Headline Agama   2025/02/04 7:49 WIB

Ibadah Umroh: Definisi, Sejarah dan Hikmahnya Bagi Umat Muslim

Ibadah Umroh: Definisi, Sejarah dan Hikmahnya Bagi Umat Muslim

AGAMA - Makna umroh adalah berkunjung ke Baitullah (Ka'bah) di Mekah untuk beribadah kepada Allah SWT. 

Kata umroh berasal dari bahasa Arab yang berarti "berkunjung" atau "berziarah". 

Dalam istilah fiqih, umroh adalah serangkaian ibadah yang meliputi tawaf, sa'i, dan tahallul. 

Esensi umroh adalah niat dan keikhlasan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Umroh dapat dilakukan kapan saja sepanjang tahun, berbeda dengan haji yang hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu. 

Beberapa keutamaan umroh, di antaranya: 

  • Umroh dapat menghapus dosa-dosa
  • Umroh dapat memperbaharui komitmen dalam menjalankan ajaran Islam
  • Umroh dapat menjadi kesempatan untuk menjadi tamu Allah yang doanya dikabulkan
  • Umroh di bulan Ramadhan memiliki keistimewaan yang besar
  • Umroh merupakan ibadah di Baitullah yang bisa dilakukan kapan saja sepanjang tahun. Arti umroh menurut bahasa adalah ziarah.

Menurut ulama Hanafi dan Maliki, umroh hukumnya sunnah.

Allah SWT menjadikan Baitullah sebagai tempat untuk dikunjungi umat Islam di seluruh dunia pada setiap tahunnya (QS. Al Baqarah ayat 125).

Dia berfirman:

وَإِذْ جَعَلْنَا ٱلْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَٱتَّخِذُوا۟ مِن مَّقَامِ إِبْرَٰهِۦمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَآ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِىَ لِلطَّآئِفِينَ وَٱلْعَٰكِفِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ

Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud" (QS. Al Baqarah: 125).

Dikutip dari buku Fiqh Ibadah oleh Zaenal Abidin, umroh menurut bahasa artinya ziarah. Sedangkan menurut syara', umroh adalah menziarahi ka'bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa'i antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut dengan cara tertentu dan dapat dilaksanakan setiap waktu.

Dalam QS. Al Baqarah ayat 196, Allah SWT telah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk menyempurnakan ibadah haji dan umroh karena-Nya.

وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ ۗ فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ ۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖٓ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ ۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ࣖ

196. Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barangsiapa mengerjakan umrah sebelum haji, dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh (hari). Demikian itu, bagi orang yang keluarganya tidak ada (tinggal) di sekitar Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya.

Haji dan umroh merupakan ibadah yang dilakukan di Tanah Suci Makkah. Perbedaan keduanya terletak pada waktu dan pelaksanaannya. Haji hanya bisa dilakukan pada bulan haji yakni bulan Dzulhijjah.

Sedangkan umroh bisa dilakukan sewaktu-waktu. Adapun Abu Hanifah berpendapat, umroh makruh dilakukan pada 5 hari yakni Arafah, Idul Adha, dan tiga hari Tasyriq.

Tata cara umroh juga berbeda dengan ibadah haji. Berikut tata cara umroh dilansir dari situs Kemenag.

1. Miqat di Masjid Dzulhulaifah atau Abyar 'Ali

Miqat adalah tempat memakai ihram dan berniat umroh. Miqat terletak di Madinah. Miqat dilakukan dengan mandi, mengenakan pakaian ihram, berwudhu dan mengerjakan sholat sunnah ihram 2 rakaat lalu dilanjutkan dengan niat.

Adapun bacaan niat umroh sebagai berikut:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ بِعُمْرَةِ

Arab-latin:Labbaika Allahumma bi 'Umrah

Artinya: "Aku sambut panggilan-Mu ya Allah dengan umrah."

Setelah melakukan ihram, baik pria maupun wanita harus memperhatikan larangan berikut:

Larangan bagi pria:

-memakai pakaian biasa
-memakai alas kaki yang menutupi mata kaki
-menutup kepala dengan peci, topi, dan sebagainya

Larangan bagi wanita:

-memakai kaos tangan
-menutup muka

Larangan bagi pria dan wanita:

-memakai wangi-wangian
-memotong kuku, mencukur atau mencabut rambut atau bulu
-memburu atau mematikan binatang apa pun
-menikah, menikahkan atau meminang wanita untuk dinikahi
-bermesraan atau berhubungan intim
-mencaci, bertengkar atau mengeluarkan kata-kata kotor
-memotong tanaman di sekitar Mekkah

2. Menuju Masjidil Haram dan melalukan salat tahiyatul masjid sebanyak 2 rakaat

Dalam perjalanan menuju Masjidil Haram dari miqat sebaiknya memperbanyak bacaan talbiyah yang diucapkan Rasulullah SAW ketika umroh dan haji. Adapun bacaannya sebagai berikut:

لَبَّیكَ الّلهُمَّ لَبَّیكَ، لَبَّیكَ لاشَریكَ لَكَ لَبَّیكَ، إنَّ الْحَمدَ وَ النِّعمَةَ لَكَ وَ الْمُلكَ، لاشَریكَ لَكَ لَبَّیكَ

Arab-latin: Labbaik Allahumma labbaik, labbaika laa syariika laka labbaik, innal hamda wan ni'mata laka wal mulk laa syariika laka labbaik

Artinya: "Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu ya Allah dan tiada sekutu bagiMu. Sesungguhnya segala puji, nikmat, serta kekuasaaan hanya bagi-Mu tanpa sekutu apapun bagi-Mu."

3. Thawaf dan persiapannya

Sebelum masuk Masjidil Haram, jamaah dianjurkan berwudhu dan masuk lewat pintu mana saja. Nabi Muhammad SAW biasanya masuk lewat pintu Babus Salam atau Bani Syaibah. Begitu memasuki masjidil haram dianjurkan untuk membaca doa.

Selanjutnya, jamaah bisa menuju tempat thawaf atau mataf. Jamaah mulai thawaf dari garis lurus dekat Hajar Aswad, antara pintu Kabah dan tanda lampu hijau di lantai atas Masjidil Haram.

Setiba di rukun Aswad, jemaah disunahkan menyentuhnya, beristilam dan menciumnya jika memungkinkan, dengan tanpa menyakiti dan melukai orang lain saat berdesakan di dekat Hajar Aswad.

Jika tidak memungkinkan menyentuh Hajar Aswad, jemaah bisa beristilam dengan melambaikan tangan ke arah Hajar Aswad. Jika hal itu juga tidak memungkinkan, cukup menghadapkan badan ke Ka'bah memberi isyarat dengan tangan dan mengecupnya dengan mengucapkan "Bismillahi Allahuakbar."

4. Sholat di Makam Ibrahim

Setelah thawaf disunahkan melaksanakan sholat dua rakaat di belakang makam Ibrahim atau tempat manapun di Masjidil Haram kemudian berdoa di Multazam.

Setelah jemaah selesai melaksanakan salat sunah thawaf, dan berdoa di Multazam, jemaah disunahkan minum air Zamzam yang diambil dari tempat yang telah disediakan di galon atau kran air Zamzam kemudian berdoa.

5. Sai

Sai dalam umroh dimulai dari Safa ke Marwah yang dihitung sebagai satu kali perjalanan. Sai berakhir di Marwah yang bisa dilakukan dengan berjalan, tapi pada batas di antara dua lampu hijau berlari-lari kecil.

Ibadah sai adalah penghargaan Allah SWT kepada istri Nabi Ibrahim, Siti Hajar, yang bolak-balik mencari air untuk putranya Nabi Ismail.

Saat melakukan sai disunahkan dengan berjalan kaki bagi yang mampu, boleh juga menggunakan kursi roda atau skuter matic bagi yang udzur. Adapun dalam melakukan sai ini, jamaah disunnahkan suci dari hadats dan berturut-turut selama tujuh putaran.

6. Tahallul

Terakhir adalah melakukan tahallul, yakni bercukur/memotong rambut kepala. Bagi jamaah laki-laki dapat mencukur gundul atau memotong sebagian rambut kepala sambil membaca doa mencukur rambut.

Sedangkan perempuan cukup dengan sebagian rambut kepala minimal tiga helai.

Adapun jamaah yang botak, cukup menempelkan pisau cukur atau gunting di kepala sebagai isyarat mencukur rambut. Setelah tahallul, maka terbebaslah semua larangan-larangan dalam ihram dan berakhirlah rangkaian umroh.

Definisi, Sejarah, dan Hikmahnya

Pernah mendengar istilah “haji kecil”? Baik, jika pernah, itulah nama lain dari umrah. Haji dan umrah adalah dua ibadah berbeda yang memiliki nama lain yang sama sebagaimana Idul Fitri dan Idul Adha. Jika Idul Fitri hadir dengan istilah lain al-‘idul ashghar (id kecil), dan Idul Adha dengan istilah al-‘idul akbar (id besar), maka ibadah haji pun dikenal dengan nama lain al-hajjul akbar (haji besar) dan umrah dengan nama al-hajjul ashghar (haji kecil).

Menariknya, istilah semacam ini tidak dibuat-buat “kemarin sore”. Melainkan sudah disematkan sekitar 14 abad silam oleh Baginda Nabi sendiri. Dalam sebuah riwayat Abdullah bin Abu Bakr, bahwa Baginda Nabi pernah menulis sebuah surat kepada ‘Amr bin Hazm. Pada lembaran itu tertulis, Annal ‘umrata hiya al-hajjul ashgharu (Ibadah umrah sejatinya adalah haji kecil (al-Umm, juz 2, hal. 145). Hal ini tentu untuk menjawab kegelisahan umat tentang apa sebenarnya umrah tersebut, sekaligus sebagai kelanjutan atas keterangan bahwa inti ibadah haji yang membedakannya dengan yang lain adalah wukuf di Arafah. Sehingga umrah yang tanpa wukuf ini, di samping memiliki cara pelaksanaan yang sama, disebut sebagai “haji kecil”.

Pengertian Umrah

Sejauh penelusuran penulis, tidak banyak ulama yang mendefinisikan umrah. Mereka rata-rata mendefinisikan haji. Karena mungkin bagi mereka cukup dengan mendefinisikan haji, umrah pun ikut. Hanya saja, di dalamnya nanti diterangkan ihwal wukuf di Arafah sebagai pembeda antara haji dan umrah.

Adalah Syekh Abdul Qadir Syaibatul Hamdi, seorang ulama kontemporer yang membidangi kepakaran fiqih dan ushul fiqh (lahir di Mesir pada 1340 H, dan wafat di Riyadh pada 22 Ramadan 1440 H), termasuk di antara sederetan kecil ulama yang mendefinisikan umrah.

Dalam satu karyanya, Fiqhul Islam Syarh Bulugul Maram (juz 4, hal. 3), ia menulis pengertian umrah baik secara etimologi maupun terminologi. Pada bukunya itu, Abdul Qadir mengutip dua pendapat terkait makna etimologi umrah. Pertama, bermakna az-ziyarah (berkunjung). Kedua, adalah derivasi dari ‘imarah (struktur bangunan), misalnya ‘imaratul masjidil haram (struktur bangunan Masjidil Haram).

واصطلاحا هى الاحرام من الميقات والطواف والسعى والحلق أو التقصير

Artinya, “Umrah adalah ibadah yang mencakup beberapa rangkaian berikut; ihram di miqat masing-masing, tawaf, sai dan mencukur, baik ‘cukur botak’ maupun tidak.”

Umrah dalam Cermin Sejarah

Kendatipun umrah tidak masuk dalam lima rukun Islam sebagaimana haji, bukan berarti posisinya tidak penting. Bahkan, dua ibadah ini memiliki tempat yang sama-sama strategis, baik di hadapan Allah maupun dalam konstruk sosial. Terbukti, masyarakat Arab jahiliah pun telah mengenal dan mengultuskan keduanya. Mereka rajin menunaikan ibadah haji sebagai rutinitas tahunan mereka. Selain karena Ka’bah adalah kebanggaan masyarakat Arab, juga dalam rangka menapaktilasi jejak Baginda Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Hanya saja, akibat kejahiliahan mereka, banyak dari rangkaian pelaksanaan ibadah haji—termasuk juga umrah—yang berubah; baik dikurangi maupun ditambah, seperti tidak melakukan wukuf di Arafah, sai antara Shafa dan Marwah dan malah berani melakukan an-nasi’ (sikap tidak menghargai bulan-bulan haram (al-asyhurul hurum), sehingga sangat mudah bagi mereka berperang di bulan itu). Sampai akhirnya Islam pun datang dan memperbaiki semua itu hingga kembali seperti semula sebagaimana yang dilakukan di masa Nabi Ibrahim. 

Baginda Nabi Muhammad sendiri, sebelum hijrah ke Madinah pernah menunaikan ibadah haji sebanyak dua kali seperti yang diwariskan leluhurnya, Ibrahim ‘alaihissalam. Dan, ia pun menutup dan mengunci tata cara pelaksanaan tersebut. Rasulullah rupanya tak sudi membebek laku kotor jahiliah yang telah mengubah banyak hal dari yang semestinya. Kisah ini juga menjadi dalil gerakan “kembali ke khitah” yang pernah terjadi dalam tubuh ormas besar Nahdlatul Ulama (NU). Alhasil, ibadah haji dan umrah sempat mengalami masa-masa kelam dalam catatan sejarahnya. Kisah singkat di atas disadur dari kitab al-Fikr as-Sami fi Tarikh al-Fiqh al-Islami (juz 1, hal. 189) karya Syekh Muhammad bin al-Hasan bin al-‘Arabi bin Muhammad al-Hajwi (w. 1376 H).

Semoga kisah kelam ini tidak terjadi lagi untuk yang kedua kalinya.

Hikmah Besar di Balik Ibadah Umrah

Ada sebuah statement menarik dalam al-Firk as-Sami (juz 1, hal. 191) yang akan menjadi kaidah dalam menyibak hikmah besar umrah. Muhammad bin al-Hasan menulis;

وما قيل في الحج يقال في العمرة؛ لأنها قرنت به في كتاب الله

Artinya, “Apa pun yang dibincangkan tentang haji, juga menjadi pembahasan ibadah umrah, sebab di dalam Al-Qur’an keduanya bersanding sangat dekat.”

Termasuk dalam membincang hikmah-hikmah haji, juga menjadi bagian dari hikmah umrah. Haji dan umrah adalah sebuah momentum besar. Bahkan, tidak ada momentum lebih besar dalam dunia Islam selain keduanya. Siapa yang tak mengenal haji dan umrah ini. Berkat ketenaran dua istilah yang cukup eksesif itu, nyaris para jemaah haji masa lalu yang kini sudah pikun pun tidak akan melupakan dua istilah tersebut.

Masih merujuk al-Firk as-Sami, pada juz dan halaman yang sama-ulama kelahiran 1291 H ini menulis hikmah besar haji dan umrah yang dirangkum dalam sebuah kalimat yang tak panjang. Berikut redaksinya;

ومن حكمته الاجتماع والائتلاف والتعارف بين الأمم الإسلامية، وتفقُّد أحوال بعضهم، واقتباس العلوم والمتاجر وغير ذلك، فهو من المصالح الاجتماعية والدينية معًا

Artinya. “Di antara hikmah haji (dan umrah), yakni terciptanya sebuah perkumpulan besar (dari segala penjuru dunia), lahirnya sebuah persatuan dan keakraban di antara seluruh umat Islam, juga dengan haji dan umrah sebagian umat dapat mengetahui kondisi sebagian yang lain. Selain itu, mereka berkesempatan meregup banyak ilmu dan peluang bisnis yang terbuka lebar, dan seterusnya. Haji dan umrah menjanjikan dua kemaslahatan besar; kemaslahatan sosial dan spirital secara bersamaan.”

Terakhir, kita doakan semoga semua jemaah haji dan umrah tahun ini dan seterusnya, mendapatkan kemabruran dalam ibadah mereka. Amin.(*)

Tags : umrah, haji, mabrur, arti umroh, rukun umroh, islam, hikmah,