JAKARTA – Meski pandemi Covid-19 belum usai dan belum ada kepastian soal haji dari Arab Saudi, Pemerintah Indonesia tetap mempersiapkan penyelenggaraan haji 1443 H/2022 M.
Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa’adi, menyebut pihaknya telah menyiapkan tiga opsi atau skenario penyelenggaraan haji tahun ini.
"Kementerian Agama (Kemenag) melakukan mitigasi penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M dengan menyiapkan tiga opsi, yaitu kuota penuh, kuota terbatas, dan tidak memberangkatkan jamaah haji," kata Wamenag dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, dirilis Republika.co.id, Kamis (13/1).
Meski menyiapkan tiga opsi, Wamenag menekankan, pihaknya tetap berupaya dan bekerja untuk menyiapkan opsi pertama atau keberangkatan jamaah haji dengan kuota penuh. Ia juga menyebut, kepastian ada tidaknya penyelenggaraan ibadah haji sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Arab Saudi.
Dalam upaya memperoleh kepastian tersebut, menurut dia, Kemenag pada November 2021 telah berkoordinasi dengan Pemerintah Saudi dan lembaga lainnya. Berdasarkan hasil koordinasi tersebut, diperoleh informasi bahwa sampai saat ini belum ada kepastian mengenai penyelenggaraan haji 2022.
Salah satu tahapan persiapan haji, lanjut Wamenag, adalah penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Saudi terkait jumlah kuota haji. Dalam kondisi normal, MoU dilakukan pada bulan Rabiul Awal sampai Rabiul Tsani (Akhir).
"Kami telah berkoordinasi dengan Kementerian Haji Arab Saudi dalam rangka memperoleh kuota haji. Namun, mereka menyampaikan belum dapat melakukan pembicaraan terkait penyelenggaraan haji 1443 H," kata Wamenag.
Adapun waktu yang tersisa untuk persiapan haji, menurut dia, hanya tinggal lima bulan. Hal ini dihitung sesuai dengan kalender Hijriyah dan asumsi normal, yakni perkiraan pemberangkatan jamaah haji dimulai pada 4 Dzulqaidah 1443 H atau 5 Juni 2022.
Adapun jamaah haji yang nantinya diberangkatkan adalah mereka yang berhak berangkat pada 1441 H/2020 M, yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) serta tidak melakukan pembatalan hajinya.
Terkait hal ini, Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenag, Saiful Mujab, mengatakan, pihaknya sedang membuat pemetaan terkait kesiapan calon jamaah haji (calhaj) yang sudah tertunda keberangkatannya selama dua tahun akibat pandemi Covid-19.
"Kita petakan calon jamaah haji yang sudah vaksin, baik vaksin pertama maupun kedua, kita petakan seperti itu," kata Saiful kepada Republika, Jumat (14/1).
Direktorat Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenag juga memetakan mana calhaj yang sudah melunasi Bipih dan calhaj yang membatalkan pelunasan Bipih. Mengenai vaksinasi booster bagi calhaj, Saiful mengatakan, hal itu belum menjadi pembicaraan karena belum jadi persyaratan bagi calhaj. Jika nanti ternyata Arab Saudi memberlakukan aturan calhaj harus vaksinasi booster, Kemenag akan mendorong calhaj melakukan vaksinasi booster.
"Kita kan menunggu MoU, kalau MoU jamaah haji harus di-booster, ya udah kita dorong untuk di-booster," ujarnya.
Sementara itu, Konsul Jenderal (Konjen) RI di Jeddah, Eko Hartono, menginformasikan adanya rencana perubahan sistem dalam penyelenggaraan haji yang semula dipegang muasasah beralih ke syarikah. Namun, ia menyebut, konsep ini masih dalam rencana dan belum ada kepastian kapan akan dilaksanakan.
"Syarikah atau perusahaan yang diberi izin operasional di lapangan atas mandat dari muasasah. Nantinya rencana haji seperti itu, swastanisasi, seperti agen travel," ujar Eko.
Dengan adanya perubahan ini, ia menyebut, nantinya penyelenggaraan haji akan bersifat bisnis ke bisnis atau 'B to B'. Hal tersebut diperkirakan bakal berpengaruh pada biaya haji.
"Ini masih dalam rencana Saudi. Sejauh ini belum tahu persis apakah akan benar-benar dijalankan., tapi dengan melihat umrah ini, sepertinya akan berjalan seperti itu. Ini latihan,’’ katanya. (*)
Tags : haji, covid-19, tanah suci, booster,