
AGAMA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengungkap panjangnya antrean haji di Indonesia. Untuk daerah tertentu di Indonesia, antrean haji mencapai 40 tahun.
"Antrean Haji mencapai 40 tahun."
“Mereka (calon jemaah haji) memperoleh nomor antrean dan harus menunggu selama bertahun-tahun. Bahkan bisa mencapai 20 hingga 40 tahun,” kata Yahya Cholil Staquf dalam Seminar Akbar Haji Tahun 2025 di Jeddah (1/6).
Pada forum yang diselenggarakan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi itu, Yahya Cholil Staquf secara garis besar menyampaikan empat usulan terkait syarat istitaah atau kemampuan dalam berhaji.
Usulan tersebut berangkat dari sistem kuota haji yang diterapkan sejak 1987 silam.
Mulai saat itu, negara-negara dengan mayoritas penduduknya muslim, seperti Indonesia, harus menerapkan sistem daftar tunggu atau antrean dalam ibadah haji.
Dia lantas menyebutkan di Indonesia, calon jamaah haji harus mendaftar ke Kementerian Agama (Kemenag) dan membayar biaya pendaftaran awal.
Saat ini setoran awal ditetapkan Rp 25 juta/orang.
Setelah itu calon jemaah haji harus mengantre selama bertahun-tahun.
Tdetapi antrean panjang itu karena jumlah pendaftar haji telah melampaui 5,5 juta tahun ini.
Sementara kuota Indonesia setiap tahunnya sekitar 221 ribu jemaah saja.
Dari kondisi itu, dia lantas mempertanyakan kembali definisi istitaah dalam konteks era sekarang.
Yahya Cholil Staquf mengatakan ketentuan istitoah harus dilihat dari banyak aspek. Seperti kemampuan finansial secara utuh, kondisi kesehatan dan fisik, serta aspek keamanan.
Karena ketika seseorang mampu membayar biaya pendaftaran awal, belum tentu tergolong mampu secara syar’i untuk melaksanakan ibadah haji.
Dia menjelaskan ongkos haji sesungguhnya terus meningkat setiap tahun.
Kemudian masa tunggu yang panjang dapat melemahkan kondisi fisik calon jamaah.
“Bisa jadi ketika giliran haji tiba, orang tersebut telah lanjut usia atau bahkan wafat,” kata Yahya.
Merespon kondisi itu, dia lantas membeberkan empat usulan strategis. Usulan pertama adalah perlunya fatwa dan edukasi istitoah dari ulama.
Menurut Yahya Cholil Staquf, umat Islam memerlukan fatwa dan bimbingan yang jelas dari ulama terkait waktu kapan seseorang dianggap wajib berhaji secara syar’i.
Supaya memiliki ketenangan dalam menjalankan kewajiban ini.
Menurut mazhab Syafi’i, kata dia, ketentuan istitoah ditetapkan pada saat seseorang benar-benar akan berangkat haji, bukan saat pendaftaran.
Lalu usulan yang kedua adalah, sosialisasi kewajiban haji sekali seumur hidup.
Yahya Cholil Staquf mengatakan umat Islam perlu diingatkan bahwa haji hanya wajib sekali seumur hidup bagi yang telah memenuhi syarat. Supaya memberi kesempatan kepada saudara-saudara mereka yang belum berhaji.
Usulan yang ketiga adalah, evaluasi dan inovasi sistem antrean nasional.
Dia menyebutkan pemerintah negara-negara yang memiliki pendaftar haji dalam jumlah yang besar seperti Indonesia, perlu mengembangkan kebijakan yang adil dan strategi efektif dalam pengelolaan antrean.
“Kerja sama lebih erat dengan Pemerintah Arab Saudi dalam pengelolaan kuota juga sangat penting,” jelasnya.
Terakhir usulan yang keempat adalah perencanaan layanan haji yang lebih awal dan terbuka. Dia berharap pemerintah Saudi dapat merancang dan mengumumkan desain layanan haji secara lebih dini dan luas. Agar calon jamaah haji bisa lebih matang dalam persiapannya. (*)
Tags : pengurus besar nahdlatul ulama, pbnu, antrean haji, pbnu kampanyekan berhaji, haji antrean 40 tahun, pbnu kampanyekan berhaji sekali seumur hidup,