
JAWA TENGAH - Kepala sekolah dan dua murid sekolah SDN 4 Wonorejo, Jawa Tengah, keracunan sajian dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG).
Terungkapnya kembali kasus keracunan ini memperpanjang berbagai masalah di balik proyek MBG.
Kasus keracunan MBG di Wonorejo, Jateng, merupakan insiden terbaru dari rangkaian peristiwa keracunan makanan dalam pelaksanaan MBG di Indonesia.
Sebelumnya, setidaknya 78 siswa di dua sekolah menengah atas di Cianjur, Jawa Barat, mengalami masalah serupa.
Dari kasus keracunan di Wonorejo, kepala sekolah dan dua murid SDN 4 Wonorejo, Jateng, mengalami mual dan sakit perut setelah menyantap makanan MBG yang disediakan pada Rabu (24/04).
Menu yang disajikan hari itu adalah nasi, daging ayam, sepotong tahu, kecambah, kuah soto, dan susu.
Kepala Sekolah SDN 4 Wonorejo, Darmiyati, mengatakan seorang siswa mengaku daging ayam yang dikonsumsi "terasa aneh".
Murid lainnya mengaku kuah soto "terasa asam".
Darmiyati lalu meminta seorang guru untuk mencicipinya. Dan memang benar kuah soto "asam" dan daging ayamnya "agak lengket".
Tidak lama kemudian, Darmiyati mengaku mendengar dua murid laki-laki kelas dua "sakit perut".
"Kami langsung ambil tindakan lapor ke pengawas. Pengawas dari dapur itu sudah datang ke sini langsung menerjunkan dua orang. Terus saya tanya itu, ternyata daging dimasak jam 22:00 WIB," ungkap Darmiyati.
Kedua murid kemudian dilarikan ke puskesmas.
Darmiyati sendiri mengalami buang air besar sampai lima kali. Menurutnya, diagnosa dokter menyebut bahwa dirinya "mengonsumsi makanan yang tak layak makan".
Setelah kejadian ini, menurutnya, pelaksanaan MBG di SDN Wonorejo 4 "diubah".
Darmiyati mengatakan makanan harus dimakan maksimal satu jam setelah tiba di sekolah.
Pengiriman makanan harus disesuaikan jam istirahat, tambahnya.
Darmiyati mengatakan pelaksanaan MBG di sekolahnya dimulai sejak 13 Januari 2025.
Keracunan makanan belum pernah terjadi sebelumnya, tandasnya.
Terungkapnya kasus keracunan makanan dalam program MBG di satu sekolah di Wonorejo ini menambah panjang deretan masalah-masalah di balik proyek itu.
Kasus keracunan di Wonorejo ini juga menguatkan hasil penelitian terbaru Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang pelaksanaan MBG di Indonesia.
Dari hasil penelitiannya, ICW mengungkapkan setidaknya ada masalah ketidakjelasan kriteria sekolah yang melaksanakan MBG; keterlambatan pengiriman makanan; keterlibatan TNI; hingga distribusi pembayaran.
Walaupun ada dugaan temuan sejumlah masalah dalam pelaksanaan MBG, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan, penyediaan MBG "akan dilanjutkan kembali seperti biasa".
Pihaknya kemudian berkomitmen untuk meningkatkan pengelolaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) "secara berkala".
Dia menambahkan, "BGN akan lebih selektif dalam menentukan mitra yang dapat bekerja sama dengan BGN dalam pembangunan SPPG."
Seperti apa hasil penelitian ICW tentang pelaksanaan MBG?
Temuan berbagai masalah di balik proyek MBG ini merupakan riset terbaru ICW.
Mereka melakukan pemantauan pelaksanaan proyek itu dari 12 Maret sampai 24 April 2025.
Pemantauan dilakukan dengan wawancara di 36 lokasi di Jakarta meliputi sekolah, di jenjang SD, SMP, SMA, SMK, hingga Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN).
ICW juga memantau sejumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjadi dapur umum penyediaan MBG.
Dari temuannya, ICW menyebut setidaknya ada enam masalah, salah-satunya adalah ketidakjelasan kriteria pemilihan sekolah yang melaksanakan MBG.
"Sekolah-sekolah yang awalnya menjadi pilot project MBG justru ketika MBG ini diaktivasi, dia justru malah tidak diberikan kembali untuk mengimplementasikan MBG," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Eva Nurcahyani, dalam konpers, Selasa (29/04).
Selain itu, ICW juga mengkritik perihal seleksi SPPG yang menjadi dapur umum penyedia makan MBG.
"Ketika mengakses kanal [situs] nama-nama mitra BGN atau SPPG yang bisa mengimplementasikan MBG di wilayah itu sulit sekali," kata Eva.
"Kriteria-kriterianya juga sulit diakses begitu, bagaimana akhirnya dia bisa diterima sebagai mitra," tambah Eva.
Eva menilai pangkal masalah ini adalah regulasi Surat Keputusan Deputi Bidang Penyaluran Badan Gizi Nasional (BGN) Nomor 2 Tahun 2024 yang "belum komprehensif" menjelaskan kriteria pemilihan sekolah, serta pemilihan mitra.
Dalam penelitiannya, ICW juga menemukan berbagai masalah lainnya, antara lain sebagai berikut:
'Ada murid trauma dan enggak mau makan menu MBG lagi'
Irwan Aldrin, dari kelompok Suara Orangtua Peduli menceritakan bahwa "makin luas kekhawatiran untuk menerima MBG, karena maraknya berita negatif tentang kualitas makanan dan kesehatan dari MBG."
Irwan mencontohkan temuannya di Jakarta perihal seorang murid yang langsung mengalami diare setelah menyantap makanan MBG di hari pertama pelaksanaan.
"Kemudian trauma dan enggak mau terima makanan MBG lagi," kata Irwan, dalam konpers soal temuan terkait MBG, Selasa (29/02).
Masalah ini menurutnya tak lepas dari pelaksanaan MBG yang dikelola dalam skala besar.
Irwan menjelaskan bagaimana satu dapur menghasilkan 3.000 porsi makanan untuk lima sekolah. Sementara, sistem yang berjalan menurutnya dilakukan dengan hirarki komando.
"Tidak ada ruang untuk mendengar dan didengar," ujar Irwan.
Kondisi ini membuat peserta didik hanya bisa menerima program, tanpa ada ruang dialog.
"Sekarang ini yang kita jadikan objek itu jadinya adalah ternak, bukan anak," tukas Irwan.
"Karena cara seperti ini menganggap anak sebagai objek yang enggak punya pilihan begitu. Dan bahkan pilihan yang terburuk pun mereka harus terima," tambahnya.
Apa tanggapan Badan Gizi Nasional?
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan, sudah ada kantin sekolah yang dilibatkan dalam penyaluran MBG.
Dadan mengatakan bahwa program MBG pada dasarnya dikembangkan untuk merangkul semua pihak. Ia mencontohkan pelibatan kantin di Sekolah Bosowa Bina Insani Bogor.
Ke depannya, BGN berencana untuk mengajak kantin-kantin sekolah berkolaborasi menyukseskan program MBG yang merupakan andalan Presiden Prabowo Subianto ini.
"Kita akan kembangkan lebih lanjut untuk kantin-kantin sekolah lainnya," ujar Dadan, seperti dilaporkan Kompas.com, Selasa (29/04).
Tentang peran TNI dalam pelaksanaan MBG, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengaku pihaknya memang melibatkan mereka dalam pelaksanaan MBG.
Menurutnya, peran TNI sangat membantu BGN, terutama di wilayah-wilayah yang sulit diakses oleh masyarakat sipil.
"TNI itu salah satunya adalah pihak yang sangat membantu BGN dalam pelaksanaan," ujar Dadan saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Sabtu (25/01).
"Jadi untuk tahap-tahap awal, apalagi di daerah-daerah yang memang sulit dijangkau oleh sipil," jelasnya.
Menanggapi isu terkait penyaluran dana yang terjadi di SPPG Kalibata, Jakarta, Dadan mengatakan, BGN akan melakukan evaluasi dan pengecekan mengenai penyaluran dana yang telah dilakukan.
Dia mengeklaim bahwa BGN telah melakukan kewajiban pembayaran kepada SPPG Pancoran sesuai dengan aturan, yakni melalui transfer ke rekening Virtual Account Yayasan MBN (Media Berkat Nusantara).
Dadan juga menambahkan "BGN akan lebih selektif dalam menentukan mitra yang dapat bekerja sama dengan BGN dalam pembangunan SPPG."
"Kami berharap seluruh pihak mampu mengevaluasi kinerja masing-masing dan memperbaiki koordinasi yang telah terjalin,"ungkap Dadan.
BGN juga berkomitmen agar ke depannya dapat melakukan penguatan kembali kepada para mitra serta seluruh karyawan yang bertugas di SPPG.
"Sehingga program MBG dapat terlaksana secara kredibel serta memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada seluruh pihak dan kelompok penerima manfaat," tandasnya, seperti dikutip dalam situs resmi BGN, 16 April 2025.
Pelaksanaan program MBG merupakan bagian dari janji kampanye Prabowo pada pemilihan presiden 2024 lalu.
Niat Prabowo menjanjikan program ini adalah untuk mengatasi stunting, yang diketahui menjangkiti seperlima populasi anak Indonesia di bawah usia lima tahun.
"Dengan inisiatif ini, anak-anak kita akan tumbuh lebih tinggi dan menjadi juara," kata Prabowo pada 2023 silam.
Sebagai salah satu inti dari kampanye kepresidenan Prabowo tahun lalu, program pemberian makanan gratis ini ditujukan sebagai cara untuk mengatasi stunting—suatu kondisi yang disebabkan oleh kekurangan gizi yang mempengaruhi seperlima anak di bawah usia lima tahun di Indonesia.
"Melalui inisiatif ini, anak-anak kita akan tumbuh lebih tinggi dan menjadi juara," kata Prabowo pada 2023.
Prabowo mulai melaksanakan program ini seiring menggenjot program populis lain, seperti pemeriksaan kesehatan gratis dan program rumah murah.
Program-program ini sempat membuat tingkat penerimaan publik terhadap Prabowo menjulang, sekitar 80% setelah 100 hari menjabat.
Januari 2025, jadi titik mula pelaksanaan MBG untuk 550.000 siswa di 26 provinsi.
Meskipun program ini "bermaksud baik", Maria Monica Wihardja, peneliti tamu di ISEAS-Yusof Ishak Institute, mengatakan kepada BBC bahwa "tidak ada bukti" tentang "urgensi yang meluas" untuk makanan gratis di sekolah.
Menurut sebuah survei nasional pada 2024, kurang dari 1% rumah tangga di Indonesia merasakan setidaknya satu hari tanpa makan.
Sejak Januari, rangkaian kasus keracunan makanan telah menimbulkan kekhawatiran akan pelaksanaan MBG.
Michelle, seorang siswa sekolah dasar di Nusa Tenggara Timur, adalah salah satu dari sejumlah siswa di sekolahnya yang mengalami keracunan makanan pada Februari lalu.
Dia mengatakan kepada BBC News Indonesia makanan yang ia sebut "hambar dan basi" membuatnya sakit perut itu.
Setelah kejadian tersebut, sebagian orang tua memilih menyiapkan makan siang buatan sendiri untuk anak-anak mereka, kata salah satu pejabat sekolah.
Pemerintah berjanji meningkatkan proses keamanan pangan, pasca kejadian keracunan di Cianjur.
"Kita harus meningkatkan kualitas," ujar Dadan Hindayana, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), yang telah mengunjungi para siswa di rumah sakit.
"Satu hal yang jelas terlihat adalah kurangnya perencanaan yang matang dan mendalam sebelum program ini diluncurkan," ujar Eliza Mardian, seorang peneliti di Center of Reform on Economics Indonesia.
"Ketergesaan ini akhirnya mengorbankan kualitas dan efektivitas, yang justru memperburuk persepsi publik terhadap program ini."
Penghematan anggaran
Indonesia telah menyiapkan anggaran sekitar Rp71 triliun untuk anggaran MBG anggaran pada 2025. Angka ini diproyeksikan naik sampai Rp171 trilun
Namun, pemerintah masih membutuhkan kucuran dana dan bantuan pihak lain untuk program ini.
Sebagai perbandingan, India menghabiskan US$1,5 miliar (sekitar Rp25 triliun) per tahun untuk memberi makan 120 juta anak.
Sementara Brasil menghabiskan biaya yang tak jauh berbeda untuk menyediakan makanan bagi 40 juta siswa.
Untuk menanggung biaya yang cukup besar di Indonesia, Prabowo mendesak para taipan Indonesia untuk membantu, dan menerima tawaran pendanaan dari China.
Untuk mengakomodir program ini dan sejumlah program populis lain, Prabowo memerintahkan pemotongan anggaran sejumlah kementerian sebesar Rp306 triliun. Kebijakan ini dinilai kontroversial.
Beberapa kementerian, termasuk kementerian pendidikan, mengalami pemotongan anggaran hingga setengahnya.
Para birokrat menyebut bahwa mereka dipaksa berhemat dengan membatasi penggunaan AC, lift, dan bahkan printer di kantor.
Para mahasiswa sangat marah ketika berita tentang pembatalan program beasiswa.
"Yang paling parah adalah ketika perut kenyang, tapi otak tidak terisi," kata Muhammad Ramadan, seorang mahasiswa yang berunjuk rasa di Bandung.
Dia merujuk pada rencana Prabowo untuk memberikan makan siang di sekolah.
'Program ini tambang emas bagi pejabat korup'
Isu lain pelaksanaan program lain ini adalah dugaan penyimpangan dana program.
KPK sempat menyebut adanya "kemungkinan besar" penipuan pada Maret 2025.
April 2025, kepolisian memulai penyelidikan perihal laporan seorang mitra dapur penyedia makanan di Jakarta Selatan menuduh pihak berwenang melakukan penggelapan.
Seorang pelaksana mitra dapur MBG mengatakan bahwa ia belum dibayar sejak dapurnya menyiapkan makanan sekolah pada Februari.
Sementara, Presiden Prabowo mengatakan pemerintah akan "menangani" tuduhan-tuduhan tersebut dan "menjaga setiap sen uang rakyat".
Namun, para ahli mengatakan bahwa masalahnya jauh lebih dalam.
Program-program bantuan sosial berskala besar di Indonesia secara historis telah "sarat dengan korupsi", ujar Muhammad Rafi Bakri, seorang analis riset di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Mengingat besarnya anggaran," ujarnya, "program ini merupakan tambang emas bagi para pejabat yang korup". (*)
Tags : makan bergizi gratis, program mbg, guru dan murid keracunan mbg, sajian mbg menambah berbagai masalah dibalik program mbg, pangan, ekonomi, pendidikan, anak-anak, kesehatan, News ,