Ribuan calon jamaah haji yang telah menunggu lebih dari satu dekade kini terancam.
SOSIAL - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti kebijakan pemerintah terkait redistribusi kuota haji nasional tahun 2026 yang berdampak signifikan terhadap calon jamaah haji asal Jawa Barat, khususnya wilayah kabupaten Sukabumi yang mana kuota haji 1.535 orang pada tahun 2025, turun menjadi hanya 124 orang.
Ketua YLKI, Niti Emiliana mengatakan, akibat kebijakan tersebut tentu berpotensi ribuan calon jamaah haji yang telah menunggu lebih dari satu dekade kini terancam nasibnya kembali tertunda keberangkatannya ke Tanah Suci. Akibat kebijakan tersebut juga mengancam dan mengubur harapan konsumen ke Tanah Suci.
Sehubungan dengan itu, YLKI meminta Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) buka suara soal regulasi terbaru yang berpotensi mengancam dan mengubur harapan ribuan jamaah haji gagal berangkat ke Tanah Suci.
"YLKI menilai kebijakan tersebut perlu dievaluasi dari perspektif perlindungan konsumen dalam layanan publik keagamaan, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," kata Niti, Rabu (12/11/2025)
Niti menambahkan bahwa YLKI mengingatkan negara berkewajiban memberikan kepastian hukum, transparansi, dan akuntabilitas penuh atas setiap perubahan kebijakan yang berdampak pada hak keberangkatan konsumen.
YLKI meminta pemerintah untuk menginformasikan secara masif dan terbuka, formula pembagian kuota antar provinsi dan kabupaten/ kota, termasuk parameter jumlah penduduk Muslim dan masa tunggu.
YLKI meminta pemerintah belajar dari kasus umrah yang belum ada satu dekade. Ratusan ribu calon jamaah umrah gagal berangkat ke Tanah Suci karena persoalan travel yang bermasalah.
"Sepengalaman YLKI dalam mendampingi calon jamaah yang gagal berangkat ke Tanah Suci bukan hanya kerugian materil saja lebih dari itu kerugian psikologis konsumen juga terdampak," ujarnya.
Niti menegaskan, itu merupakan pukulan telak bagi konsumen dan tidak boleh terulang di kemudian hari, begitu pun kegagalan haji furoda tahun 2025 juga belum kering dari ingatan.
YLKI mendesak agar pemerintah membuka ruang dialog dengan calon jamaah haji yang berpotensi terdampak akibat kebijakan kuota haji Tahun 2026. Serta menyiapkan skema pengaduan konsumen yang terdampak serta kompensasi yang adil bagi konsumen yang terancam akibat kebijakan
YLKI juga merekomendasikan agar Kementerian Haji dan Umrah untuk membentuk Divisi Perlindungan Konsumen serta membuka hotline atau pusat pengaduan khusus bagi jamaah haji dan umrah yang gagal berangkat.
Mekanisme ini penting untuk memastikan adanya penanganan cepat terhadap keluhan konsumen, pengawasan terhadap pelaku usaha travel, serta jaminan agar keberangkatan jamaah berlangsung tepat waktu, aman, dan selamat hingga tiba di Tanah Suci dan kembali ke Tanah Air.
Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) memastikan sistem pembagian kuota haji 1447 Hijriah/2026 Masehi dilakukan secara transparan, berkeadilan, dan berbasis daftar tunggu calon jamaah haji pada suatu provinsi.
“Provinsi dengan jumlah pendaftar lebih banyak akan memperoleh kuota lebih besar, sehingga masa tunggu jamaah di seluruh daerah dapat menjadi lebih seragam,” ujar Wakil Menteri (Wamen) Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak di Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Pada penyelenggaraan haji tahun depan, lanjut dia, Arab Saudi telah menetapkan kuota haji Indonesia sebanyak 221.000 orang, dengan rincian 203.320 haji reguler (92 persen) dan 17.680 haji khusus (8 persen).
Jumlah tersebut sama seperti tahun sebelumnya dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Wamen Dahnil mengatakan, penerapan sistem berbasis daftar tunggu diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025, yang mewajibkan pembagian kuota reguler ke dalam kuota provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan jumlah pendaftar haji pada masing-masing wilayah.
Dahnil menilai sistem tersebut lebih adil mengingat dapat menghilangkan kesenjangan masa tunggu antarprovinsi yang sebelumnya bisa mencapai hingga 47 tahun di beberapa daerah.
Selain itu, kebijakan tersebut dinilai berdampak langsung pada keadilan nilai manfaat dana setoran haji, karena setiap orang akan memiliki peluang yang setara dalam mengakses nilai manfaat tersebut.
“Sebagai contoh, berdasarkan data per 16 September 2025, Provinsi Aceh dengan 144.076 pendaftar dari total nasional 5.398.420 akan memperoleh kuota sebanyak 5.426 orang,” kata Wamen Dahnil.
Ia menjelaskan, melalui skema perhitungan tersebut, ada 10 provinsi yang akan mengalami penambahan kuota dan perpendekan masa tunggu. Sementara, ada 20 provinsi lainnya akan mengalami penyesuaian yang berdampak pada penambahan waktu tunggu.
“Pola pembagian kuota berbasis daftar tunggu ini akan diterapkan sekurang-kurangnya selama tiga tahun ke depan dan akan diperbarui pada tahun keempat,” kata Wamen Dahnil.
Selain memberikan kepastian dalam perencanaan dan penganggaran, kebijakan tiga tahunan ini juga sejalan dengan pola kontrak multi-years yang mulai diterapkan dalam layanan penyelenggaraan haji, termasuk transportasi udara.
Kemenhaj menegaskan komitmennya untuk terus menjaga prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas, dalam setiap kebijakan penyelenggaraan ibadah haji.
Melalui sistem pembagian kuota ini, Wamen Dahnil berharap setiap warga negara memperoleh kesempatan yang sama untuk menunaikan ibadah haji dengan waktu tunggu yang lebih proporsional dan berkeadilan di seluruh Indonesia. (*)
Tags : calon haji, haji 2026, antrean haji, antrean haji 26 tahun, kementerian haji dan umrah, kemenhaj ylki,