Gubri Syamsuar ancam pabrik Kelapa sawit (PKS) yang turunkan harga sawit petani seiring telah dibukanyaEkspor CPO yang sudah menjadi ketentuan di Surat Edaran (SE).
PEKANBARU - Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 526/Disbun/1259 tentang Percepatan Penyerapan Tandan Buah Segar (TBS) Produksi Pekebun Mengacu pada Harga Penetapan Pemerintah.
"Ekspor CPO dibuka agar petani kelapa sawit tidak lagi merugi karena Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menurunkan harga TBS terlalu rendah diluar ketetapan pemerintah."
"Bersama ini kami sampaikan dan tegaskan agar seluruh pabrik PKS untuk segera melakukan percepatan penyerapan TBS kelapa sawit pekebun dengan harga pembelian TBS," kata Gubri, Selasa (24/5) kemarin.
Surat Edaran sebagai tindak lanjut pengumuman Presiden Joko Widodo tentang pembukaan kembali ekspor minyak goreng dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022.
Tetapi Gubri kembali menegaskan, seperti yang tertulis di dalam SE tersebut, harga pembelian TBS harus mengacu pada harga yang telah ditetapkan oleh Tim Penetapan Harga Pembelian TBS Riau sebagaimana yang telah diatur pula dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01 Tahun 2018 dan Peraturan Gubernur Riau Nomor 77 Tahun 2020.
"Bagi pabrik pengolahan kelapa sawit yang tidak mentaati peraturan ini akan diberikan peringatan dan sanksi," tegasnya.
Sementara para petani kelapa sawit menyebutkan, terdapat delapan provinsi yang mengalami kenaikkan harga buah tandan segar (TBS) kelapa sawit, sejak kebijakan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya dibuka kembali pekan lalu.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menyebutkan, harga TBS di tingkat petani saat ini berada di level Rp2.011/kilogram (kg). Adapun, sebelum dibukanya keran ekspor CPO diumumkan, harga rata-rata TBS di tingkat petani mencapai Rp1.775/kg.
Gulat mengatakan, seharusnya saat ini harga TBS sudah mulai normal yakni di level Rp2.800/kg-Rp3.800/kg di 22 provinsi di Indonesia.
“Tapi secara umum pengumuman Presiden Jokowi tentang pencabutan larangan ekspor sudah menunjukkan perbaikan harga TBS petani, meskipun tidak signifikan,” kata Gulat seperti dirilis Bisnis, Minggu (22/5),
Gulat mengatakan kenaikkan harga TBS tertinggi terjadi di 8 provinsi yang sudah memiliki Peraturan Gubernur tentang Tata Niaga TBS sebagai turunan Permentan No.01/2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
Delapan provinsi yang dimaksudnya itu adalah Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Selatan (Kalsel), Riau, Sumatra Utara (Sumut), Sumatra Selatan (Sumsel), Bengkulu, Sumatra Barat (Sumbar), dan Jambi.
Menurutnya, saat ini biaya produksi TBS di tingkat petani rata-rata mencapai Rp1.950/kg.
Dia menyebutkan, sejak pelarangan ekspor CPO dan produk turunannya dilakukan pemerintah pada 28 April—19 Mei 2022, harga TBS petani berada di bawah harga pokok penjualan (HPP). Menurutnya, kondisi itu terjadi secara merata di 22 provinsi yang menjadi sentra produksi sawit.
“Diharapkan mulai minggu depan [23 Mei] angka kenaikkannya [harga TBS] sudah di atas Rp1000/kg dari angka HPP atau artinya naik Rp1.000 di atas biaya produksi Rp.1.950/kg,” kata Gulat.
Di sisi lain, Gulat menyebutkan, berdasarkan penelusurannya, hasil tender harga TBS antarpeserta di PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) pada 20 Mei belum menemui kesepakatan.
“Ini yang menjadi tanda tanya kami petani sawit. Yang clear hanya tender di Belawan yaitu Rp14.106/kg CPO. Lokasi lainnya masih WD [tidak saling sepakat] seperti Dumai, T. Duku, T. Bayu. Ini juga harus menjadi perhatian penting dari aparat penegak hukum dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), karena KPBN itu BUMN, jadi harus diperiksa tata cara perhitungan tender CPO-nya, semua harus transparan,” tutur Gulat.
Gulat juga meminta pabrik kelapa sawit (PKS) untuk tidak lagi menekan harga TBS di tingkat petani karena keran ekspor sudah dibuka.
Di sisi lain, dia juga berharap agar beleid Permentan No.1/2018 untuk direvisi lantaran membebani petani swadaya yang tidak bermitra dengan perusahaan.
“Faktanya bahwa petani yang bermitra [dengan perusahaan] tidak lebih dari 7 persen. Artinya 93 persen petani yang tidak bermitra tersebut tidak ada yang melindungi harga TBS-nya. Ini sangat tidak adil. Persyaratan bermitra juga sangat berat, karena selain harus berkelompok (poktan atau KUD), juga harus diketahui dan ditandatanganii oleh bupati daerah kebun sawit masyarakat itu berada. Dan belum tentu PKS mau bermitra karena akan mengurangi porsi untung,” jelas Gulat.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kebijakan pemerintah untuk membuka kembali ekspor minyak goreng dan bahan bakunya termasuk CPO mulai 23 Mei 2022, setelah sempat dilarang sejak 28 April lalu.
"Berdasarkan pasokan dan harga minyak goreng saat ini, serta mempertimbangkan adanya 17 juta orang tenaga di industri sawit baik petani, pekerja, dan juga tenaga pendukung lainnya, maka saya memutuskan bahwa ekspor minyak goreng akan dibuka kembali pada Senin 23 Mei 2022," kata Presiden, Kamis (19/5/2022).
Presiden menjelaskan bahwa ia sendiri dan jajarannya terus melakukan pemantauan sekaligus mendorong berbagai langkah untuk memastikan ketersediaan minyak goreng bagi masyarakat, sejak larangan ekspor diberlakukan bulan lalu.
Menurut Presiden, kebutuhan nasional untuk minyak goreng curah sekira 194.000 ton per bulan, tetapi pada Maret sebelum larangan ekspor diberlakukan, pasokan yang ada di pasar domestik hanya mencapai 64.500 ton. (*)
Tags : Gubernur Riau Syamsuar, Gubri Ancam Pabrik Kelapa Sawit, PKS Turunkan Harga Sawit Disanksi,