendiri yakni langsung memotong uang jaminan sebesar Rp500.000 - Rp3 juta, kalau motor yang dipakai melanggar aturan.
"Jadi kalau ada anggota lain melihat motor berstiker RPM dan si pengendara melakukan pelanggaran bisa difoto dan langsung potong security deposit-nya. Ini sebagai efek jera agar penyewa mematuhi aturan."
Perhimpunan, sambungnya, akan menyampaikan keberatan mereka pada anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan juga tokoh masyarakat.
Ia berharap Pemprov Bali mengurungkan niatnya.
Pergub akan dikaji lebih mendalam
Menanggapi keberatan yang muncul, Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau Cok Ace, berkata rencana gubernur itu sudah tepat. Buat dia, kejadian ini bisa jadi momentum untuk menata kembali pariwisata Bali.
Nantinya dalam Pergub Tata Kelola Kepariwisataan yang menjadi fokus adalah mengatur turis asing agar tidak melanggar aturan lalu lintas ataupun menyewa motor.
Kendati, sambung Cok Ace, pergub tersebut masih dalam kajian mendalam lantaran menyangkut mata pencaharian warga lokal.
'Ibarat mau menangkap tikus, lumbungnya yang dibakar'
Pakar pariwisata dari Universitas Udayana, Bali, Nyoman Sukma Arida, menilai pemprov harus memikirkan dampak panjang kalau pergub itu disahkan.
Utamanya terhadap posisi Indonesia dalam hubungan geopolitik.
Jangan sampai, kata dia, kebijakan itu justru menimbulkan citra negatif di mata negara-negara lain.
"Takutnya kan ketika ada pelanggaran-pelanggaran yang kita sendiri tidak bisa tangani dan ambil kebijakan ekstrem, muncul perspektif negatif dari negara lain yang menjadi sasaran utama menarik pariwisata," jelasnya.
Soal melarang pelancong menyewa sepeda motor setelah maraknya pemberitaan di media sosial, menurut dia, tidak tepat.
Banyaknya kasus turis asing ugal-ugalan di jalan raya, tidak pakai helm, dan kebut-kebutan, menurut dia, tak lepas dari ketidaktegasan aparat menegakkan aturan lalu lintas.
Sepanjang pengamatannya, para pelancong itu selama ini dibiarkan bebas melanggar aturan tanpa ada tindakan.
"Di Ngurah Rai, mereka bebas saja naik motor, tidak pakai helm, didiamkan. Kami juga bertanya-tanya sebagai warga lokal, kalau kita sendiri pasti dikejar dan ditilang," ujarnya.
"Jadi ada ketidaktegasan dalam aturan, lemah pada penegakan hukum."
Ketimbang melarang, kata Sukma Arida, pemprov disarankan memperbaiki sistem penyewaan kendaraan. Mulai dari memastikan pelancong tersebut memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) yang berlaku, memberikan uang jaminan, dan memastikan ada tindakan tegas kalau melanggar di jalanan.
Sebab tidak semua pelancong berkelakuan buruk.
Itu mengapa ia tak setuju kalau sampai pemerintah mencabut visa on arrival turis Rusia dan Ukraina yang hendak datang ke Bali.
"Ibarat mau menangkap tikus, lumbungnya yang dibakar. Tidak semuanya berperilaku di luar kelaziman turis. Memang ada, cuma kan karena kelalaian kita memberi edukasi, sosialisasi, tindakan tegas akhirnya jadi menular."
Apa tanggapan wisatawan asing?
Seorang turis asal Ukraina, Daryna -bukan nama sebenarnya- menyayangkan sikap Gubernur Bali itu.
"Tentu saja hal ini sangat membuat frustasi. Karena jika Anda ingin berkunjung ke Pulau Bali hanya untuk satu minggu atau lebih, [pencabutan Visa on Arrival bagi warga Rusia dan Ukraina] akan membuat proses mendapatkan visa menjadi sangat rumit," ujar perempuan 33 tahun yang berprofesi sebagai video maker ini seperti dirilis BBC News Indonesia, Senin (13/03).
"Visa on Arrival merupakan visa paling ideal buat kami saat ini -meskipun biaya untuk memperpanjangnya mahal yaitu $150 [Rp2,3 juta]. Akan lebih baik jika bisa diturunkan menjadi $50 [sekitar Rp700 ribu] atau $70 [Rp1 jutaan]," sambungnya.
"[Rencana pencabutan Visa on Arrival bagi warga Rusia dan Ukraina] merupakan berita buruk buat kami."
Ketika ditanya pendapatnya tentang larangan warga asing untuk menyewa sepeda motor, Daryna mengatakan "seharusnya [turis asing] diberi kebebasan untuk bisa mengakses sepeda motor jika mereka bisa menunjukkan SIM dari negara masing-masing dan SIM dari Indonesia".
"Kami tidak menggunakan jasa agen perjalanan karena kami ingin mandiri dan senang melakukan apa-apa sendiri supaya bisa merasakan suasananya."
Saat menyewa motor pun, kata dia, "Mereka tidak menanyakan apakah kami punya SIM dari negara kami dan apakah kami bisa mengendarai motor. Saya sangat terkejut mereka tidak bertanya tentang itu semua."
Sementara itu, sejumlah turis Rusia yang dihubungi oleh BBC Indonesia mengenai hal ini menolak untuk dimintai pendapatnya.
Sebelumnya, Gubernur Bali I Wayan Koster menyatakan bakal segera merilis pergub yang berisi larangan bagi turis asing untuk menyewa sepeda motor. Dia juga telah meminta Kementerian Hukum dan HAM mencabut 'Visa on Arrival' untuk warga negara Rusia dan Ukraina yang hendak datang ke Bali.
Rangkaian tindakan tersebut ditempuh setelah berbagai unggahan di media sosial menyebut banyak turis asing di Bali melanggar aturan lalu lintas, mulai dari berkendara ugal-ugalan, tidak memakai helm, hingga mengunakan pelat palsu.
Ada pula unggahan yang menyebut banyak turis asing bekerja secara ilegal dengan menawarkan jasa fotografi, latihan bersepeda motor, berselancar, cukur rambut, sampai jualan sayur.
"Jadi [wisatawan asing] meminjam atau menyewa [sepeda motor] tidak diperbolehkan lagi. Itu memang mulai diterapkan tahun 2023 ini pascaCovid-19," kata I Wayan Koster saat jumpa pers di kantor Kemenkumham Bali di Kota Denpasar, Minggu (12/03).
"Mengapa sekarang? Karena kita sedang berbenah sekarang. Karena waktu pandemi Covid-19 nggak mungkin melakukan itu, karena turisnya enggak ada. Sekarang kita mulai tata," ujarnya sebagaimana dikutip Kompas.com.
Berdasarkan catatan Polda Bali, sejak dilakukan razia pada akhir Februari hingga awal Maret 2023, ada lebih dari 171 warga negara asing yang melanggar ketertiban lalu lintas.
Pakai kendaraan travel
Alih-alih menyewa sepeda motor, para turis asing yang ingin berkendara wajib menggunakan kendaraan yang disediakan oleh agen perjalanan atau travel.
"Jadi para wisatawan itu harus bepergian, jalan menggunakan mobil-mobil dari biro travel. Tidak dibolehkan lagi menggunakan sepeda motor yang bukan dari travel agent," ujar Gubernur Bali, I Wayan Koster.
"Kalau menjadi turis berperilakulah sebagai turis. Sebagai turis menggunakan kendaraan yang disiapkan oleh travel agen, bukan jalan-jalan dengan mengunakan sepeda motor, tidak pakai kaus tidak pakai baju, tidak pakai helm, sudah begitu nggak pakai SIM," sambungnya.
Ancam cabut ‘Visa on Arrival’ untuk warga Rusia dan Ukraina
Gubernur Bali, I Wayan Koster, juga menyampaikan dirinya telah bersurat ke Kemenkumham untuk mencabut ‘Visa on Arrival’ untuk warga negara Rusia dan Ukraina yang hendak datang ke Bali.
"Saya juga sudah bersuara kepada Menteri Kemenkumham tembusan kepada Menlu (Menteri Luar Negeri) untuk mencabut Visa on Arrival bagi warga Rusia dan Ukraina yang ingin ke Bali," paparnya.
Langkah tersebut diambil setelah beredar kabar di media sosial bahwa banyak turis dari kedua negara tersebut bekerja secara ilegal di Bali dengan kedok sebagai turis. Para turis dari Rusia dan Ukraina datang ke Bali juga diduga untuk menghindari perang antara kedua negara.
"Kenapa dua negara ini? Karena dua ini lagi perang sehingga tidak aman di negaranya banyak ramai-ramai ke Bali. Termasuk orang yang tidak berwisata juga ke Bali untuk mencari kenyamanan termasuk untuk bekerja," kata dia.
Koster menambahkan usulan itu juga dilatarbelakangi banyak temuan kasus-kasus pelanggaran hukum oleh WNA di Bali, didominasi oleh turis dari kedua negara tersebut.
"Negara lain kita tidak dapat melakukan itu karena pelanggarannya tidak sesignifikan dilakukan oleh dua negara ini," kata dia.
Dalam sepekan terakhir, sebagaimana dilaporkan Kompas.com, Kanwil Kemenkumham Bali telah menangkap beberapa warga negara Rusia karena melanggar izin tinggal. Di antaranya, berinisial SR (28), telah dideportasi karena bekerja sebagai fotografer di Bali. Padahal, dia masuk ke Indonesia mengunakan visa investor untuk membuka bisnis restoran dan properti.
Kemudian, RK dan AG, ditangkap karena kedapatan menjadi instruktur mengendarai sepeda motor khusus untuk WNA di Bali. Keduanya datang ke Bali menggunakan visa kunjungan.
Berikutnya, satu keluarga WN Rusia masing-masing berinisial, SM, KM, MS dan AM, ditangkap imigrasi karena melanggar izin tinggal. Mereka diduga memilih terbang ke Bali untuk menghindari wajib militer di Rusia.
Sementara itu, Polda Bali menahan seorang warga Ukraina berinisial RK (37), karena diduga membeli KTP dan KK berkewarganegaraan Indonesia seharga Rp31 juta. Ia mengaku terpaksa melakukan hal tersebut untuk menghindari perang yang dimulai Rusia di negara asalnya.
Sebelumnya, Gubernur Bali larang turis asing sewa motor, pakar pariwisata hingga perhimpunan rental motor tak setuju: 'Ibarat mau menangkap tikus, lumbungnya yang dibakar'
Pengamat pariwisata dari Universitas Udayana, Nyoman Sukma Arida, tidak setuju dengan rencana Gubernur Bali Wayan Koster yang bakal menerbitkan aturan melarang turis asing menyewa sepeda motor dan meminta mencabut visa on arrival para pelancong Rusia dan Ukraina karena kerap berulah.
Sebab menurut dia, tidak semua turis berkelakuan buruk seperti yang viral di media sosial belakangan ini.
"Ibarat mau menangkap tikus, lumbungnya yang dibakar," ujar Nyoman Sukma Arida.
Perhimpunan Rental Motor (PRM) Bali juga sependapat. Kata mereka, hal itu akan merugikan para pemilik usaha penyewaan sepeda motor yang sedang bangkit usai pandemi Covid-19.
Adapun seorang wisatawan dari Ukraina mengaku resah kalau sampai aturan itu diberlakukan.
Kejengkelan warganet di Indonesia kembali memuncak saat video viral di Twitter memperlihatkan seorang turis asing perempuan di Canggu, Badung, mengendarai sepeda motor tanpa memakai helm dan berdebat dengan polisi yang hendak menghentikannya karena melawan arus.
Di video berduasi satu menit itu, si turis perempuan ngomel dan berkata, "saya di sini sudah 23 tahun" ketika seorang polisi menjelaskan bahwa dia melanggar aturan lalu lintas.
Tapi meski sudah dijelaskan, turis itu tak menggubris hingga akhirnya digiring ke pinggir jalan karena menimbulkan kemacetan.
"In Indonesia, we have rule," kata si polisi ke turis, menekankan bahwa ia harus tunduk pada aturan yang berlaku di Indonesia.
Beberapa warganet menyebut tindakan polisi sudah tepat seraya mempertanyakan apakah para pelancong yang berkendara di jalan raya memiliki SIM internasional.
"Serius tanya, turis-turis ini kalau bawa kendaraan punya SIM internasional memang?" ujar akun @achmadnofialdi.
Ada juga akun @bron_aja yang meminta pihak imigrasi mendeportasi pelancong seperti itu, "Polisi di Bali harus berani tegas dan dukung imigrasi kalau memang tidak mau tunduk sama hukum di sini di deportasi."
Seorang warganet lain dengan akun @imandangodaan bahkan membandingkan pengalamannya ditilang polisi di Thailand sebesar Rp55 TBH atau Rp222.000 karena mengendarai motor tanpa SIM pada 2016 lalu.
"Ealah, di Phuket saya ditilang, kunci motor langsung diambil polisi terus disuruh jalan ke kantor polisi buat bayar denda," cuitnya.
Gara-gara ulah para pelancong itu, Gubernur Bali I Wayan Koster berang. Dia berkata bakal membuat Peraturan Gubernur (Pergub) yang salah satu isinya melarang wisatawan asing menyewa sepeda motor.
Mereka, sambung gubernur, harus berpergian menggunakan mobil dari agen perjalanan atau travel.
'Merugikan pemilik usaha yang sedang bangkit dari pandemi'
Ketua Perhimpunan Rental Motor (PRM) Bali, Dedek Warjana, mengatakan rencana itu terlalu tergesa-gesa dan akan merugikan para pemilik usaha penyewaan sepeda motor yang sedang bangkit usai pandemi Covid-19.
Belum lagi minimnya transportasi publik di Bali.
"Apakah dengan pelarangan ini pemerintah sudah siap dengan solusi transportasi massal? Dengan sebagian wisawatan masih memakai kendaraan roda dua saja di beberapa wilayah, kemacetan sudah makin parah," kata Dedek Warjana.
Pemerintah Provinsi Bali, ucap dia, sebaiknya memperkuat implementasi aturan yang ada. Kalaupun menemukan wisatawan asing atau warga lokal yang melanggar aturan harus ditindak.
Sebab, ia menduga, para turis meniru kebiasaan warga lokal.
"Tugas kami sebagai penyedia jasa rental wajib memberikan pemahaman kepada calon penyewa, jika di lapangan terjadi pelanggaran pihak berwajib menindak sekecil apapun pelanggarannya."
Di sisi lain perhimpunan, klaimnya, sudah punya aturan sendiri yakni langsung memotong uang jaminan sebesar Rp500.000 - Rp3 juta, kalau motor yang dipakai melanggar aturan.
"Jadi kalau ada anggota lain melihat motor berstiker RPM dan si pengendara melakukan pelanggaran bisa difoto dan langsung potong security deposit-nya. Ini sebagai efek jera agar penyewa mematuhi aturan."
Perhimpunan, sambungnya, akan menyampaikan keberatan mereka pada anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan juga tokoh masyarakat.
Ia berharap Pemprov Bali mengurungkan niatnya.
Menanggapi keberatan yang muncul, Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau Cok Ace, berkata rencana gubernur itu sudah tepat. Buat dia, kejadian ini bisa jadi momentum untuk menata kembali pariwisata Bali.
Nantinya dalam Pergub Tata Kelola Kepariwisataan yang menjadi fokus adalah mengatur turis asing agar tidak melanggar aturan lalu lintas ataupun menyewa motor.
Kendati, sambung Cok Ace, pergub tersebut masih dalam kajian mendalam lantaran menyangkut mata pencaharian warga lokal.
'Ibarat mau menangkap tikus, lumbungnya yang dibakar'
Pakar pariwisata dari Universitas Udayana, Bali, Nyoman Sukma Arida, menilai pemprov harus memikirkan dampak panjang kalau pergub itu disahkan.
Utamanya terhadap posisi Indonesia dalam hubungan geopolitik.
Jangan sampai, kata dia, kebijakan itu justru menimbulkan citra negatif di mata negara-negara lain.
"Takutnya kan ketika ada pelanggaran-pelanggaran yang kita sendiri tidak bisa tangani dan ambil kebijakan ekstrem, muncul perspektif negatif dari negara lain yang menjadi sasaran utama menarik pariwisata," jelasnya.
Soal melarang pelancong menyewa sepeda motor setelah maraknya pemberitaan di media sosial, menurut dia, tidak tepat.
Banyaknya kasus turis asing ugal-ugalan di jalan raya, tidak pakai helm, dan kebut-kebutan, menurut dia, tak lepas dari ketidaktegasan aparat menegakkan aturan lalu lintas.
Sepanjang pengamatannya, para pelancong itu selama ini dibiarkan bebas melanggar aturan tanpa ada tindakan.
"Di Ngurah Rai, mereka bebas saja naik motor, tidak pakai helm, didiamkan. Kami juga bertanya-tanya sebagai warga lokal, kalau kita sendiri pasti dikejar dan ditilang," ujarnya.
"Jadi ada ketidaktegasan dalam aturan, lemah pada penegakan hukum."
Ketimbang melarang, kata Sukma Arida, pemprov disarankan memperbaiki sistem penyewaan kendaraan. Mulai dari memastikan pelancong tersebut memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) yang berlaku, memberikan uang jaminan, dan memastikan ada tindakan tegas kalau melanggar di jalanan.
Sebab tidak semua pelancong berkelakuan buruk.
Itu mengapa ia tak setuju kalau sampai pemerintah mencabut visa on arrival turis Rusia dan Ukraina yang hendak datang ke Bali.
"Ibarat mau menangkap tikus, lumbungnya yang dibakar. Tidak semuanya berperilaku di luar kelaziman turis. Memang ada, cuma kan karena kelalaian kita memberi edukasi, sosialisasi, tindakan tegas akhirnya jadi menular."
Seorang turis asal Ukraina, Daryna -bukan nama sebenarnya- menyayangkan sikap Gubernur Bali itu.
"Tentu saja hal ini sangat membuat frustasi. Karena jika Anda ingin berkunjung ke Pulau Bali hanya untuk satu minggu atau lebih, [pencabutan Visa on Arrival bagi warga Rusia dan Ukraina] akan membuat proses mendapatkan visa menjadi sangat rumit," ujar perempuan 33 tahun yang berprofesi sebagai video maker ini kepada wartawan Ade Mardiyati untuk BBC News Indonesia, Senin (13/03).
"Visa on Arrival merupakan visa paling ideal buat kami saat ini -meskipun biaya untuk memperpanjangnya mahal yaitu $150 [Rp2,3 juta]. Akan lebih baik jika bisa diturunkan menjadi $50 [sekitar Rp700 ribu] atau $70 [Rp1 jutaan]," sambungnya.
"[Rencana pencabutan Visa on Arrival bagi warga Rusia dan Ukraina] merupakan berita buruk buat kami."
Ketika ditanya pendapatnya tentang larangan warga asing untuk menyewa sepeda motor, Daryna mengatakan "seharusnya [turis asing] diberi kebebasan untuk bisa mengakses sepeda motor jika mereka bisa menunjukkan SIM dari negara masing-masing dan SIM dari Indonesia".
"Kami tidak menggunakan jasa agen perjalanan karena kami ingin mandiri dan senang melakukan apa-apa sendiri supaya bisa merasakan suasananya."
Saat menyewa motor pun, kata dia, "Mereka tidak menanyakan apakah kami punya SIM dari negara kami dan apakah kami bisa mengendarai motor. Saya sangat terkejut mereka tidak bertanya tentang itu semua."
Sebelumnya, Gubernur Bali I Wayan Koster menyatakan bakal segera merilis pergub yang berisi larangan bagi turis asing untuk menyewa sepeda motor. Dia juga telah meminta Kementerian Hukum dan HAM mencabut 'Visa on Arrival' untuk warga negara Rusia dan Ukraina yang hendak datang ke Bali.
Rangkaian tindakan tersebut ditempuh setelah berbagai unggahan di media sosial menyebut banyak turis asing di Bali melanggar aturan lalu lintas, mulai dari berkendara ugal-ugalan, tidak memakai helm, hingga mengunakan pelat palsu.
Ada pula unggahan yang menyebut banyak turis asing bekerja secara ilegal dengan menawarkan jasa fotografi, latihan bersepeda motor, berselancar, cukur rambut, sampai jualan sayur.
"Jadi [wisatawan asing] meminjam atau menyewa [sepeda motor] tidak diperbolehkan lagi. Itu memang mulai diterapkan tahun 2023 ini pascaCovid-19," kata I Wayan Koster saat jumpa pers di kantor Kemenkumham Bali di Kota Denpasar, Minggu (12/03).
"Mengapa sekarang? Karena kita sedang berbenah sekarang. Karena waktu pandemi Covid-19 nggak mungkin melakukan itu, karena turisnya enggak ada. Sekarang kita mulai tata," ujarnya sebagaimana dikutip Kompas.com.
Berdasarkan catatan Polda Bali, sejak dilakukan razia pada akhir Februari hingga awal Maret 2023, ada lebih dari 171 warga negara asing yang melanggar ketertiban lalu lintas.
Pakai kendaraan travel
Alih-alih menyewa sepeda motor, para turis asing yang ingin berkendara wajib menggunakan kendaraan yang disediakan oleh agen perjalanan atau travel.
"Jadi para wisatawan itu harus bepergian, jalan menggunakan mobil-mobil dari biro travel. Tidak dibolehkan lagi menggunakan sepeda motor yang bukan dari travel agent," ujar Gubernur Bali, I Wayan Koster.
"Kalau menjadi turis berperilakulah sebagai turis. Sebagai turis menggunakan kendaraan yang disiapkan oleh travel agen, bukan jalan-jalan dengan mengunakan sepeda motor, tidak pakai kaus tidak pakai baju, tidak pakai helm, sudah begitu nggak pakai SIM," sambungnya.
Ancam cabut ‘Visa on Arrival’ untuk warga Rusia dan Ukraina
Gubernur Bali, I Wayan Koster, juga menyampaikan dirinya telah bersurat ke Kemenkumham untuk mencabut ‘Visa on Arrival’ untuk warga negara Rusia dan Ukraina yang hendak datang ke Bali.
"Saya juga sudah bersuara kepada Menteri Kemenkumham tembusan kepada Menlu (Menteri Luar Negeri) untuk mencabut Visa on Arrival bagi warga Rusia dan Ukraina yang ingin ke Bali," paparnya.
Langkah tersebut diambil setelah beredar kabar di media sosial bahwa banyak turis dari kedua negara tersebut bekerja secara ilegal di Bali dengan kedok sebagai turis. Para turis dari Rusia dan Ukraina datang ke Bali juga diduga untuk menghindari perang antara kedua negara.
"Kenapa dua negara ini? Karena dua ini lagi perang sehingga tidak aman di negaranya banyak ramai-ramai ke Bali. Termasuk orang yang tidak berwisata juga ke Bali untuk mencari kenyamanan termasuk untuk bekerja," kata dia.
Koster menambahkan usulan itu juga dilatarbelakangi banyak temuan kasus-kasus pelanggaran hukum oleh WNA di Bali, didominasi oleh turis dari kedua negara tersebut.
"Negara lain kita tidak dapat melakukan itu karena pelanggarannya tidak sesignifikan dilakukan oleh dua negara ini," kata dia.
Dalam sepekan terakhir, sebagaimana dilaporkan Kompas.com, Kanwil Kemenkumham Bali telah menangkap beberapa warga negara Rusia karena melanggar izin tinggal. Di antaranya, berinisial SR (28), telah dideportasi karena bekerja sebagai fotografer di Bali. Padahal, dia masuk ke Indonesia mengunakan visa investor untuk membuka bisnis restoran dan properti.
Kemudian, RK dan AG, ditangkap karena kedapatan menjadi instruktur mengendarai sepeda motor khusus untuk WNA di Bali. Keduanya datang ke Bali menggunakan visa kunjungan.
Berikutnya, satu keluarga WN Rusia masing-masing berinisial, SM, KM, MS dan AM, ditangkap imigrasi karena melanggar izin tinggal. Mereka diduga memilih terbang ke Bali untuk menghindari wajib militer di Rusia.
Sementara itu, Polda Bali menahan seorang warga Ukraina berinisial RK (37), karena diduga membeli KTP dan KK berkewarganegaraan Indonesia seharga Rp31 juta. Ia mengaku terpaksa melakukan hal tersebut untuk menghindari perang yang dimulai Rusia di negara asalnya. (*)
Tags : turis asing, gubernur bali berang dengan turis asing, gubernur bali ancam cabut visa on arrival, pemilik usaha di bali merugi, industri pariwisata di bali,