Sorotan   2025/02/15 8:11 WIB

Hari-hari PNS Dibawah Tekanan karena Adanya Pemangkasan Anggaran Demi 'Efisiensi Kerja', Pakar: 'Kebijakan Itu Bisa Buat Ekonomi Terguncang Hebat'

Hari-hari PNS Dibawah Tekanan karena Adanya Pemangkasan Anggaran Demi 'Efisiensi Kerja', Pakar: 'Kebijakan Itu Bisa Buat Ekonomi Terguncang Hebat'
Ilustrasi: Sejumlah pegawai negeri menjalani upacara Hari Bela Negara ke-76 di kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 19 Desember 2024.

"Pegawai Negeri Sipil terguncang karena adanya pengetatan anggaran dari pemerintah untuk memuluskan program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis"

residen Prabowo Subianto membuat kebijakan seperti Makan Bergizi Gratis di berbagai instansi yang sepertinya sudah kelabakan memangkas segala alokasi belanja, dari program kerja dengan nilai selangit hingga tagihan listrik dan air kantor. Pakar khawatir kebijakan ini justru jadi bumerang dan membuat ekonomi Indonesia terguncang.

Ina tak bisa berkata apa-apa.

Senin pagi 3 Februari 2025, Ina dan ratusan rekan-rekan sesama pegawai negeri sipil (PNS) di salah satu instansi pemerintah di Jakarta Pusat tidak bekerja di bilik-bilik mereka seperti biasa.

Menurut Ina, yang meminta nama lengkapnya tidak disebutkan karena khawatir mendapat tekanan, mayoritas PNS kantornya dikumpulkan di ruangan-ruangan besar yang biasa dipakai untuk rapat, sementara sebagian lain diarahkan ke area semi-outdoor.

Ruang-ruang itu telah diubah dadakan jadi ruang kerja bersama untuk PNS eselon 3 ke bawah, yang diminta bekerja dari rumah dua hari dalam seminggu secara bergantian agar ruang-ruang yang ada muat menampung mereka.

Di ruang rapat, meja-meja berjejer rapi. Tak lupa, colokan dipasang di sana-sini agar memudahkan mereka mengisi daya laptop atau ponsel saat bekerja.

AC sentral gedung kantor sengaja dimatikan. Hanya AC split di ruang kerja bersama yang boleh menyala, itu pun dengan setelan suhu tak boleh lebih rendah dari 24 derajat Celsius.

Sebelum mulai bekerja, seluruh PNS dikumpulkan secara daring untuk mendengar arahan pimpinan instansi.

Saat itu, kata Ina, pimpinan meminta para pegawai memahami kondisi yang ada dan tetap bekerja maksimal.

"Intinya dia bilang kita itu privileged bisa bekerja sebagai pelayan publik. Untuk itu, kita diminta melaksanakan kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat ini dengan sepenuh hati," kata Ina.

"Anggap saja ini salah satu wujud bela negara, wujud nasionalisme, katanya begitu."

Tak lama setelah pertemuan daring usai, salah satu atasan Ina datang ke ruang kerja bersama.

Melihat lampu ruangan menyala, si atasan bilang: "Dimatiin aja."

"Ini kan terang dari cahaya matahari."

Benar saja. Lampu-lampu dimatikan, sehingga Ina mesti bekerja dari pagi hingga sore dengan hanya mengandalkan cahaya matahari dari jendela.

Di luar ruang kerja bersama, hanya lampu darurat di titik-titik tertentu di gedung kantor yang dinyalakan.

Dari dua lift, sisa satu yang beroperasi. Itu pun sudah harus mati pada pukul 5 WIB.

Ada beberapa WC di tiap lantai gedung kantor. Namun, setiap orang diarahkan hanya menggunakan satu WC. Tak lupa, air disebut mesti digunakan secara "bijak".

Sekitar pukul 4 WIB, satpam berkeliling gedung kantor, memastikan setiap orang bergegas pulang agar listrik bisa segera dimatikan.

Ratusan orang lantas mengantre di depan satu-satunya lift yang beroperasi. Satu per satu pergi dengan badan lengket karena keringat.

AC split yang menyala di ruang kerja bersama tak cukup menyejukkan belasan atau bahkan puluhan orang yang berdesakan di sana.

Pukul 4.15 WIB, kantor telah gelap.

Hari pertama simulasi efisiensi belanja kementerian dan lembaga, yang dimandatkan Presiden Prabowo Subianto demi memuluskan program-program prioritasnya—terutama Makan Bergizi Gratis (MBG), akhirnya usai.

Dalam hati, Ina bertanya-tanya: "Ini semua bercanda, kan?"

Kronologi pengetatan anggaran

Sinyal pengetatan telah muncul sejak sidang kabinet paripurna pertama Prabowo Subianto sebagai presiden pada 23 Oktober 2024.

Saat itu, Prabowo menekankan pentingnya mengelola anggaran secara efisien. Karena itu, ia meminta seluruh menteri untuk mengurangi kegiatan-kegiatan seremonial dan perjalanan ke luar negeri yang tidak esensial.

"Fokus kita adalah pembangunan ekonomi kesejahteraan rakyat ke dalam. Jangan mengada-ada, studi banding, belajar Pramuka ke negara lain. Saya minta efisien," kata Prabowo.

Prabowo menyampaikan hal ini hanya dua hari setelah ia melantik 48 menteri dan 56 wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih.

Ini adalah kabinet tergemuk sejak era Orde Baru yang, bertentangan dengan semangat efisiensi Prabowo, diperkirakan bakal membuat belanja negara membengkak.

Prabowo kembali meminta jajarannya mengurangi perjalanan dinas dan kegiatan seremonial saat sidang kabinet 6 November.

Dengan begitu, pemerintah diharapkan bisa fokus mengalokasikan anggaran untuk menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan berusaha mewujudkan ketahanan pangan dan energi, kata Hasan Nasbi, kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan.

Sebagai tindak lanjut atas arahan Prabowo di dua sidang kabinet itu, terbit Surat Menteri Keuangan No. S-1023/MK.02/2024 pada 7 November.

Melalui surat itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta para menteri dan pimpinan lembaga untuk meninjau ulang belanja perjalanan dinas di Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2024, dan menghemat sisa pagu yang ada sebesar minimal 50%.

Pada 4 Desember, Prabowo bilang dengan memangkas 50% dana perjalanan dinas para pejabat ke luar negeri, pemerintah bisa menghemat Rp15 triliun.

"Rp15 triliun itu [sama dengan] berapa bendungan? Berapa irigasi? Berapa SD bisa kita perbaiki? Berapa anak sekolah bisa kita kasih makan?" kata Prabowo di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

"Tolonglah ya, para menteri puasa dulu. Puasanya lima tahun."

Pada 22 Januari 2025, terbit Instruksi Presiden No. 1/2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD tahun ini.

Di sana, secara spesifik Prabowo meminta jajarannya memangkas anggaran belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun dari alokasi awal Rp1.160,1 triliun untuk 2025.

Anggaran transfer ke daerah juga diharapkan dihemat Rp50,6 triliun dari alokasi awal Rp919,9 triliun.

Untuk itu, para menteri dan pimpinan lembaga mesti membuat rencana efisiensi untuk belanja operasional dan non-operasional masing-masing instansi.

Meski begitu, rencana efisiensi ini tidak boleh mengutak-atik alokasi belanja pegawai dan bantuan sosial.

Rencana efisiensi itu mesti disampaikan ke DPR dan harus mendapat persetujuan lembaga itu, sebelum diserahkan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani paling lambat 14 Februari.

Spesifik untuk para gubernur, bupati, dan wali kota, Prabowo meminta mereka membatasi belanja untuk "kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar atau focus group discussion".

Para kepala daerah juga diharapkan memangkas ongkos perjalanan dinas sebesar 50% dan mengurangi "belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur".

Pada 24 Januari, Sri Mulyani mengatakan hasil penghematan anggaran belanja akan digunakan pemerintah untuk mendanai program-program yang lebih berdampak langsung ke masyarakat, termasuk MBG yang diklaim dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Seperti Makan Bergizi Gratis, apabila rantai pasok mulai dari sayur-mayur hingga daging itu bisa diproduksi oleh produsen lokal, baik kecil atau menengah, dan bisa didorong oleh sektor keuangan, itu kami harap orkestrasi dari belanja Makan Bergizi Gratis akan menciptakan pertumbuhan ekonomi, terutama yang berbasis lokal," ujar Sri Mulyani.

Di hari yang sama, terbit Surat Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025 sebagai turunan Instruksi Presiden No. 1/2025.

Di surat ini, Sri Mulyani menegaskan kembali soal rencana efisiensi kementerian dan lembaga yang mesti disetor ke dirinya paling lambat 14 Februari.

Namun, ada poin tambahan. Bila sampai tanggal itu sebuah instansi tidak menyampaikan detail rencana efisiensi yang telah disetujui DPR, Kementerian Keuangan melalui direktorat jenderal anggaran akan menentukan "secara mandiri".

Detail rencana yang dimaksud mesti mengacu pada besaran target efisiensi tiap kementerian dan lembaga, dengan fokus pada 16 pos pengeluaran berbeda, seperti tertera di lampiran Surat Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025.

Juru bicara Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro, membantah dokumen itu adalah lampiran Surat Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025.

Meski begitu, total target efisiensi yang tertera di sana sesuai dengan yang disebut dalam Instruksi Presiden No. 1/2025.

Besaran efisiensi sejumlah instansi pun konsisten dengan yang telah diucapkan sejumlah pejabat pada media massa, termasuk oleh Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo dan Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Danis Sumadilaga.

Secara nominal, instansi dengan pemangkasan anggaran belanja terbesar adalah Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Target efisiensinya Rp81,38 triliun.

Secara persentase, Kementerian PU mestinya nomor dua terbesar dengan pemotongan anggaran belanja 73,35%. Ia "kalah" dari Otorita IKN yang kena pangkas 75,23%.

Namun, setelah bertemu pejabat Otorita IKN dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) pada 3 Februari lalu, Prabowo membengkak rencana efisiensi Otorita IKN sebesar Rp4,8 triliun. Anggaran belanjanya justru ditambah dari Rp6,39 triliun jadi Rp14,4 triliun.

Di sisi lain, dari 16 pos belanja, alat tulis kantor jadi item dengan persentase penghematan terbesar. Dana untuk kegiatan seremonial dan perjalanan dinas kena potong lebih dari setengah.

Pos-pos belanja lain seperti untuk rapat dan seminar, pemeliharaan dan perawatan, pun honor output kegiatan dan jasa profesi ikut terdampak.

Dari sana, para petinggi kementerian dan lembaga pemerintah pontang-panting menyesuaikan anggaran.

Yang tersingkirkan karena pengetatan anggaran

Ina menyambut akhir pekan panjang di akhir Januari dengan riang.

Saat libur panjang pada 25-29 Januari 2025, yang terjadi karena dua tanggal merah dan satu hari cuti bersama jatuh setelah akhir pekan, Ina banyak bersantai sembari jalan-jalan bersama keluarga ke luar kota.

Ketika berlibur, Ina ingat ia sempat melihat cuitan di X soal terbitnya Instruksi Presiden No. 1/2025 dan Surat Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025 tentang efisiensi belanja pemerintah.

Di saat yang sama, ia mendengar sejumlah atasan di kantornya justru sibuk rapat alih-alih pelesiran.

Namun, PNS di Jakarta Pusat itu tak ambil pusing. Urusan kantor bisa ditengok nanti saat ia kembali masuk kerja pada 30 Januari.

Di hari pertama Ina kembali ngantor, para pimpinan instansinya kembali sibuk rapat. Selain itu, ia ingat mulai muncul desas-desus akan ada efisiensi anggaran, meski ia belum paham skalanya akan sebesar apa.

Jumat pagi, 31 Januari, Ina dan kawan-kawan dikumpulkan untuk mendengar arahan pimpinan.

"Di situ baru dikasih tahu kondisinya, bahwa akan ada efisiensi dengan jumlah besar, bahwa cara kerja kita akan berubah," kata Ina.

Pimpinan pun mengajak para pegawai terus "membangun moril dan semangat", sembari "bijak bermedia sosial".

Instansi Ina lantas melakukan simulasi penghematan mulai Senin, 3 Februari, untuk mencari tahu sebesar apa pemangkasan yang bisa dilakukan di berbagai pos belanja, sebelum menyampaikan rencana efisiensi yang telah disetujui DPR ke Menteri Keuangan Sri Mulyani paling lambat 14 Februari.

Karena itu, Ina dan kawan-kawan mesti bekerja di ruang rapat dengan hanya bermodal cahaya matahari dari jendela, dengan setelan suhu AC tak boleh kurang dari 24 derajat Celsius.

Masalahnya, besaran efisiensi instansi Ina yang ditargetkan Sri Mulyani mencapai lebih dari 30% dari total alokasi belanja awal.

Sebagai perbandingan, di tahun pertama pandemi Covid-19 pada 2020 silam, pengalihan anggaran yang dilakukan hanya sekitar 6-7%.

Setelah simulasi berjalan beberapa hari, Ina mendapat informasi bahwa kantornya masih harus menghemat beberapa miliar rupiah lagi demi mengejar target efisiensi.

Gaji Ina dan kawan-kawan memang aman, karena dilarang diutak-atik seperti ditegaskan di Instruksi Presiden No. 1/2025 dan Surat Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025.

Namun, Ina bilang gaji untuk sopir, teknisi, dan office boy kantor terancam dipotong sebesar 30-50% karena alokasi dana untuk mereka tidak termasuk "belanja pegawai".

Kemungkinan terburuknya, para pekerja semacam itu bisa dipecat.

Program-program kerja juga otomatis terdampak. Salah satu program yang seharusnya akan dikerjakan Ina di 2025 awalnya mendapat alokasi dana Rp150 juta. Kini, ia dipangkas hingga tersisa sekitar Rp20 juta.

"Di instansi lain bahkan lebih parah. Ada satu unit kerja di salah satu kementerian yang anggarannya dipotong dari Rp80 miliar jadi Rp4 miliar," kata Ina.

Berbagai kementerian dan lembaga memang bergerak cepat menjalankan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menghemat anggaran.

Ini misalnya bisa dilihat di Nota Dinas Badan Kepegawaian Negara (BKN) No. 28/RT.02.01/ND/A.I/2025 yang mulanya beredar di media sosial dan kemudian dikonfirmasi keabsahannya oleh Kepala BKN Zudan Arif.

Seperti tertera di nota dinas itu, BKN memutuskan untuk menghapus alokasi BBM untuk pejabat pimpinan tinggi pratama dan pejabat fungsional ahli utama, serta meniadakan alokasi dana untuk jamuan pimpinan, alat tulis dan alat rumah tangga kantor, peralatan dan mesin, serta mobil jemputan pegawai.

"Operasional lift, air conditioner/AC sentral akan difungsikan sebagian," seperti tertulis di nota dinas BKN.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), yang anggaran belanjanya ditargetkan kena pangkas 50,35%, menyebut kebijakan efisiensi pemerintah bisa berdampak pada ketahanan nasional.

Setumpuk alat operasional utama BMKG terancam mati karena kemampuan pemeliharaan instansi ini berkurang 71% sebagai dampak efisiensi, kata Muslihhuddin, juru bicara BMKG.

Imbasnya, BMKG disebut tak mampu bekerja maksimal untuk mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempa bumi, dan tsunami.

"Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempa bumi dan tsunami menurun dari 90% menjadi 60% dan kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari tiga menit turun menjadi lima menit atau lebih," kata Muslihhuddin.

"Jangkauan penyebarluasan informasi gempa bumi dan tsunami menurun 70%."

Karena itu, Muslihhuddin bilang BMKG bakal mengajukan dispensasi kepada Prabowo untuk memastikan kualitas layanan BMKG tetap terjaga.

Di sisi lain, potongan dokumen Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang didapat BBC News Indonesia menunjukkan bagaimana BRIN hanya bisa menjalankan "upaya minimum" untuk riset dan inovasi.

Anggaran belanja "sangat minimum" dialokasikan untuk mengoperasikan laboratorium BRIN dan seluruh fasilitas riset dan inovasi sesuai standar keamanan.

Lebih lanjut, BRIN bilang tahun ini tidak ada pelaksanaan survei nasional dan tidak ada anggaran belanja untuk pembelian peralatan riset, berlangganan data citra satelit, pelatihan dasar calon aparatur sipil negara (ASN), dan bahkan konsumsi rapat.

"Untuk mencapai efisiensi sesuai target Rp2,07 triliun, BRIN harus menghapuskan seluruh anggaran riset dan inovasi di 12 organisasi riset, menangguhkan seluruh pembiayaan SBSN, menangguhkan sebagian pembiayaan PLN, serta menghapuskan belanja pegawai ke-13 dan ke-14 bagi seluruh ASN BRIN," seperti tertulis di dokumen BRIN.

Ia lantas mengonfirmasi bahwa itu adalah rencana simulasi efisiensi anggaran yang telah disampaikan BRIN pada Komisi X DPR.

"Itu baru simulasi," ujar Purnomo.

"Hasil akhirnya nanti sesuai yang diputuskan oleh Komisi X."

Poin di dokumen BRIN itu soal penghapusan gaji ke-13 dan ke-14 membuat resah para ASN lintas-instansi dan ramai dibicarakan di media sosial, meski kemudian Menteri Keuangan Sri Mulyani membantahnya.

"Enggak [dibatalkan], itu sedang diproses saja," ujar Sri Mulyani pada 6 Februari.

"Sudah dianggarkan."

Tak lupa, efisiensi anggaran belanja membuat nasib proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) terombang-ambing.

Mulanya, alokasi dana untuk Otorita IKN ditargetkan kena potong Rp4,8 triliun tahun ini.

Namun, setelah bertemu pejabat Otorita IKN dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) pada 3 Februari, Prabowo membatalkan rencana efisiensi Otorita IKN itu. Anggaran belanjanya justru ditambah dari Rp6,39 triliun jadi Rp14,4 triliun.

Selang tiga hari, Menteri PU Dody Hanggodo melaporkan rencana efisiensi kementeriannya ke DPR dengan penghematan total Rp81,38 triliun, sesuai target di lampiran Surat Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025.

Maka, anggaran belanja Kementerian PU hanya tersisa Rp29,57 triliun.

Imbasnya, kata Dody, pihaknya membatalkan kegiatan fisik pembangunan sejumlah infrastruktur dan meniadakan kegiatan "yang tidak prioritas".

Anggaran belanja untuk IKN di bawah Kementerian PU pun diblokir sementara hingga rencana efisiensinya disetujui DPR dan disampaikan ke Sri Mulyani.

Karena itu, saat wartawan menanyakan progres pembangunan IKN, Dody hanya menanggapi dengan berkelakar.

"Progresnya buat beli makan siangnya Pak Menteri. Itu progresnya," kata Dody sambil tertawa.

Risiko ekonomi terguncang

Saat ditanya komentarnya soal kebijakan pengetatan anggaran belanja pemerintah, sejumlah ekonom yang BBC News Indonesia ajak bicara memberikan respons serupa.

Mereka bertanya-tanya: bagaimana mungkin pemerintah bekerja secara efisien setelah ada penambahan jumlah kementerian dan pengangkatan lebih dari 100 menteri dan wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih?

Bhima Yudhistira, ekonom dan direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), adalah salah satu yang menyoroti hal ini.

"Kalau mau efisiensi, hemat anggaran, harusnya kan dari awal ada pemangkasan nomenklatur, bukan pelebaran nomenklatur," kata Bhima.

"Jadi percuma kalau baru sekarang."

Mohammad Faisal, ekonom sekaligus direktur eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, juga mempertanyakan pengetatan anggaran yang dijalankan kabinet gemuk ala Presiden Prabowo Subianto.

Terlebih lagi, imbuhnya, kebijakan ini keluar di tengah melemahnya daya beli masyarakat, yang tampak dari deflasi 0,76% di Januari 2025 yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS).

Secara spesifik, Faisal menggarisbawahi target efisiensi Kementerian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yang mencapai Rp283,09 miliar atau setara 61,03% dari total alokasi belanja awal.

Ini dikhawatirkan membuat kementerian terkait tak bisa menjalankan tugas mengangkat kinerja UMKM, yang selama ini berkontribusi lebih dari 60% terhadap ekonomi nasional. Saat UMKM tersendat, kelas menengah ke bawah pun diperkirakan ikut kena imbasnya.

Masalah serupa bisa muncul dari pemangkasan anggaran belanja Kementerian Pertanian, yang diberi target efisiensi Rp10,28 triliun atau 35,01% dari total alokasi belanja awal.

"Orang-orang yang bekerja di sektor-sektor ini adalah kelas menengah ke bawah," kata Faisal.

"Jadi kalau dipotong anggarannya, akan mengurangi rencana kegiatan, rencana insentif yang diberikan untuk sektor bersangkutan, yang sangat esensial menurut saya."

Pemerintah memang tidak memangkas alokasi dana bantuan sosial. Target pemotongan anggaran belanja Kementerian Sosial pun tercatat sebesar Rp1,3 triliun, atau hanya 1,67% dari pagu awal.

Namun, Faisal menilai tidak tepat bila pemerintah mengandalkan bantuan sosial yang "tidak berkelanjutan" untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran.

"Itu tidak berkelanjutan karena orang miskin tidak bisa berdaya untuk keluar dari kemiskinan, karena dia jadi bergantung dengan uang yang dikasih pemerintah," ujar Faisal.

"Begitu dia enggak dikasih uang, dia kembali lagi jatuh miskin."

Sementara itu, Bhima dari Celios mengatakan pemotongan anggaran belanja Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, yang berkisar di 43-44%, dapat melemahkan daya saing Indonesia di tengah merebaknya perang dagang global.

Selain itu, katanya, pembatalan berbagai proyek infrastruktur sebagai dampak efisiensi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU)—yang tercatat paling besar secara nominal dan persentase—akan memicu efek domino.

"Infrastruktur kan punya dampak juga terhadap produktivitas pertanian dan sektor industri," kata Bhima.

"Jadi kalau enggak tepat pemangkasannya, justru nanti terjadi deindustrialisasi prematur. Pertumbuhan ekonomi justru jadi lebih lambat."

"Dengan efisiensi anggaran ini, pertumbuhan ekonomi bisa hanya 4,7%."

Pada 5 Februari, BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5,03% sepanjang 2024, terendah dalam tiga tahun terakhir. Padahal, pemerintah menargetkan ia bisa menyentuh 5,2% tahun lalu.

Pemerintah berulang kali mengindikasikan bahwa hasil penghematan anggaran dapat dialokasikan untuk program-program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), yang disebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Untuk 2025, MBG telah mendapat alokasi dana Rp71 triliun, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat memberi sinyal bakal menambahkan angkanya hingga menyentuh Rp171 triliun. Dengan begitu, MBG diharapkan dapat menimbulkan "efek berganda" di perekonomian.

Namun, Faisal dari CORE mengatakan belum ada jaminan program MBG bakal berjalan secara efektif dan efisien.

Apalagi, pemerintah menargetkan membangun 5.000 dapur baru untuk MBG hingga akhir 2025 alih-alih memanfaatkan fasilitas yang sudah ada.

"Mendirikan dapur-dapur baru itu butuh anggaran yang besar. Padahal sudah ada dapur yang dimiliki oleh masyarakat, oleh UMKM. Kenapa enggak pakai itu saja?" kata Faisal.

"Itu yang enggak efisien menurut saya."

Esther Sri Astuti, direktur eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), dengan tegas menilai efisiensi anggaran untuk memuluskan program MBG tidak tepat.

Apalagi, pemerintah disebut "tebang pilih" dalam memutuskan kementerian dan lembaga mana yang mesti berhemat, dengan besaran target efisiensi berbeda-beda pula.

Sebagai catatan, Kementerian Pertahanan dan lembaga penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak kena pemangkasan.

Kuskridho Ambardi, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, menyebut hal ini bisa jadi mengindikasikan beberapa hal.

Pertama, Prabowo menaruh perhatian lebih pada usaha memperkuat sektor pertahanan dan keamanan, yang memang jadi salah satu misi kampanyenya pada pemilu presiden 2024.

Kedua, ada keberpihakan Prabowo terhadap kementerian dan lembaga terkait, bisa jadi untuk mengamankan dukungan atau sekadar karena latar belakang militernya.

Yang pasti, kata Esther dari INDEF, mengelola keuangan negara sebenarnya secara prinsip tak jauh beda dengan mengurus keuangan rumah tangga.

"Kita biasanya berhemat untuk apa? Untuk kebutuhan yang lebih penting, misalnya bayar sekolah anak," kata Esther.

"Kita harus bayar sekolah dulu dong. Kalau enggak, anak kita enggak sekolah."

"Anggaran dipotong harusnya dialokasikan untuk hal yang lebih berdampak jangka panjang. Apa itu? Pendidikan."

'Seperti kemoterapi'

Ia paham betul citra buruk yang selama ini melekat pada PNS seperti dirinya.

Banyak orang menganggapnya, atau kawan-kawannya, kerap bermalas-malasan seharian di kantor, lalu pulang cepat di sore hari.

Banyak orang pun menyebut PNS seperti dirinya gemar menghamburkan uang negara untuk hal-hal yang tak perlu, misalnya untuk rapat-rapat di hotel atau perjalanan dinas dan kegiatan seremonial yang berulang kali dikritisi Presiden Prabowo Subianto.

Namun, Ina merasa penghematan anggaran yang terjadi saat ini telah kelewatan.

Kini, ia bahkan bisa waswas saat sekadar ingin menggunakan printer kantor, takut ditegur atasan.

Apa yang terjadi, menurutnya, tampak seakan negara sedang melalui "government shutdown", atau penghentian sebagian operasi pemerintah seperti yang kadang terjadi di Amerika Serikat akibat tidak adanya kesepakatan anggaran antara presiden dan kongres.

Prabowo, juga Menteri Keuangan Sri Mulyani, berulang kali mengindikasikan bahwa penghematan anggaran bisa memuluskan program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis.

Tetap saja, kata Ina sejauh ini tidak ada pernyataan eksplisit, termasuk di dokumen-dokumen resmi pemerintah, soal tujuan pasti dari efisiensi anggaran yang terjadi.

"Makanya kita jadi bingung. Ini kayak bercanda. Kita kayak kerja di tengah krisis, tapi apa krisisnya? Buat apanya pun enggak dikasih tahu secara eksplisit," kata Ina.

Imbasnya, tak hanya hari-hari kerja menjadi tak nyaman, berbagai program pun tak bisa berjalan optimal, termasuk program yang benar-benar dibutuhkan untuk pelayanan publik.

Tanpa pandang bulu, efisiensi ini menghajar semua abdi negara, yang tua dan muda, pun yang malas dan benar-benar ingin bekerja.

"Ini kayak kemoterapi," kata Ina.

"Enggak peduli mana sel baik dan buruk, semuanya kena". (*)

Tags : aparatur sipil negara, asn, pegawai negeri sipil, pns dibawah tekanan, memangkas anggaran, pns kelabakan, efisiensi kerja, ekonomi, prabowo subianto, indonesia,