PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Pengamat Politik Universitas Islam Riau (UIR), Dr Panca Setya Prihatin merespons hasil survei yang dirilis oleh lembaga survei Denny JA pada 28 Oktober 2024 yang menunjukkan bahwa pasangan calon Paslon Abdul Wahid - SF Hariyanto (Bermarwah) unggul sementara dengan elektabilitas 29,8%.
Mereka diikuti oleh pasangan M. Nasir - Wardan (Nawaitu) dengan 27,3%, dan Syamsuar - Mawardi (SUWAI) di posisi ketiga dengan 26,9%.
Menurutnya, meski terdapat selisih yang cukup signifikan, penting untuk diingat bahwa masih ada sekitar 27 persen responden yang belum menentukan sikap pilihan.
"Peluang bagi kedua pasangan calon baik M. Nasir - Wardan dan Syamsuar - Mawardi ini masih sengit. Belum tentu, mereka yang tertinggal di survei akan kalah di Pemilihan Kepala Daerah atau Pilgub Riau tahun 2024 ini," kata Panca Setya Prihatin pada wartawan, Senin (28/10).
Menurutnya, dengan sekitar 27 persen responden yang belum menentukan pilihan, sehingga kondisi ini menjadi area yang sangat krusial untuk dioptimalkan oleh kedua paslon.
“Pasangan yang mampu memikat hati pemilih yang masih ragu-ragu berpotensi membalikkan situasi, terutama jika kampanye yang dilakukan menjelang hari pemilihan berhasil menyentuh isu-isu yang menjadi perhatian utama masyarakat. Apalagi kalau paslon Syamsuar-Mawardi (SUWAI) dapat memainkan kekuatannya dan mengurangi kelemahannya.
"Paslon Syamsuar-Mawardi (SUWAI) kemungkinan besar harus memperkuat citra mereka dengan menawarkan program-program yang lebih menarik bagi pemilih yang belum yakin,” paparnya.
“Apalagi, tahapan kampanye adalah masa yang sangat dinamis, dan persepsi pemilih bisa berubah dengan cepat, tergantung pada isu yang muncul dan performa kampanye masing-masing pasangan," kata dia.
"Jika pasangan yang berkontestasi mampu merespons isu-isu yang menjadi perhatian utama masyarakat dengan baik, dan menyajikan program-program yang dirasa lebih relevan, mereka masih bisa meningkatkan elektabilitas. Masyarakat sering kali menginginkan pemimpin yang menawarkan solusi inovatif atau yang dapat membawa perubahan positif daripada sekadar politik identitas,” katanya.
Selanjutnya, kedua pasangan harus berhati-hati dalam menggunakan taktik kampanye, termasuk apakah mereka akan memilih kampanye negatif atau positif.
“Sebab, sebuah kampanye negatif yang tidak tepat sasaran bisa berbalik merugikan, sementara kampanye positif yang memberikan harapan dan keyakinan bisa memperkuat dukungan, terutama dari pemilih yang belum menentukan pilihan,” pungkasnya.
Sementara Wawan Sudarwanto dari Lembaga Penelitian Pengembangan Pendidikan (LP3) Anak Negeri justru menilai karakteristik pemilih di Riau berbeda.
"Hasil survei biasanya rentan berbeda dengan hasil pemilihan nantinya karena pemilih di Riau sangat memungkinkan beralih suara," kata Wawan.
Wawan menuturkan, data yang disampaikan lembaga survei saat ini termasuk dari Voxpol Center mengenai elektabiltas pasangan caolon gubernur-wakil gubernur yang unggul tinggi dibandingkan dengan pasangan lainnya bisa berubah drastis.
"Kondisi ini melihat pengalaman saat Pilgub jaman Syamsuar berpasangan dengan Edy Natar Nasution (2019). Jadi ada yang elektabilitasnya di bawah kemudian bisa menang, atau yang hampir menyusul. Ini memperlihatkan bahwa Pilgub di Riau sangat kompetitif," kata Wawan.
Dia menjelaskan soal karakteristik pemilih di Riau berbeda. Dimana karakteristik pemilih di Riau cukup unik dibandingkan dengan daerah lain.
Karena daerah Riau ini suaranya cukup tersebar baik itu yang masuk daerah pelosok desa, hingga kawasan pada suku terasing.
Tetapi perbedaan pemahaman dan keberadaan partai politik pendukung pasangan pun bisa menjadi penentu perubahan suara, sebut Wawan.
Bahkan, menurutnya, banyak juga pemilih di Riau yang menentukan siapa yang bakal dipilih ketika mereka tiba di tempat pemungutan suara (TPS).
"Artinya, mereka bisa berbicara pilih calon A ketika disurvei atau ditanya orang lain, tapi kemudian memilih calon B yang dianggap lebih cocok dengan pilihannya."
"Jadi kita harus hati-hati dalam membaca survei di Riau ini karena berkaca dari pengalaman sebelumnya," ujar Wawan.
Selain itu, sebutnya, suara sekarang makin sulit dipastikan dimana saat ini makin sulit dipastikan akan berlabuh pada siapa dengan adanya tiga pasangan calon (paslon) itu.
Sebelumnya, Riau ini banyak yang tidak suka dengan partai pendukung tertentu, sehingga selalu bersebrangan dengan partai pengusung paslon. Tetapi khususnya keberadaan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang selama ini cukup mendominasi suara warga Riau mempunyai dampak besar pada paslon tertentu pula.
Menurutnya, suara pemilih PKS yang mendukung paslon SUWAI dan diprediksi menjadi oposisi sekarang justru mendukung pemerintahan Prabowo.
Sebelumnya, Ketua PKS Riau, Ahmad Tarmizi mengakui soal hasil survei Paslon yang didukung (SUWAI) melorot.
Dia mengakui bahwa persaingan dalam pemilihan kepala daerah Riau saat ini semakin ketat.
Tarmizi mengaku telah memperhatikan tren survei yang dirilis oleh lembaga survei Denny JA.
"Kami akui persaingan semakin berat. Tapi siapapun pemenangnya, kami percaya mereka adalah putra terbaik Riau," ujarnya, Senin (28/10).
Meskipun hasil survei menunjukkan tantangan yang cukup berat, Tarmizi menegaskan bahwa PKS bersama kadernya akan terus berjuang untuk memenangkan Suwai.
Ia menyebutkan bahwa evaluasi sudah dilakukan, dan dalam 30 hari tersisa menjelang pemilihan, mereka akan meningkatkan kinerja kampanye di lapangan.
"Kami akan fokus pada 27 persen responden yang tidak memberikan suara dalam survei terakhir, dan berupaya untuk menjangkau mereka," tambahnya.
Tarmizi juga menyebutkan bahwa survei terbaru dari PKS masih dalam proses dan diperkirakan akan dirilis dalam waktu dekat. "Dengan persaingan yang semakin ketat ini semua calon kita lihat terus memperbaiki kinerja mereka untuk meraih dukungan maksimal dari masyarakat," sebutnya. (*)
Tags : Politik, hasil survei, pilgub riau, pilkada serentak 2024,