Pendidikan   22-06-2025 12:52 WIB

Hati-hati! Menu Makanan Bergizi Gratis Berbahan Mentah Marak, Pengamat: 'Kebijakannya Perlu Dikaji Ulang'

Hati-hati! Menu Makanan Bergizi Gratis Berbahan Mentah Marak, Pengamat: 'Kebijakannya Perlu Dikaji Ulang'
Ilustrasi menu bahan mentah MBG

PENDIDIKAN - Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) kembali jadi sorotan setelah bahan mentah dan makanan ringan masuk dalam menunya. Pengamat menilai ada persoalan pengawasan dan mendesak kebijakan ini dikaji ulang.

Bahan-bahan makanan mentah, makanan ultra-proses, dan kudapan ringan tinggi gula masuk dalam menu MBG, paling tidak di dalam menu MBG yang beredar di sebagian wilayah Tangerang Selatan, Banten.

Foto-foto memperlihatkan bahan mentah seperti beras, makanan dan minuman praktis seperti biskuit, wafer, minuman sereal, susu UHT, telur burung puyuh, ikan asin, kacang tanah goreng, jeruk, pisang, dan salak yang menurut para pengakuan pengunggahnya adalah menu MBG para siswa, berseliweran di media sosial sejak beberapa hari silam.

Pengelola dapur umum MBG yang mengaku bertanggung jawab menyebut "kreativitas" ini dilakukan karena sekolah memasuki masa libur.

Sementara Badan Gizi Nasional bilang belum ada kebijakan resmi soal itu—petunjuk teknisnya masih dibahas.

Pengamat bilang ada persoalan pengawasan dan pengelola dapur tak bisa disalahkan sepenuhnya. Mereka meminta kebijakan ini dikaji kembali, bahkan distop dulu.

Dalam paket MBG yang dibagikan sekolah ke orang tua murid usai pengambilan rapor siswa di salah satu sekolah dasar di Tangerang Selatan pada Kamis (19/06), mereka mendapatkan satu paket MBG yang didominasi makanan kering seperti biskuit.

Paket itu terdiri dari dua roti cokelat, satu kotak susu cokelat kemasan 115 ml, satu saset minuman sereal rasa vanila, empat snack kentang, empat saset biskuit mini, tiga saset biskuit kelapa, tiga kacang atom, satu kacang kulit.

Ada juga buah-buahan, seperti tiga buah jeruk Medan serta satu buah pisang.

Adapun sebelumnya, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Mualaf Indonesia Timur (Yasmit) Ciputat Timur membagikan MBG dalam bentuk bahan mentah kepada para siswa.

Kepala SPPG Yasmit Ciputat Timur, A Basiro, mengatakan paket MBG dengan bahan mentah itu didistribusikan kepada ribuan siswa di 18 sekolah mulai tingkat PAUD/TK hingga SMA sederajat.

"Kita didistribusikan terhadap 4.075 siswa dalam bentuk mentah itu agar dapat dibawa pulang atau disimpan siswa lebih lama," ujar A Basiro pada Rabu (18/06), seperti dikutip Kompas.com.

Basiro beralasan menu MBG diberikan dalam bentuk bahan mentah "agar dapat dibawa pulang dan disimpan lebih lama".

Apalagi, saat ini sebagian besar sekolah telah memasuki waktu libur kenaikan kelas. Sementara paket MBG harus tetap dibagikan meskipun kegiatan belajar mengajar sedang tidak berlangsung seperti biasa.

"Arahan dari pusat untuk tetap memberikan paket makanan, bisa seperti Ramadan kemarin dengan kreativitas masing-masing kepala SPPG dan ahli gizi."

Basiro juga menyebut pembagian menu itu dilakukan untuk menghindari penggunaan bahan pengawet, pewarna, dan pemanis buatan, serta meminimalisir konsumsi makanan ultra-proses.

Dia beralasan beras diberikan dalam kondisi mentah agar bisa dimasak sendiri di rumah sesuai kebutuhan.

"Sedangkan lauk pauk sudah disiapkan dalam kondisi matang."

Namun, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan, Deden Deni, mengeklaim tidak ada koordinasi antara SPPG dengan pemerintah setempat terkait pendistribusian program MBG berbahan mentah.

Maka dari itu, Pemerintah Kota Tangerang Selatan langsung meminta klarifikasi terhadap SPPG Yasmit Ciputat Timur.

"Saya sudah cek sekolah juga memang betul ada kiriman bahan mentah, alasannya pembelajaran tidak efektif menjelang libur," kata Deden pada Rabu (18/06) seperti dikutip dari kantor berita Antara.

Diakui Deden, skema pendistribusian MBG berbahan mentah ini pernah dilakukan sebelumnya, yakni pada Ramadan silam dengan menu antara lain makanan kering seperti biskuit dan minuman sereal.

Ia berharap, ke depan soal pemberian MBG yang dilakukan masing-masing SPPG ke siswa penerima manfaat bisa kembali diberikan dalam bentuk makanan siap hidang.

"Kami sudah sampaikan dan koordinasi dengan SPPG yang lain," kata Deden.

Insiden ini, menurut Diah Saminarsih, pendiri dan CEO CISDI—sebuah organisasi yang mengadvokasi pembangunan di bidang kesehatan—menunjukkan ada masalah dalam pengawasan program MBG.

"Memberi makanan mentah dengan alasan apa pun, itu berarti ada alarm atau warning sign karena artinya fungsi oversight atau fungsi kontrolnya tidak ada," ujar Diah kepada wartawan.

"Harusnya BGN sebagai lembaga nasional itu menjalankan fungsi oversight dan kontrol."

Fungsi kontrol BGN, menurut Diah, antara lain dengan menjaga standar sesuai petunjuk teknis dan standar operasi dan prosedur (SOP) yang dikeluarkan, menurut Diah.

"Apabila sekarang terjadi penyimpangan dari SOP yang dikeluarkan, maka dia harus melakukan fungsi oversight-nya. Menegur, sampai dengan men-suspend SPPG," kata Diah.

"Pada saat program tersebut dikeluarkan, harusnya sudah ada kepastian pengawasannya. Jadi bukan hanya memberi makanannya, tapi pengawasannya pun untuk nasional juga."

Selain menu bahan mentah, penelitian CISDI menemukan makanan ultra-proses mencakup 45% dari menu yang diberikan dalam MBG.

Diah mengatakan makanan ultra-proses berbahaya karena kandungan gula, garam dan lemak dalam makanan tersebut "tidak terkontrol".

Jika program MBG bertujuan untuk mengejar kecukupan gizi, kata Diah, maka makanan ultra-proses tidak bisa dipertanggungjawabkan tingkat kecukupan gizinya dan tidak mengandung cukup mikronutrien yang dibutuhkan.

Studi yang diterbitkan pada 2024 mengungkap ada hubungan erat antara paparan dini terhadap pangan ultra-proses dengan peningkatan pola makan tidak sehat dan risiko lebih tinggi terhadap obesitas dan penyakit katastropik, seperti penyakit jantung.

Sementara itu, Irwan Aldrin dari Koalisi Kawal Pendidikan, menilai kekisruhan soal menu bahan mentah ini menunjukkan "kekacauan berpikir" penyelenggara MBG.

"Visinya mau apa itu enggak jelas. Sehingga mana kala ini diturunkan jadi juknis itu juga enggak lengkap, enggak jelas," ujar Irwan.

Irwan mengatakan pengelola dapur MBG tidak sepenuhnya salah ketika berinisiatif membagikan menut bahan mentah kepada para siswa, yang sebagian tidak berada di sekolah karena libur.

"Sehingga manakala si dapur MBG mengambil inisiatif seperti itu sama sekali enggak salah menurut saya. Justru mereka menghindari mubazir kan?"

Irwan juga menilai ada kekacauan koordinasi antara BGN dengan berbagai pihak, termasuk dinas-dinas pendidikan sehingga tidak ada antisipasi yang disiapkan saat menghadapi musim liburan sekolah.

"Enggak ada koordinasi itu bukan cuma kejadian masalah liburan. Selama kemarin-kemarin juga enggak ada koordinasi yang baik," klaim Irwan.

"Bayangkan membuat satu sistem untuk seluruh Indonesia bagaimana caranya ngasih makan anak-anak di sekolah, itu kan enggak mudah. Jadi prinsip desentralisasi itu memang enggak dipegang," ujarnya kemudian.

Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menegaskan hingga saat ini belum ada kebijakan resmi yang mengatur pembagian MBG berupa bahan mentah selama masa libur sekolah.

Dadan Hindayana menjelaskan petunjuk teknis soal ini sedang disusun oleh BGN dengan mempertimbangkan berbagai aspek—termasuk pola kehadiran peserta didik dan keberlanjutan pemberian asupan gizi secara efektif.

"Jika siswa masih bisa datang ke sekolah, maka MBG akan diberikan dalam bentuk fresh food, dan siswa juga bisa dibekali makanan tahan lebih lama seperti telur, buah, dan susu untuk satu atau dua hari ke depan," jelasnya.

Jika mayoritas peserta didik tidak dapat hadir ke sekolah selama masa liburan, BGN akan menyesuaikan penyaluran program dengan fokus terhadap kelompok rentan lainnya yakni ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita agar manfaat gizi tetap tersalurkan secara optimal.

"Kami memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tetap berlandaskan prinsip pemerataan gizi, efektivitas penyaluran, dan keberlanjutan manfaat."

"Tidak ada keputusan sepihak terkait format pembagian MBG tanpa landasan kebijakan dari BGN," tegas Dadan Hindayana.

Dalam perkiraan awal anggaran kementerian/lembaga tahun 2026, BGN mendapatkan pagu anggaran paling besar, yaitu Rp217,86 triliun.

Pada 2026, MBG diperkirakan melayani hingga 82,9 juta potensi penerima manfaat melalui 30 ribu unit satuan pelayanan pemenuhan gizi, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sidang paripurna DPR, Senin (20/05).

Dengan begitu besarnya anggaran dan rentetan insiden pada program MBG, Irwan Aldrin dari Koalisi Kawal Pendidikan meminta program ini distop dulu.

"Kita coba stop dulu. Kita sebagai warga negara, uang kita dipakai untuk kegiatan itu. Sebelum itu jadinya mubazir, terbuang semua, ya berhenti dulu," kata Irwan.

Irwan mendesak ada kewenangan yang lebih besar yang diberikan pemerintah kepada sekolah-sekolah untuk mengelola makan siang versi mereka sendiri.

"Biar sekolah yang mengelola makanannya, biar sekolah yang menyelenggarakannya."

Sekolah, menurut Irwan, juga bisa membangun tradisi baru: makan siang bersama, ketika siswa dan para guru makan makanan yang sama.

Selain itu, sekolah bisa mengintegrasikan persoalan makan bergizi gratis ini ke dalam kurikulum mereka.

Dengan edukasi ini, kata Irwan, anak-anak bisa tumbuh dengan lebih menghargai makanan yang mereka asup. Dengan begitu, makanan mubazir pun dapat dihindarkan.

"Kalau caranya seperti ini, cara top down dari atas gitu semuanya, ya kacau balau begini. Enggak bisa pakai sistem sentralisasi begini". (*)

Tags : Pangan, Ekonomi, Prabowo Subianto, Indonesia, Pendidikan, Anak-anak,