PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) atas laporan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2024.
Laporan tersebut sebelumnya disampaikan oleh advokat Bobson Samsir Simbolon SH pada pertengahan Juni lalu.
Kepada wartawan di Jakarta, Senin, 30 Juni 2025, Bobson mengungkapkan bahwa dirinya telah menerima surat balasan dari KPK tertanggal 30 Juni 2025.
Sejak terungkapnya dugaan korupsi pada pengelolaan keuangan Pemprov Riau ini membuat spekulasi hubungan antara Wagubri dan Gubri retak.
Keretakan hubungan antara Gubernur Riau, Abdul Wahid dan Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto, kini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.
Spekulasi ini semakin menguat lantaran SF Hariyanto kerap absen dalam beberapa agenda penting Pemprov Riau.
Bahkan agenda yang seharusnya dihadirinya kerap diwakilkan kepada Penjabat (Pj) Sekda atau Asisten Setdaprov Riau.
Salah satu agenda penting yang absen dihadiri SF Hariyanto adalah pemusnahan tanaman sawit dalam upaya pemulihan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) sebagai Kawasan Hutan Konservasi di Desa Segati pada 1 Juli 2025 lalu.
Seharusnya, Gubernur Riau Abdul Wahid dijadwalkan menghadiri acara bersama Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan tersebut.
Namun, karena ada tugas penting lainnya ke luar kota, agenda tersebut dilimpahkan ke Pj Sekda Riau, M Job Kurniawan.
Agenda penting lain yang tidak dihadiri SF Hariyanto adalah salat Idul Adha yang berlokasi di Halaman Kantor Gubernur Riau, Jalan Jenderal Sudirman Kota Pekanbaru.
Saat itu, SF Hariyanto diketahui sedang berada di luar kota dan tidak menggelar salat bersama masyarakat di Riau.
Sejauh ini tak satupun pejabat di Riau yang ingin mengomentari persoalan ini, begitupun Kepala Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Sekretariat Daerah (Setda) Riau, Ariyadi.
Sebelumnya, rasa ketidaknyamanan Wagubri SF Hariyanto juga tergambar pada penolakan gelar adat yang diberikan LAM Riau, bahwa dirinya merasa belum berkontribusi maksimal.
Wagubri, SF Hariyanto, menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada pengurus Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau atas rencana pemberian gelar adat kepadanya.
Namun, mantan Penjabat Gubernur Riau itu merasa belum pantas menerima penghargaan tersebut. Alasannya, sejak dilantik oleh Presiden Prabowo beberapa waktu lalu, SF Hariyanto merasa kontribusinya untuk kemajuan Riau belum banyak terlihat.
Ia menjelaskan bahwa keterbatasan kewenangan yang dimilikinya saat ini menghambat upaya dalam menularkan program serta inovasi di Bumi Melayu Lancang Kuning.
"Pertama-tama saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak LAM yang berencana akan memberikan gelar adat kepada saya. Secara pribadi saya sangat terharu, cuma saya berpikir sepertinya belum pantas, karena belum terlihat kontribusi berarti dari pemerintahan untuk masyarakat Riau," terang SF Hariyanto.
Ia tidak menampik semangat tinggi dan tanggung jawabnya untuk memberikan pemikiran dan kerja keras dalam mengabdi kepada masyarakat Riau.
Kendati demikian, hal itu belum terlihat secara konkret saat ini. Oleh karena itu, mantan Inspektur Investigasi Kementerian PUPR tersebut merasa belum layak diberikan penghargaan setinggi itu.
"Semuanya kan tentu berproses, kinerja dapat terlihat setelah beberapa waktu bertugas. Yang jelas saat ini saya merasa belum banyak berbuat, jadi belumlah untuk saat ini. Tapi terima kasih banyak kepada pengurus LAM Riau yang telah berniat baik tersebut," papar Hariyanto lagi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Provinsi Riau secara resmi meminang Gubernur Riau, Abdul Wahid, untuk menerima gelar adat Datuk Seri Setia Amanah.
Prosesi penabalan gelar adat tersebut semula dijadwalkan berlangsung pada Sabtu 5 Juli 2025 di Balai Adat LAMR, Jalan Diponegoro, Kota Pekanbaru.
Peminangan dilakukan secara adat pada Jumat 27 Juni 2025 petang di kediaman resmi Gubernur Riau.
Rombongan LAMR membawa tepak sirih sebagai simbol peminangan, yang diserahkan dan dicicipi sebagai pertanda diterimanya niat baik menurut adat Melayu.
Pengurus LAMR juga berencana memberikan gelar kepada Wakil Gubernur Riau SF Hariyanto. Namun, Wakil Gubernur Riau menilai belum saatnya ia menerima apresiasi yang tinggi tersebut.
Wagubri SF Hariyanto, menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada pengurus Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau atas rencana pemberian gelar adat kepadanya.
Ia menjelaskan bahwa keterbatasan kewenangan yang dimilikinya saat ini menghambat upaya dalam menularkan program serta inovasi di Bumi Melayu Lancang Kuning.
Terkait adanya laporan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2024 itu, Anggota Fraksi Golkar DPRD Riau, Indra Gunawan Eet, secara tegas menolak wacana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) terkait temuan BPK dan defisit anggaran yang digulirkan oleh pihak eksternal maupun internal DPRD Riau.
Indra Gunawan Eet tolak Pansus temuan BPK dan defisit anggaran.
Penolakan ini memicu polemik baru di tengah dinamika politik Riau.
Tetapi menurut Indra Gunawan Eet, desakan dari Cipayung Plus, KNPI, dan berbagai pihak lainnya untuk membentuk pansus tidak relevan dengan persoalan temuan BPK dan defisit anggaran.
Ia menjelaskan bahwa defisit anggaran disebabkan oleh asumsi Dana Bagi Hasil (DBH) pusat dalam APBD 2024 yang tidak sesuai dengan realisasi.
Eet juga menyoroti adanya empat kepemimpinan Gubernur Riau pada tahun 2024, yaitu Syamsuar, Edy Natar Nasution, SF Hariyanto, dan Rahman Hadi.
Menurutnya, keempat kepemimpinan ini yang seharusnya bertanggung jawab atas defisit anggaran karena perbedaan kebijakan yang diterapkan.
"Empat Gubernur ini berbeda kebijakan saat empat Gubernur ini memimpin terjadilah perubahan anggaran," ujar Indra Gunawan Eet.
Ia menambahkan, pihaknya sudah mengetahui bahwa kekuatan APBD Riau selama ini sangat bergantung pada DBH migas. Meskipun ada pendapatan lain, namun kekuatan utama berasal dari DBH Migas.
Ia mencontohkan, ekspektasi Riau mendapatkan Rp 1,6 triliun dari transfer pusat pada 2024, namun hanya terealisasi Rp 200 miliar, sehingga tanda-tanda defisit sudah terlihat.
"Kita sudah lihat siapa anggota Dewan yang terpilih lagi, di Banggar dulu dan hari ini berkoar-koar untuk pembentukan pansus. Seharusnya bagaimana Pemerintah Provinsi Riau ini bersama-sama mencari solusinya," ujar Indra Gunawan Eet.
Ia juga melanjutkan, defisit anggaran bukan hanya terjadi di Riau tetapi juga secara nasional, bahkan hampir di seluruh provinsi di Tanah Air.
Menurut Indra Gunawan Eet, seharusnya Gubernur dan Bapenda mencari solusi untuk mengatasi defisit ini.
"Jangan berkoar-koar. Ini ibaratnya maling teriak maling, dan dari LHP BPK yang dikejar pak SF Hariyanto ada apa, apakah karena maju ketua Golkar atau apa, kalau pun beliau ini pernah bersama kan untuk memenangkan pasangan 01, kalau ada kebijakan yang dibuat pak SF Hariyanto," tegas Indra Gunawan Eet.
Ia menekankan bahwa semua pihak sudah memahami proses dan jalannya penyusunan APBD di DPRD.
Ia yang pernah menjabat sebagai ketua DPRD baik di Bengkalis maupun di Provinsi Riau, merasa paham betul mekanisme tersebut.
"Saya harap memang yang perlu kita lakukan mencari solusi lah, pemerintah dan DPRD Riau, jangan berkoar-koar nanti seperti menepuk air di dulang, makanya, selaku anggota DPRD menolak dibentuk Pansus," kata Indra Gunawan Eet didepan wartawan. (*)
Tags : gubernur riau abdul wahid dan wakil gubernur riau sf hariyanto, hubungan gubri dan wagubri retak, dugaan korupsi pengelolaan keuangan pemprov riau, News,