PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Gubernur Riau, Syamsuar menaruh perhatian khusus terhadap pengelolaan anggaran dana desa [ADD] dan mengerahkannya bersama Bantuan Keuangan Khusus [BKK] dari Pemerintah Provinsi Riau.
"ADD dan BKK dikerahkan untuk perbaikan desa lebih baik, tetapi tetap perlu pengawasan agar dapat dikelola dengan baik sesuai petunjuk."
"Pemerintah pusat mencairkan anggaran itu melalui Dana Desa maupun yang diberikan kabupaten berupa Alokasi Dana Desa [ADD]. Penggunaan dana desa ini diharapkan oleh pemerintah agar terjadi percepatan pembangunan desa, karena desa adalah unjung tombak yang menjadi perhatian," sebut Gubri, Jumat (11/8) kemarin.
"Dana tersebut diberikan kepada masing-masing desa agar bermanfaat untuk kemajuan desa yang ada di Bumi Melayu Lancang Kuning," kata Gubri menyampaikan saat membuka workshop evaluasi pengelolaan keuangan dan pembangunan desa tahun 2023 tingkat regional pada pemerintah Provinsi Riau yang acaranya berlangsung di Aula Lantai III BPKP Perwakilan Provinsi Riau.
ADD bersumber dari APBN diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Rekening Kas Umum Negara RKUN ke Rekening Kas Daerah [RKD] dan tercatatkan di RKUD.
Dana tersebut diprioritaskan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa.
ADD merupakan kewajiban Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengalokasikan kedalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah [APBD] melalui dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus [DAK] untuk kemudian disalurkan ke Rekening Kas Desa [RKD].
Penggunaan ADD juga telah tertuang dalam peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 yang mengatur tentang Siltap dan Tunjangan Perbekel dan Perangkat Desa dibiayai dari sumber dana ADD.
Sedangkan BKK merupakan bantuan yang peruntukan dan pengelolaannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka percepatan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat.
BKK Pemerintah Riau berasal dari APBD provinsi yang telah dilampirkan pada Peraturan Gubernur Riau Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Riau Nomor 38 Tahun 2019 Tentang Pedoman Bantuan Keuangan Khusus dari Pemerintah Provinsi Riau Kepada Desa.
Orang nomor satu di Riau ini berpesan agar pembangunan desa dengan menggunakan anggaran yang telah disalurkan tersebut terus dikawal agar desa semakin maju.
"Kami berharap dana desa yang dikucurkan pemerintah dapat dimaksimalkan sehingga dapat bermanfaat untuk kemajuan desa yang ada di Provinsi Riau," tutup Gubri.
Tetapi Lembaga Ketahanan Ekonomi Desa Nasional [LKED Nas] justru menilai masih ada desa yang sangat tertinggal yang memerlukan fokus agar ada langkah percepatan.
"Permasalahan masih adanya desa sangat tertinggal di Provinsi Riau seharusnya menjadi prioritas untuk segera diselesaikan oleh lintas Organisasi Perangkat Daerah [OPD] terkait," kata Koordinator LKED Nas, H Darmawi Wardhana Zalik Aris.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik menyatakan indeks pembangunan desa di Provinsi Riau menunjukan perbaikan. Dengan jumlah desa tertinggal pada 2018 berkurang 202 desa dibandingkan tahun 2014.
"Desa tertinggal berkurang sebesar 202 desa bila dibandingkan tahun 2014. Sementara itu, Desa Mandiri bertambah sebesar 73 desa," kata Kepala Badan Pusat Statistik [BPS] Riau, Aden Gultom.
BPS memaparkan hasil pendataan potensi desa [Podes] Riau 2018 bahwa tercatat ada 1.875 wilayah administrasi pemerintahan setingkat desa.
Wilayah ini terdiri dari 1.607 desa dan 268 kelurahan. Hasil pengkategorian indeks pembangunan desa [IPD] menunjukan jumlah desa tertinggal ada 88 [5,48 persen], desa berkembang 1.405 [87,43 persen], dan desa mandiri 114 [7,09 persen].
BPS melaksanakan pendataan Podes tiga kali dalam 10 tahun. Podes 2018 dilaksanakan pada bulan Mei 2018 secara sensus terhadap seluruh Desa atau Kelurahan atau Unit Permukiman Transmigrasi [UPT]/Satuan Permukiman Transmigrasi [SPT], Kecamatan, Kabupaten/Kota.
Wilayah administrasi pemerintahan yang didata harus memenuhi tiga syarat, yaitu ada wilayah, penduduk, dan ada pemerintahan desa.
Hanya saja, dalam hasil Podes tidak dijelaskan secara rinci lokasi desa yang masih terpencil yang berada di Riau.
Namun Darmawi Wardhana menilai, seharusnya adanya desa sangat tertinggal sudah harus menjadi prioritas Pemprov.
"Kenapa sangat tertinggal. Pasti infrastruktur. Tolong capaian kinerja Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa [DPMPD] buat ulasan mendasari desa tersebut sangat tertinggal,” pinta Darmawi.
Hasilnya menjadi dasar mengajak keterlibatan OPD terkait ikut terlibat menyelesaikan permasalahan desa sesuai bidang tugasnya. Semua sektor, sambung dia bisa terkait seperti kesehatan, pendidikan, pertanian, perkebunan, serta pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
Dia berharap ini menjadi perhatian serius agar tidak menghambat capaian janji gubernur yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah [RPJMD] Riau 2019-2024.
Khususnya terkait bidang tugas pemberdayaan masyarakat desa, yakni meningkatkan status 150 desa dari 518 desa sangat tertinggal dan tertinggal menjadi berkembang.
Terlebih seperti Kampung Sungai Rawa, Kelurahan Sungai Piring, Indragiri Hilir [Inhil] misalnya, yang merupakan desa/kampung sangat tertinggal tersebut.
“Maka harus fokus agar ada langkah percepatan,” sebut Darmawi.
Menurutnya, kalau 202 lepas dari desa tertinggal dan desa mandiri bertambah sebesar 73 desa begitupun ada desa status maju, berkembang tetapi masih ada desa sangat tertinggal.
"Masih ada desa sangat tertinggal seperti di kampung Sungai Rawa, Inhil itu," sebutnya.
Dia juga minta dukungan DPMPD untuk membantu permasalahan masih ada beberapa desa tidak berlistrik di Riau. Masalah kebutuhan dasar masyarakat desa kata dia, juga menjadi penentu keberhasilan pemerintah untuk pencegahan stunting.
“Makanya harus cermat. Fokus yang bisa diatasi, karena kita tidak bisa menyelesaikan semua masalah yang ada di desa,”sebutnya.
“Ada hal yang memang perlu ditangani di desa. Karena kuncinya desa. Kalau masyarakat desa mandiri bisa bergerak sendiri dan tentunya betah tinggal di desa. Tidak urbanisasi bikin padat kota,” katanya.
Caranya diantaranya memaksimalkan pengelolaan BUMDes sebagai lembaga pengerak ekonomi desa dengaan mengidentifikasi potensi yang berkelanjutan. Produksi bisa dijalankan, distribusi jalan, dan pasaranya juga jalan.
“BUMDes kalau sudah bergerak, ekonomi desa bisa mandiri,” katanya.
Dia berpesan dalam membangun desa harus cermat. Sebab sumber bahan produksi seperti beras, dan lainnya ada di desa.
“Paling banyak desa dari pada kota. Makanya jangan kota terus diperbaiki, tapi desa harus diperhatikan. Digerakan dan ditingkatkan kemandiriannya,” katanya.
“Intinya potensi desa harus kita galakan. Harus ada lembaga seperti BUMDes yang mengelola. Kebanyakan sudah punya jiwa bisnis tinggal dipoles saja. Nah ini peran DPMPD agar pengelolaannya semakin baik,” katanya.
Jadi menurut Darmawi Wardhana, permasalahan desa terus berkembang dan kompleks, sehingga perlu ditunjang anggaran memadai agar penanganannya bisa lebih optimal. (*)
Tags : anggaran dana desa, bantuan keuangan khusus, gubri kerahkan add dan bkk, add dan bkk untuk perbaikan desa, desa sangat tertinggal,