PEKANBARU - Sudah 7 hari, harga minyak kelapa sawit bertahan di zona merah lantaran dirundung oleh sejumlah sentimen negatif. Bahkan, harga CPO pun belum bisa mencicipi level kejayannya.
Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan, harga sawit kini sedang dirundung sejumlah sentimen negatif. Antara lain, permintaan melemah yang tercermin dari menurunnya impor sawit dari pembeli terbesar, India. Kemudian, naiknya produksi sawit di negara produsen utama, yaitu Malaysia dan Indonesia. “Hal itu sudah jadi sentimen negatif,” katanya pada media.
Kabar lainnya, Komisi Eropa memutuskan, budidaya sawit penyebab deforestasi, sehingga penggunannya sebagai bahan bakar harus dihapuskan. Menurut Deddy, hal tersebut berpotensi akan membatasi impor CPO di kawasan Uni Eropa. Selain itu, produksi rapeseed domestik di India akan meningkat pada tahun ini. Deddy mengatakan, hal tersebut akan meningkatkan ketersediaan minyak rapeseed lebih dari 1,5 juta ton, sehingga menyerap permintaan dari dalam negeri. “Kalau kita lihat lagi, kalau sampai kesepakatan dagang Amerika Serikat dan China berjalan lancar, bukan tak mungkin Negeri Tirai Bambu itu bakal lebih banyak membeli kedelai dari AS. Artinya pasokan CPO akan tergantikan oleh kedelai,” katanya.
Oleh sebab itu, dia menilai harga CPO pada tahun ini berada dalam tren bearish karena sentimen-sentimen negatif tersebut. Dia menambahkan, salah satu katalis positif yang bisa mendongrak harga sawit dalam waktu dekat adalah permintaan pada Ramadan mendatang. Pada momen itu, biasanya permintaan akan meningkat terutama di negara-negara timur tengah. “Biasanya masuk kuartal II adanya permintaan dari timur tengah bisa menjadi sentimen positif. Meski terbatas,” katanya.
Di Riau juga harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit periode 27 Januari - 2 Februari 2021 mengalami penurunan pada setiap kelompok umur kelapa sawit. Hal ini sesuai dengan hasil rapat penetapan yang dilakukan Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau bersama sejumlah perusahaan sumber data di Riau. Dengan jumlah penurunan terbesar terjadi pada kelompok umur 10 - 20 tahun sebesar Rp 185,42/Kg atau mencapai 8,05 % dari harga minggu lalu. Sehingga harga pembelian TBS petani untuk periode satu minggu kedepan turun menjadi Rp 2.117,60/Kg.
"Merosotnya harga kontrak yang aktif ditransaksikan di Bursa Malaysia Derivatif ini karena ekspor Negeri Jiran yang turun tajam di bulan Januari. Sepekan terakhir, harga kontrak CPO April ambles 4,12%. Kini harga CPO sudah berada di level RM 3.282/ton," kata Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Perkebunan Defris Hatmaja. Dia mengatakan, turunnya harga TBS sawit minggu ini diakibatkan oleh anjloknya harga kontrak futures (berjangka) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di perdagangan pekan ini.
Minyak nabati sudah terkoreksi parah dari posisi puncaknya dari posisi awal Januari di harga RM 3.877/ton. Survei yang dilakukan oleh AmSpec Agri Malaysia menunjukkan bahwa ekspor minyak sawit Malaysia pada periode 1-20 Januari drop 41% dibanding periode yang sama bulan lalu menjadi 632.827 ton. Padahal di periode yang sama bulan lalu ekspor Malaysia tercatat sebesar 1.073.663 ton. "Harga minyak sawit terkoreksi lebih rendah karena adanya pembahasan kesepakatan perdagangan yang lebih baik antara China dan Indonesia dengan komitmen untuk mengimpor lebih banyak komoditas Indonesia," sebutnya. (*)
Tags : harga sawit, harga sawit riau ambrol,