"Cuaca Ekstrim berdampak terhadap masyarakat umumnya di daerah padat penduduk di tengah situasi suhu memanas menambah kegelisahan yang tak tertahankan"
ipas angin milik Saidah, 56 tahun, warga perumahan di Kulim, Pekanbaru terus menyala tiada henti. Maklum lah suhu matahari belakangan cukup menyengit. Ia terus saja gelisah yang tak tertahankan.
"Matahari sepertinya ada tujuh saja."
“Sebulan belakangan ini panas banget. Kalau enggak pakai [kipas angin], enggak bisa tidur,” kata Saidah yang melaporkan pada riaupagi.com saat menyambangi rumahnya pada Minggu (5/5/2024).
Perumahan Kulim Raya, warga yang tinggal dilokasi itu kondisi lingkungannya memang padat penduduk, tetapi di tengah situasi cuaca yang memanas belakangan ini, banyak warga menaruh kegelisahan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi suhu udara di beberapa wilayah di Indonesia dalam sepekan terakhir berkisar antara 32 derajat Celsius dan 37 derajat Celsius.
Walaupun tidak sepanas negara Asia Tenggara lainnya yang terpapar gelombang panas seperti Myanmar (yang mencapai 45,8 derajat Celsius) dan Thailand (44 derajat Celsius).
Sementara sejumlah wilayah di Indonesia tetap mengalami suhu panas terik sebagai akibat dari siklus tahunan dari gerak semu matahari.
Sementara analis BMKG Pekanbaru mengakui cuaca terasa panas terik sejak beberapa hari terakhir.
"Penyebab utamanya adalah ada pusat tekanan rendah di Laut China Selatan sehingga menarik massa udara di wilayah Riau menuju ke titik tersebut," kata analis BMKG Pekanbaru, Ahmad Agus Widodo.
"Secara umum, cuaca di Riau beberapa hari yang lalu memang cukup panas terik. Suhu berkisar 33-35,5 derajat Celsius," ujar analis BMKG Pekanbaru, Ahmad Agus Widodo.
Agus mengatakan cuaca panas terik ini dipicu tekanan rendah dari Laut China Selatan. Menurutnya, kondisi tersebut menarik massa udara di wilayah Riau.
BMKG Pekanbaru mengatakan suhu di Pekanbaru berada di angka 33-35,5 derajat Celsius.
Akibatnya, uap air pembentuk awan hujan berkurang. Dia mengatakan kondisi cuaca seperti itu masuk kategori normal.
"Namun untuk akhir-akhir ini pusat tekanan rendah sudah melemah dan hari ini potensi hujan juga cukup baik. Fenomena anomali cuaca seperti ini masih dikategorikan wajar dan normal," katanya.
BMKG memprediksi sebagian besar wilayah Indonesia, yaitu sebanyak 63,66% Zona Musim, akan memasuki periode musim kemarau pada bulan Mei hingga Agustus 2024.
Mandi di siang hari atasi panas ekstrim.
"Memasuki periode Mei, sebagian wilayah Indonesia mulai mengalami awal kemarau dan sebagian wilayah lainnya masih mengalami periode peralihan musim atau pancaroba, sehingga potensi fenomena suhu panas dan kondisi cerah di siang hari masih mendominasi cuaca secara umum di awal Mei 2024," ungkap Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto di Jakarta (03/05).
BMKG memperkirakan kondisi atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan pada bulan Juni-Agustus akan semakin kering sehingga minim potensi pertumbuhan awan hujan sehingga suhu udara ketika siang hari akan cenderung lebih panas dari periode akhir-akhir ini.
“Minimnya tutupan awan di siang hari dan kandungan uap air atmosfer lapisan bawah yang masih tinggi menjadi sebab suhu udara di Indonesia bagian selatan terasa terik ketika siang dan gerah ketika malam hari,” terang Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Ida Pramuwardani, secara terpisah.
'Kipas angin di ruang tamu nyala terus'
Sejumlah warga juga sudah mengeluhkan panas terasa menyengat ke kulit jika beraktivitas tanpa jaket di luar rumah.
Bagi Saidah, yang menjabat sebagai ibu rumah tangga di lingkungannya, buntut dari perubahan suhu ini terasa dalam aspek kehidupan yang berhubungan dekat dengan banyak orang: tagihan listrik.
“[Tagihan] listrik berat banget. Kipas angin di ruang tamu nyala terus. Di kamar juga ada, kita nyalain kalau pas tidur. Dari Rp350.000 [bulan lalu] naik menjadi Rp500.000. Hitung aja,” cetusnya.
Untuk persediaan air bersih, Saidah membeli air pikulan untuk kebutuhan minum dengan biaya Rp5.000 per pikul (satu pikul sama dengan dua jeriken air masing-masing 20 liter). Harga ini menurutnya naik dari sebelumnya Rp3.000 per pikul.
Sementara untuk kebutuhan air mandi, dirinya mengaku mengandalkan aliran dari masjid setempat dengan biaya Rp8.000 per jam – ini merupakan kenaikan harga dari yang sebelumnya Rp6.000 per jam.
“Untuk air mandi, kalau dulu sebelum naik per bulan habis Rp150.000. Sekarang bisa Rp200.000 per bulan untuk mandi. Untuk air minum, dua hari sekali [bayar] Rp5.000 . Dikali satu bulan sudah berapa? Belum listrik!” ujar Saidah.
“Makanya saya masak air minum sendiri. Daripada galon? Galon berapa duit?”
"Sudah sejak minggu lalu panas terik. Ini kalau tidak pakai jaket terasa menyengat," kata Delima, warga di Jalan Gajah Mada, Pekanbaru, Senin (6/5/2021).
Delima mengatakan dirinya memilih mengurangi aktivitas di luar rumah. Jika keluar, dia mengaku harus memakai jaket agar panas matahari tidak terasa menyengat ke tubuh.
"Jarang keluar, kalau keluar pakai jaket. Kalau tidak aduh, panas terasa di kulit," katanya.
Bagi Bambang, pria berusia 54 tahun warga di jalan Paus yang menjadi tukang ojek di Kota Pekanbaru, menurutnya, dalam lima tahun terakhir, solusi untuk menghemat listrik adalah dengan tidak menggunakan kipas angin sama sekali.
“Ya, kalau malam-malam panas, pintu saya buka,” ujar Bambang.
Kipas angin membantu atasi panas ekstrem yang sudah menyerang Asia Tenggara.
Bambang sebelumnya bekerja sebagai kuli panggul di pasar bawah. Setelah tidak lagi kuli panggul, Bambang mengaku beruntung mendapat kesempatan menjadi sebagai ojek karena diajak temannya.
Untuk menjadi dan bekerja di perusahaan swasta di kota asalnya sudah tidak mungkin karena sudah tersangkut umur.
Pemasukan Bambang sebagai tukang ojek cukup fluktuatif – baginya apabila bisa mendapat Rp30.000-Rp40.000 per hari itu sudah ternilai baik.
“Ya, cuaca belakangan ini memang makin panas jadi saya harus pintar-pintar jaga kondisi dan mengatur waktu istirahat,” ungkapnya.
"Yang cukup terasa itu di air minum, dulu paling saya beli empat botol buat satu sehari, sekarang lebih dari enam botol," sambungnya.
Apakah cuaca panas juga berdampak pada warga di luar kota pekanbaru?
Pengaruh dari cuaca panas akhir-akhir ini sangat terasa bukan hanya di Kota Pekanbaru saja.
Illustrasi gelombang panas terparah sepanjang sejarah.
Masyarakat petani di Pelalawan, misalnya, mengalami gagal panen dan harus mengeluarkan uang tambahan untuk belanja kebutuhan sehari-hari.
Para petani disawah mengalami gagal panen karena dihadapkan cuaca ekstrim.
Seperti belakangan ini saat kondisi banjir telah mulai surut, namun bencana rutinitas tahunan yang melanda daerah Pelalawan telah memberikan pengaruh buruk terhadap menurunnya ekonomi masyarakat.
Ada ratusan hektare lahan sawah padi warga yang gagal panen atau puso, pasca terendam banjir. Sehingga kondisi ini menyebabkan petani mengalami kerugian besar.
“Luasan ratusan hektare sawah padi tersebut, tersebar di lima desa dan satu kelurahan yang berada di empat kecamatan di Kabupaten Pelalawan," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura (DKPTPH) Pelalawan H Zulkifli pada media belum lama ini.
"Mayoritas, benih padi yang telah ditanam sebelum banjir ini, berumur 3-4 bulan. Jadi seharusnya, jika tidak ada bencana banjir, maka pada akhir bulan ini kita akan menggelar panen raya padi di Pelalawan,” terangnya.
"Tapi, karena direndam banjir, maka panen padi ini jadi gagal," sambungnya.
Menurutnya, setidaknya ada 561 hektare lahan sawah padi yang gagal panen akibat terdampak banjir dan kekeringan.
Rincian lahan sawah padi terdampak banjir yang sudah dinyatakan puso atau gagal panen tersebut yakni berada di Desa Pangkalan Terap Kecamatan Teluk Meranti dengan luasan 1 hektare, di Kelurahan Pelalawan Kecamatan Pelalawan seluas 51 hektare dan Desa Tanjung Kuyo Kecamatan Pangkalan Lesung seluas 15 hektare.
“Sedangkan lokasi terbanyak, berada di Kecamatan Kuala Kampar sebagai lumbung padi di Kabupaten Pelalawan dengan luas total 494 hektare yang diperparah berakhir kekeringan,” ujarnya.
"Lahan tersebut tersebar di tiga desa, yakni Desa Teluk Beringin seluas 60 hektare, Desa Sungai Upih 160 hektare dan Desa Sungai Solok seluas 274 hektare," sebutnya.
Ditambahkannya, atas kondisi tersebut, Pemkab Pelalawan telah mengajukan permintaan bantuan bibit padi kepada Pemerintah Provinsi Riau yang akan diteruskan kepada Pemerintah Pusat.
“Kami berharap cuaca segera membaik, agar petani bisa melakukan penanaman dan bantuan bibit segera disalurkan,” katanya.
"Lahan tersebut tersebar di tiga desa, yakni Desa Teluk Beringin seluas 60 hektare, Desa Sungai Upih 160 hektare dan Desa Sungai Solok seluas 274 hektare," sebutnya.
Hofni, petani asal Pealawan, mengatakan para petani di daerahnya seharusnya sekarang ini sudah mulai memanen hasil sawah.
Pada kenyataannya, petani baru biasa menyiapkan lahan karena cuaca yang sangat panas dan curah hujan minim.
"Kita di sini merasakan semakin panas sekali. Panas ini berpengaruh terhadap air dan hasil panen menurun, tahun ini kan rata-rata jagung juga tidak ada karena cuaca yang tidak bersahabat," kata Hofni, Jumat (3/5).
Hofni mengaku khawatir suhu panas dan kondisi cuaca ini apabila terus berlanjut maka akan berdampak terhadap pendapatan para petani sementara harga kebutuhan pokok seperti beras terus meningkat.
Sementara Kepala Desa Air Hitam, Tansi Sitorus, dikontak ponselnya, mengakui pengaruh cuaca panas sangat berdampak terhadap produksi hasil petani perkebunan sawit.
Begitu pula jam kerja, dan juga kesehatan masyarakat sangat berpengaruh.
Berendam dalam tong air.
Menurut Tansi, hasil petani sawit yang menurun antara lain beberapa tanaman hortikultura lainnya.
Sawah tadah hujan yang dimiliki warganya pun tidak bisa dimaksimalkan dibanding tahun-tahun sebelumnya akibat curah hujan yang sangat minim.
"Dua kipas angin itu hidup 24 jam, jadi listrik juga membengkak, dulu Rp50.000 bisa lebih dari satu minggu. Kalau sekarang ini tiap empat hari harus isi pulsa," tutur Tansi.
Jitro, salah satu buruh pabrik di Pelalawan, mengaku suhu panas akhir-akhir ini membuat dirinya kewalahan.
"Kalau sudah jam 9 ke atas itu panas sekali, kalau tidak istirahat bisa-bisa mati karena panas," ucap Jitro pada Jumat (03/05).
“Matahari seperti ada tujuh saja.”
Upah yang diterima Jitro disesuaikan dengan jumlah produksi TBS yang dihasilkannya. Sehingga, pemasukannya akan berkurang apabila mengurangi produktivitas
"Jadi mau panas pun terpaksa harus kerja, tapi saya harus beli air mineral tambah atau beli minuman dingin biar tidak terlalu haus, disini," kata Jitro.
Upah harian Jitro berkisar antara Rp20.000 dan Rp50.000. Cuaca panas baru ini-ini membuatnya harus keluar uang ekstra sekitar Rp14.000 untuk air minum berupa dua botol air mineral ukuran 1,5 liter.
Untuk mengakali keadaan ini, Jitro berjalan kaki sekitar 1,5 kilometer menuju pabrik tempatnya bekerja untuk menghemat biaya ojek sekitar Rp15.000.
Uang ini digunakannya untuk membeli air mineral.
Apa kata pemerhati sosial tentang dampak perubahan cuaca terhadap masyarakat miskin?
Drs Lelo Ali Ritonga, pemerhati sosial mengomentari soal bagaimana cuaca ekstrem berdampak pada khususnya masyarakat miskin yang sangat dirugikan akibat kejadian tersebut.
"Hidup di kota minyak [diatas bumi minyak sawit dan dibawah ada migas] dapat menambah dan memantulkan suhu lebih panas."
"Secara spesifik, pemerhati sosial mengomentari pengaruh iklim dalam konteks meningkatnya suhu panas baru-baru ini terhadap ekonomi masyarakat bawah."
“Cuaca panas biasanya berpengaruh pada perekonomian di berbagai sektor, misalnya pertanian, konstruksi, dan industri padat karya,” ujar Lelo.
"Begitupun pada sektor pertanian tentu paling mudah terdampak oleh kondisi cuaca. Produktivitas pekerja di sektor konstruksi dan industri juga cenderung menurun jika terjadi cuaca panas," sambungnya.
Dari aspek pengaruh cuaca panas ke penghasilan masyarakat, Lelo berpendapat hal ini dapat dilihat dari segi pendapatan dan pengeluaran.
“Cuaca panas cenderung membuat produktivitas menurun, karena tubuh akan lebih mudah kelelahan. Akibatnya, pendapatan pun menurun. Khususnya bagi orang-orang yang mengandalkan tenaga fisik mereka untuk berbagai pekerjaan,” ujarnya.
Faktor kesehatan masyarakat, sambung Lelo, juga dapat dipengaruhi oleh cuaca panas – khususnya karena mudah mengakibatkan dehidrasi, sakit kepala, dan demam akibat paparan matahari.
Selain itu, Lelo menyoroti fenomena cuaca panas yang biasanya beriringan dengan menurunnya hujan maupun pasokan air, baik air permukaan seperti sungai atau danau maupun air tanah.
“Masyarakat yang mengandalkan pasokan air PDAM biasanya akan terdampak oleh aliran air yang mengecil, bahkan terhenti. Begitu juga yang mengandalkan air tanah."
"Di banyak tempat, sumur pompa juga tidak bisa diharapkan karena tidak ada air tanah yang cukup. Apalagi untuk daerah-daerah padat penduduk, seperti di kampung-kampung,” ujar Lelo.
Secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, juga menyebut fenomena cuaca panas ini dapat mengakibatkan gagal panen bagi masyarakat pertanian.
Bhima juga mengkhawatirkan tingkat polusi di udara yang meningkat dengan kondisi cuaca yang semakin panas.
Penduduk yang berada di pemukiman kumuh, menurut dia, menjadi lebih rentan terkena penyakit sehingga ini dapat meningkatkan biaya kesehatan mereka.
Apa penjelasan BMKG soal cuaca panas akhir-akhir ini?
Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Ida Pramuwardani, menyebut dalam sepekan terakhir suhu udara dibeberapa wilayah Indonesia berkisar di 32-37 derajat Celsius.
“Suhu tertinggi pada tanggal 28 April yakni 37,3 derajat Celsius di Deli Serdang, Sumatera Utara, sedang 32 derejat melanda Riau,” ujar Ida.
Lansia dan penderita komorbid paling rentan terdampak cuaca panas.
Ida menjelaskan apa yang terjadi di Indonesia bukanlah gelombang panas (heatwave) seperti yang terjadi di negara tetangga seperti Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Seperti diketahui, beberapa negara Asia Tenggara terpapar gelombang panas seperti Myanmar yang mencapai 45,8 derajat Celsius dan Thailand (44 derajat Celsius).
Gelombang panas, sambung Ida, umumnya terjadi di wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi dengan syarat terjadi kenaikan suhu mencapai lima derajat lebih tinggi dari suhu rata-rata maksimum harian dalam kurun waktu lima hari berturut-turut atau lebih.
Ida menjelaskan secara karakteristik fenomena, suhu panas terik di Indonesia sebagai akibat dari siklus tahunan dari gerak semu matahari.
“Kondisi ini umum terjadi, biasanya pada bulan Maret-Juni di mana posisi matahari yang berada tidak jauh dari ekuator yang sekarang sedang berada di belahan bumi utara (BBU) dan bergerak ke utara,” jelasnya.
Selain itu kondisi cuaca di beberapa wilayah Indonesia terutama di Jawa hingga Nusa Tenggara minim pertumbuhan awan dan hujan.
“Kondisi ini tentunya menyebabkan penyinaran matahari tidak mengalami hambatan signifikan oleh awan di atmosfer, sehingga suhu pada siang hari di luar ruangan dapat terasa terik,” cetusnya.
BMKG, menurut Ida, memperkirakan pada bulan Juni-Agustus, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan akan semakin kering.
Hal ini membuat potensi pertumbuhan awan hujan minim sehingga suhu udara ketika siang hari akan cenderung lebih panas dari periode akhir-akhir ini.
“Minimnya tutupan awan di siang hari dan kandungan uap air atmosfer lapisan bawah yang masih tinggi menjadi sebab suhu udara di Indonesia bagian selatan terasa terik ketika siang dan gerah ketika malam hari,” jelasnya.
Beberaa negara hadapi gelombang panas yang terburuk dalam sejarah.
Saat ditanya mengenai kaitan suhu panas akhir-akhir ini dengan perubahan iklim, Ida mengatakan: “Pemanasan global memberikan kontribusi pada skala lama, jadi tidak langsung memberikan pengaruh meskipun tetap berkontribusi terhadap perubahan suhu.”
Menurut Ida, fenomena El Nino belum bisa dijadikan alasan cuaca panas belakangan karena belum ada kajian.
Terpisah, Peneliti di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, mengatakan kondisi laut di sekitar Indonesia dapat menetralkan suhu sehingga panas ekstrem atmosfer tidak langsung menjalar ke darat.
“Ada semacam peredaman dari gelombang panas tersebut. Indonesia kemungkinan terjadi heatwave sangat kecil,” ujar Yulihastin.
“Di Indonesia itu yang memungkinkan adalah fenomena hot spell atau beberapa hari berturut-turut mengalami panas yang melebihi ambang batas sekitar 27,5 derajat Celsius.”
“Kalau kita lihat dari definisi hot spell tersebut, maka sebenarnya sudah pernah atau sering terjadi juga di Indonesia pada bulan-bulan tertentu yaitu sekitar September-Oktober serta Maret-April-Mei. Yaitu di masa-masa equinox atau saat matahari berada di atas ekuator". (*)
Tags : suhu dan cuaca panas ekstrim ekstrim, suhu panas berpengaruh pada masyarakat miskin, warga, polusi, ekonomi, kemiskinan, perubahan iklim, polusi udara, lingkungan alam, Sorotan, riaupagi.com,