PEKANBARU - Pedagang pasar dan pengamat pertanian menyebut kenaikan harga beras yang terjadi sejak empat bulan terakhir hingga menyentuh harga Rp14.000 per kilogram untuk beras medium dan Rp18.000 per kilogram untuk beras premium adalah yang "tertinggi dalam sejarah".
Akibatnya ratusan warga di berbagai daerah rela antre berjam-jam demi bisa mendapatkan beras murah yang digelar pemerintah lewat operasi pasar.
Pengamat pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, memperkirakan kenaikan ini berlangsung sejak musim panen April 2024 lalu.
Pasalnya, El Nino menyebabkan musim tanam mundur. Selain itu, produksi padidua tahun terakhir (2023) turun sekitar satu juta ton.
Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga, mengatakan Kemendag siap melakukan langkah strategis seperti operasi pasar, memantau distributor hingga pedagang guna menjaga stabilitas harga bahan pokok di tahun 2025 ini.
Di sejumlah daerah seperti Sumedang, Kota Bandung, Bekasi di Jawa Barat, Riau hingga Probolinggo di Jawa Timur terlihat puluhan ibu-ibu mengantre dan berdesakan untuk mendapatkan beras murah dalam operasi pasar yang dilakukan pemerintah daerah.
Harga beras murah dari Bulog itu dijual seharga Rp51.000 per kemasan lima kilogram atau setara dengan Rp10.200 perkilogram.
Di Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung, misalnya, setiap warga harus menunjukkan KTP sebelum membeli beras dan pembeliannya dijatah.
Lilis (48 tahun) salah satu warga mengaku tidak kebagian beras di pasar murah gara-gara terlambat datang.
"Tadi pagi sudah ke sini, tapi antrenya panjang. Jadi pulang dulu. Sekarang baru balik lagi ternyata sudah habis," ujar Lilis.
Seorang ibu rumah tangga di Kota Bandung bahkan pingsan karena tak kuat menahan panas dan kelelahan setelah berdiri dalam antrean panjang.
Perempuan bernama Ayi itu tak sadarkan diri setelah mengantre selama 2,5 jam di Perumahan Mustika Hegar Regency pada Senin (19/02) lalu.
Ibu rumah tangga lainnya, Rohaeti juga mengeluhkan hal yang sama.
"Pusing, kepanasan, dari belakang sudah tidak kuat. Mau pulang lagi susah kan... tanggung," ucapnya.
Berapa harga beras saat ini?
Sekjen Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas), Ngadiran, mengatakan kenaikan harga beras terjadi sejak empat bulan lalu.
Semula harga beras medium Rp9.000-Rp10.000 per kilogram. Harga naik pelan-pelan hingga sekarang pada Rabu (21/02) menyentuh angka Rp13.000-Rp14.000 per kilogram.
Sedangkan beras premium, sebelumnya berada di kisaran Rp12.000-Rp14.000 per kilogram. Namun merangkak terus sampai di harga Rp17.000-Rp18.000 per kilogram.
Adapun untuk harga sekarung beras medium kini sudah Rp700.000 di pasar induk dan beras premium sekarungnya Rp800.000.
"Sebelum kenaikan beras medium sekarung atau isi 50 kilogram itu Rp485.000, paling mahal yaitu Rp500.000," ujar Ngadiran.
Ngadiran berkata sepanjang 40 tahun lebih berdagang di pasar induk, kenaikan harga beras pada tahun ini adalah yang paling tinggi.
"Ini kenaikan paling tidak jelas, tidak bisa diduga."
Dampaknya pun terasa, pembeli dari kalangan ibu rumah tangga berkurang dan kalaupun membeli pasti lebih sedikit dari sebelumnya.
"Kalau dulu beli bisa 10 liter, sekarang cuma lima liter paling banyak."
Puspita, seorang ibu rumah tangga warga di Sidomulio Timur, Pekanbaru mengatakan kenaikan harga beras saat ini disebutnya tidak masuk akal.
"Dalam kurun waktu seminggu itu, beras bisa naiknya sampai dua kali kenaikan. Ini sangat tidak masuk akal karena notebene negara kita negara agraris," keluhnya.
Kata dia, meski harga beras naik bagaimanapun tetap harus membeli juga, karena merupakan kebutuhan pokok.
"Kalau di keluarga saya sendiri tidak mengurangi kebutuhan nasinya. Untuk menyiasatinya biasanya kita beli beras dengan kualitas premium ya misalnya, kita membeli dengan grade-nya yang dikurangi dikit," ujarnya.
"Atau kalau nggak kita bisa mengaturnya dengan memilih membeli lauk yang lebih murah. Saya begitu sih kalau menyiasatinya," lanjut Puspita.
Seorang pedagang nasi goreng di Kota Pekanbaru, Kadir, juga mengakui bahwa dirinya sangat merasakan kenaikan harga beras saat ini dan berakibat langsung pada penurunan penghasilannya.
"Harganya [dagangannya] tetap. Nanti kalau naik kan kasihan pelanggan. Ya penghasilan [saya] jadi berkurang," ujarnya.
Kadir melanjutkan setahun yang lalu, harga beras untuk bahan nasi goreng dia membeli yang per kilogramnya Rp14.000. Sekarang harganya naik menjadi Rp16.500 sampai Rp17 ribu.
"Harga makanan pokok seperti telur dan cabai juga naik. Ya semoga bisa distabilkan lagi harganya. Jangan terlalu mahal," harapnya kepada pemerintah.
Pedagang makanan warung Tegal di Sleman, Muhammad Ibrizi, bercerita heran dengan kenaikan bahan pokok saat ini.
Biasanya, kata dia, naiknya harga bahan pokok yang begitu tinggi terjadi menjelang hari raya Idulfitri. Tapi kali ini, belum Ramadan sudah naik.
"Dibilang masuk akal ya aneh, tidak masuk akal tapi nyatanya juga begitu. Bagaimana ya... enggak tahu juga," katanya penuh heran.
Meski harga-harga naik, Ibrizi belum berpikir untuk menaikkan harga makanan di warungnya.
Dia hanya mengurangi belanja untuk menekan harga produksi.
Kalau dalam sehari memasak untuk jualan menghabiskan 15 kilogram beras dan dua kilo cabai.
Untuk pengetatan produksi, dia mengurangi jumlah penggunaan cabai menjadi 1,5 kilogram, dan mengganti jenis beras yang harganya di bawah Rp17.000 dengan kualitas yang tetap sama.
"Sementara ini masih sama, tidak saya naikkan harganya," katanya.
Sebagai pelaku bisnis, Ibrizi berharap harga bisa stabil dan barangnya tersedia. Namun kalau harga terus naik, dia mengaku akan ikut menaikkan harga jual di warungnya.
"Kalau masih naik lagi, berat... Ini saja sudah ada perubahan jenis beras yang saya gunakan, kalau enggak begitu enggak masuk harga produksinya," kata Ibrizi untuk menyiasati tingginya harga beras.
Apa penyebab harga beras naik?
Pengamat pangan sekaligus Koordinator Aliansi Masyarakat Penyelamat Pertanian Indonesia (AMPPI), Debi Syahputra, mengecam keras praktik manipulasi harga beras oleh produsen besar.
Di tengah stok cadangan beras nasional yang mencapai 4,2 juta ton, yang seharusnya membuat harga stabil, beras justru dijual seharga Rp17.000/kg, meskipun kualitasnya rendah dengan kadar beras patah 30-59%. Seharusnya harga hanya Rp12.000/kg.
"Ini penipuan terhadap konsumen sebesar Rp5.000/kg. Bisa dibayangkan, jika yang dijual 2 juta ton, kerugian konsumen mencapai Rp10 triliun. Ini bukan soal stok atau produksi, ini murni ulah mafia pangan yang menahan pasokan dan mengatur pasar demi keuntungan pribadi. Dasar mafia!," kata Debi, Jumat (15/8).
Menurut Debi, para pendukung produsen besar justru gencar bersuara di media sosial, podcast, dan berbagai forum, mempersoalkan istilah beras oplosan, menuding HPP gabah terlalu tinggi, hingga membangun narasi bahwa Bulog menyerap habis gabah di lapangan.
"Nah, faktanya, Bulog hanya menyerap 8% sementara swasta 92%. Inilah pendukung mafia yang menyerang balik karena gagal meraih keuntungan sebesar-besarnya," ujarnya.
Debi menambahkan, klaim sejumlah pengamat bahwa pangsa pasar beras premium hanya 5% juga tidak benar, karena data BPS menyebut porsinya mencapai 39,75%. Temuan Kementan menunjukkan beras yang dijual itu layak disebut beras biasa karena kadar patahnya 30-59%, jauh di atas standar maksimal 15%.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan, harga gabah di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat mulai turun, sehingga harga beras seharusnya ikut terkoreksi. Namun produsen besar tetap menjaga harga tinggi dengan membeli gabah di atas harga pasar untuk mematikan penggilingan kecil dan menengah.
Ia pun menuntut pemerintah bertindak tegas menggunakan UU Perdagangan untuk menghukum penimbun dan penipu harga pangan.
"Afiliasi mereka boleh membela, tapi rakyat sudah tahu permainan ini. Jangan beri ruang bagi mafia menguasai beras, hajat hidup orang banyak," ujarnya.
Sebelumnya, dalam pidato kenegaraan dalam pidato kenegaraan dalam Rapat Tahunan MPR RI dan Rapat Bersama DPR-DPD RI, Jumat (15/8).
Presiden Prabowo mengungkapkan adanya distorsi sistem ekonomi yang tak sesuai dengan UUD 1945. Misalnya, dalam dunia perberasan, ada pengusaha dengan kekuatan modalnya yang besar tapi justru menipu rakyat.
"Sungguh aneh kita subsidi pupuk subsidi alat tani pestisida, waduk, kita subsidi beras tapi harga pangan kadang-kadang tidak terjangkau oleh sebagian rakyat kita. Keanehan-keanehan ini bisa terjadi karena ada distorsi dalam sistem ekonomi kita," kata Prabowo
Presiden menegaskan, usaha penggilingan padi skala besar harus memiliki izin khusus dari pemerintah.
Langkah ini menjadi bentuk perlindungan terhadap kebutuhan pangan rakyat dan penegasan bahwa sektor vital tidak boleh dikuasai segelintir pemain besar yang mengeksploitasi posisinya untuk keuntungan pribadi.
Pengamat ekonomi dari Universitas Riau Dahlan Tampubolon mengatakan harga beras meroket gara-gara adanya perubahan iklim yang membuat sejumlah wilayah harus mengalami gagal panen.
"Kondisi ini hampir terjadi di seluruh negara di dunia."
"Kenapa naik? Karena ada yang namanya perubahan iklim, ada yang namanya perubahan cuaca sehingga gagal panen, produksi berkurang sehingga harganya naik," kata dia.
Tapi pengamatan itu tak sepenuhnya benar. Sebab di negara lain seperti Thailand dan Vietnam tak mengalami kekurangan beras.
Dahlan Tampubolon, mengatakan salah satu penyebab kenaikan harga beras karena produksi padi turun pada tahun 2023 akibat El Nino.
Ia menjelaskan, pada 2023 produksi padi turun sekitar satu juta ton karena luas panen yang turun signifikan sekitar 300.000 hektare.
Penyebab lain, adalah ekonomi beras global. Pada Juli tahun 2023, katanya, India melarang ekspor beras karena pertimbangan politis di mana Perdana Menteri Narendra Modi tengah menghadapi pemilu pada 2024.
Debi Syahputra, sependapat yang disebutkan Dahlan Tampubolon. Hanya saja dia menilai ada faktor lain yang turut mengerek kenaikan harga beras yakni kebijakan pemerintah yang jor-joran menggelontorkan bantuan sosial (bansos) saat masa kampanye kemarin.
"Implementasi dari kemarin jor-joran bansos juga berpengaruh. Sebagian ada yang ditarik ke premium untuk dicampur dengan beras medium untuk dijadikan bansos," jelasnya.
"Situasi ini yang memicu harga naik dan [beras] premium jadi langka di pasaran," sambung Debi sambil menambahkan bahwa cadangan beras pemerintah juga disebut tak cukup banyak di akhir tahun.
Said Abdullah mengatakan jika ketersediaan beras premium tidak diantisipasi dari sekarang maka konsumen yang dari kelas menengah atas ini akan bergeser mengonsumsi beras medium.
Imbasnya maka beras medium akan ikut langka. "Karena numpuk di situ konsumsinya, berat di medium," imbuhnya.
"Apalagi asumsinya bansos pangan tidak diteruskan karena selesai setelah kegiatan politik. Ini jadi berat di kelompok menengah ke bawah, akan jadi masalah baru."
Itu mengapa dia mengusulkan kepada pemerintah agar segera merelaksasi Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras premium agar tidak mengganggu segmentasi di kelas menengah bawah.
Saat ini HET beras medium berkisar Rp10.900-Rp11.800 per kilogram dan beras premium antara Rp13.000-Rp14.000 tergantung zona masing-masing.
Sementara untuk menjaga stabilitas beras medium, Said menyarankan agar cadangan beras milik Bulog dilempar dalam bentuk operasi pasar secepatnya.
Terutama di wilayah-wilayah yang kebutuhannya besar serta ke keluarga petani di pedesaan.
Selain itu, sisa kuota impor beras dari komitmen akhir tahun lalu perlu didorong untuk segera masuk ke dalam negeri demi menjaga ketersediaan stok.
Sebab pemerintah harus mengantisipasi stok beras jelang Idulfitri yang rata-rata konsumsinya naik 1 sampai 1,5 kali.
"Kalau situasi ini tidak diberesin, ada pretensi dimainkan kelompok tertentu demi menjaga ketidak-ajegan situasi politik."
"Karena beras ini jadi instrumen yang bisa dimainkan untuk menciptakan situasi chaos. Ini kan tidak kita inginkan."
Apa solusi pemerintah?
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mengatakan pemerintah akan terus menggelontorkan beras SPHP (Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan) guna menjaga stabilitas harga beras nasional.
Dia menjamin, beras murah ini memiliki kualitas bagus dan tidak kalah dengan beras premium.
Beras SPHP sambungnya, dijual kisaran Rp10.900-Rp11.000 perkilogram dan akan dijual di pasar tradisional maupun ritel modern.
Zulhas juga berkata, harga beras premium masih akan bergerak naik karena beras lokal premium masa panennya bergeser akibat El Nino.
Masa panen raya itu diperkirakan jatuh pada bulan April-Mei atau mundur dibandingkan tahun lalu yang jatuh pada Januari-Maret.
Itu sebabnya, pemerintah akan meningkatkan distribusi beras program SPHP dari sebelumnya 100.000 ton per bulan kini naik menjadi 250.000 ton tiap bulan.
Adapun soal ketersediaan stok beras menjelang puasa dan Lebaran dipastikan aman.
"Menjelang Ramadan dan Lebaran, ketersediaan beras tidak masalah, berasnya banyak. Kita punya stok beras Bulog 1,4 juta ton," tutur Zulhas.
Rencananya pada tahun ini, pemerintah pun membuka opsi mengimpor 2 juta ton beras dari Thailand.
Tapi Ayip Said Abdullah mewanti-wanti agar impor beras itu tak merusak panen raya petani yang diperkirakan bulan April-Mei.
"Karena dilematis, mending enggak usah kalau datangnya [beras] pas jelang panen. Harapannya ingin pulih, tapi menjatuhkan harga kan besar risikonya". (*)
Tags : Pangan, Ekonomi, Pertanian, Indonesia, Perdagangan, Keamanan pangan,